Perceraian adalah topik yang kompleks dan sering menimbulkan perdebatan. Bagi sebagian orang, perceraian dipandang sebagai solusi untuk mengakhiri hubungan yang tidak sehat, sementara bagi yang lain, hal itu dianggap sebagai akhir dari sebuah masalah yang seharusnya bisa diselesaikan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi berbagai perspektif tentang perceraian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Perceraian bisa menjadi proses yang sangat menantang. Setiap pasangan yang memutuskan untuk menikah tentunya menginginkan hubungan yang utuh dan bahagia. Namun, berbagai alasan dapat menghancurkan pernikahan tersebut. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan perceraian.
Menurut laporan Forbes Advisor, beberapa pemicu perceraian dalam sebuah pernikahan sering kali dianggap berkaitan dengan masalah keuangan, perselingkuhan, atau kehadiran orang ketiga. Namun, terdapat faktor-faktor lain yang juga berperan penting dalam terjadinya perceraian.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perceraian di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 463.654 kasus. Angka ini mengalami penurunan sebesar 10,2% dibandingkan tahun 2022, yang mencatat 516.344 kasus. Pada tahun 2023, sebagian besar perceraian di Indonesia merupakan cerai gugat, yang diajukan oleh pihak istri, dengan total mencapai 352.403 kasus atau 76% dari keseluruhan. Sementara itu, 24% perceraian terjadi melalui cerai talak, yang diajukan oleh pihak suami.
Banyak orang melihatnya sebagai solusi ketika hubungan suami istri menghadapi masalah atau saat ingin mencari kebahagiaan masing-masing. Namun, tingginya angka perceraian membuat sebagian orang yang belum menikah atau masih dalam pernikahan mempertanyakan apakah perceraian benar-benar merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah.
Beberapa orang berpendapat bahwa perceraian mencerminkan menurunnya kualitas kehidupan keluarga, yang sering kali dikaitkan dengan berkurangnya norma dan nilai-nilai tradisional, baik yang berasal dari ajaran agama maupun kearifan lokal. Meskipun pandangan ini tidak sepenuhnya salah, ia cenderung mengabaikan aspek-aspek penting lain, seperti aspirasi sosial dan pola hubungan dalam keluarga.
Alasan Perceraian
Berdasarkan putusan pengadilan agama, ada tiga alasan utama yang mendorong pasangan yang telah menikah untuk bercerai: pertengkaran yang terus menerus, masalah ekonomi, dan ditinggal salah satu pihak. Dalam kasus perceraian, dua faktor pertama sering kali saling terkait.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan perceraian di Indonesia saat ini. Keluarga berperan penting dalam pernikahan, menjadi sumber dukungan emosional bagi pasangan yang sedang atau akan menikah. Harapan dan kecemasan dapat dialami oleh siapa saja, termasuk pasangan yang baru menikah. Sayangnya, alasan utama perceraian adalah kurangnya dukungan keluarga, yang tercatat mencapai 43%.
Sementara itu, 34% perceraian disebabkan oleh perselingkuhan atau adanya hubungan lain. Menurut Prevention, sebagian besar perempuan berselingkuh karena merasa kurang mendapatkan dukungan emosional, sementara pria cenderung berselingkuh karena ketidakpuasan dalam aspek seksual. Namun, tindakan ini tidak dibenarkan karena dapat berdampak negatif pada kesehatan emosional dan mental.
Terkadang, perbedaan dalam hal-hal yang disukai dan tidak disukai dapat memicu perdebatan. Jika tidak dibicarakan dengan baik, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan perasaan tidak cocok dengan pasangan, yang pada akhirnya bisa berujung pada perceraian, dengan persentase sebesar 31%.
Faktor ekonomi atau keuangan menempati urutan keempat sebagai penyebab perceraian, dengan persentase 24%. Bayangkan jika seseorang ingin menikah tetapi tidak dapat memberikan kehidupan yang layak—hal ini bisa menjadi sumber konflik yang berulang jika tidak ada perubahan.
Usia yang cukup matang seharusnya membuat pasangan lebih bijaksana dalam berumah tangga. Meskipun sering diungkapkan bahwa “usia hanyalah angka,” hal ini tetap penting untuk dipertimbangkan, terutama dalam konteks pernikahan. Alasan perceraian yang disebabkan oleh pernikahan di usia muda tercatat sebesar 10%.
Dalam beberapa kasus, perempuan sering kali menjadi pihak yang dirugikan dalam perceraian, terutama karena masalah ekonomi. Selain itu, faktor lain seperti ketidakdekatannya dengan mertua, kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya saling menghormati, penyalahgunaan zat terlarang, dan perbedaan gaya hidup juga berkontribusi pada perceraian.
Apakah Perceraian Menjadi Solusi?
Bagi sebagian orang, perceraian dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengatasi masalah dalam pernikahan. Ketika pasangan merasa terjebak dalam hubungan yang penuh konflik dan ketidakpuasan, perceraian mungkin menjadi langkah yang diperlukan untuk menemukan kebahagiaan masing-masing. Dalam konteks ini, perceraian dapat dilihat sebagai kesempatan untuk memulai kembali, untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.
Namun, perceraian juga membawa dampak emosional dan psikologis yang berat. Proses ini sering kali penuh dengan rasa sakit, kehilangan, dan ketidakpastian. Anak-anak, jika ada, juga sering kali menjadi korban dari situasi ini, merasakan dampak dari perpisahan orang tua mereka. Dalam banyak kasus, perceraian bisa menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi.
Alternatif Sebelum Bercerai
Sebelum memutuskan untuk bercerai, penting bagi pasangan untuk mempertimbangkan alternatif lain yang mungkin lebih konstruktif. Konseling pernikahan, misalnya, dapat menjadi cara efektif untuk menangani masalah yang ada. Melalui konseling, pasangan dapat belajar untuk berkomunikasi lebih baik, memahami satu sama lain, dan menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi. Selain itu, memperkuat dukungan dari keluarga dan teman-teman juga dapat membantu. Ketika pasangan merasa memiliki jaringan dukungan yang kuat, mereka mungkin lebih mampu menghadapi tantangan yang muncul dalam pernikahan mereka.
Oleh karena itu, perceraian adalah keputusan yang sulit dan kompleks, yang dapat dianggap sebagai solusi atau akhir dari sebuah masalah, tergantung pada perspektif individu. Meskipun ada alasan yang sah untuk bercerai, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan tersebut.
Dengan komunikasi yang baik, dukungan yang tepat, dan usaha untuk memahami satu sama lain, banyak pasangan dapat menemukan cara untuk mengatasi masalah mereka tanpa harus mengambil langkah drastis untuk bercerai. Pada akhirnya, keputusan tersebut harus diambil dengan bijak, mempertimbangkan semua aspek dan konsekuensi yang mungkin terjadi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.