Sore ini ajang China Open 2023 baru memasuki babak semifinal. Kenyataan pahit harus diterima kubu Indonesia, hanya Jonatan Christie satu-satunya yang masih bertahan. Sementara Korea Selatan dan China menempatkan 3 hingga 4 wakil.
Keberadaan Jonatan Christie sendiri di babak semifinal pun dalam situasi kurang menguntungkan. Dalam laga yang dihelat sore ini, Jojo harus menghadapi Axelsen. Sosok yang sebenarnya tidak seganas dahulu lagi, namun tetap menyimpan ancaman yang serius.
Butuh effort yang lebih bagi Jojo untuk melewati hadangan ini. Axelsen sendiri menyimpan ambisi besar pasca tergusur dalam Kejuaran Dunia 2023 di Denmark kemarin. Saat itu dia disingkirkan oleh Prannoy.
Seandainya Jojo harus mengalami kekalahan, maka kubu Indonesia dipastikan akan memperpanjang masa puasa gelar. Karena dalam setahun ini, minim sekali pencapaian para pemain Indonesia dalam berbagai ajang. Kalaupun ada hanya satu atau dua wakil saja, tidak mampu memborong gelar seperti masa lalu.
Sementara Korea Selatan yang dahulu kurang diperhitungkan, mampu menyabet tiga gelar dalam Kejuaran Dunia 2023 di Denmark. Prestasi Korea Selatan menggeser dominasi China. Sebuah pencapaian yang spektakuler.
Memang harus diakui Korea Selatan mempunyai kekuatan yang lengkap di semua lini, kecuali sektor tunggal putra. Demikian pula dengan China dan Jepang. Kedua negara ini mempunyai skuat yang lengkap di semua lini. Jauh lebih lengkap dari Korea Selatan.
Hal berbeda terjadi di Indonesia. Satu-satunya sektor yang mempunyai stok cukup berlimpah, hanya di sektor ganda putra. Itu pun performa mereka sering tidak stabil.
Sedang sektor yang paling parah adalah tunggal putri. Jorji hingga saat ini menjadi tumpuan utama sektor ini. Para pemain pelapisnya jauh di bawah. Ironisnya Jorji pun sering kesulitan menembus 4 besar sektor tunggal putri. Bahkan tidak jarang kalah dari pemain non unggulan. Seperti kemarin saat dia harus menyerah dari pebulutangkis Vietnam.
Lain dengan Jorji, lain pula dengan Ginting di sektor tunggal putra. Meskipun jumlah pemainnya relatif lebih banyak dari tunggal putri, namun pada prinsipnya hampir sama. Ginting dan Jojo selalu menjadi tumpuan sektor ini. Vito dan Chico yang melapis pun relatif di bawah mereka performanya.
Dari dua sektor ini tampak betapa buruknya proses regenerasi yang ada. Jika negara-negara lain mempunyai pemain pelapis dengan kemampuan tidak jauh dari pemain utama, tidak dengan Indonesia. Lihat saja China dan Jepang di sektor tunggal. Mereka seakan mempunyai pemain yang berlapis-lapis.
Mengingat situasi ini mungkin ada baiknya PBSI mulai menerapkan puasa turnamen pada para pemain senior. Fokus pada pemain muda harus dilakukan dengan memberikan jam terbang yang tinggi. Hal ini pernah dilakukan China 2 atau 3 tahun yang lalu. Hasilnya, kini China mempunyai pemain pelapis yang luar biasa.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.