Mengekang Melalui Budaya Ryosai Kenbo di Jepang

Hernawan | Haekal Syah Rahmatullah
Mengekang Melalui Budaya Ryosai Kenbo di Jepang
Peta dan Bendera Jepang (Unsplash.com/FotografiaBasica)

Jepang telah melahirkan berbagai peran dan konsep budaya yang unik dalam masyarakatnya. Salah satu konsep yang memiliki peran sentral dalam perkembangan sosial dan budaya Jepang adalah "Ryosai Kenbo" ().

Menurut Sievers dalam Flowers in Salt: The Beginnings of a Feminist Consciousness in Modern Japan (1983), Ryosai Kenbo secara harfiah diterjemahkan sebagai "istri baik, ibu bijak". Konsep ini bukan hanya sekadar model peran gender, tetapi juga merangkum idealisme sosial dan budaya yang mendalam dalam masyarakat Jepang.

Ryosai Kenbo berasal dari era Meiji (1868-1912) yang menggabungkan tugas-tugas rumah tangga dengan pendidikan anak-anak sebagai tugas utama perempuan dalam keluarga. Hal ini membuat perempuan memiliki prioritas pendidikan dan pekerjaan yang rendah.

Ryosai Kenbo terus berlangsung hingga awal 1900-an. Walaupun gender role merupakan hal wajar di tahun itu, Jepang membawa penggunaan gender role ke ranah yang lebih tinggi. Ryosai Kenbo seolah menjadi cetakan bagi perempuan untuk menjadi pekerja rumah tangga.

Berbeda dengan sekarang, di era meiji, tidak jarang laki-laki enggan membantu istri dalam membesarkan anak juga melakukan pekerjaan rumah tangga dikarenakan merasa peran mereka telah dipenuhi, yaitu mencari nafkah. Namun, hal ini menerima banyak kritik di zaman tersebut dengan argumen bahwa Ryosai Kenbo seolah menuntut wanita untuk bekerja tanpa upah.

Terdapat argumen lain bahwa konsep ini membatasi pendidikan dan kesempatan wanita agar tidak menjadi ancaman bagi pemerintah di zaman tersebut. Beberapa peneliti juga menunjukkan bahwa konsep ini digunakan oleh pemerintah Jepang untuk mempromosikan nasionalisme dan mengontrol gerakan perempuan.

Namun, penelitian terbaru mencoba untuk menghargai kompleksitas yang mendasari cita-cita Ryosai Kenbo. Beberapa ahli berpendapat bahwa konsep tersebut tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dan wanita tidak perlu ditipu atau dipaksa untuk menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana (Ying, 2020).

Lalu apakah dewasa ini Ryosai Kenbo masih mengakar di jepang? Tentu, karena Ryosai Kenbo merupakan satu dari banyaknya budaya yang telah mengakar sejak era Meiji atau bahkan sejak era yang lebih jauh lagi. Ryosai Kenbo juga telah berkembang secara signifikan di Jepang selama beberapa tahun terakhir.

Meskipun peran tradisional wanita dalam masyarakat Jepang telah berubah, aspek-aspek dari konsep ini dan pengaruhnya masih dapat ditemukan di beberapa daerah. Namun, penting untuk dicatat bahwa norma-norma sosial dan budaya terus berkembang, dan status serta peran wanita di Jepang terus mengalami perubahan.

Di Jepang modern, dapat terlihat beragam peran wanita. Ada peningkatan penekanan pada kesetaraan gender yang mendorong wanita untuk berpartisipasi dalam dunia kerja, termasuk posisi kepemimpinan dan pengambilan keputusan.

Terlepas dari perubahan-perubahan ini, mungkin masih ada beberapa ekspektasi tradisional yang dibebankan kepada perempuan, terutama dalam hal tanggung jawab keluarga dan rumah tangga. Ekspektasi ini dapat bervariasi, tergantung pada faktor-faktor seperti keluarga, wilayah, dan keyakinan pribadi.

Penting untuk diingat bahwa norma dan ekspektasi masyarakat dapat berubah, dan konsep Ryosai Kenbo bukanlah ide yang monolitik atau dapat diterapkan secara universal. Hal ini dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks dari faktor budaya, sejarah, dan individu.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak