Warren Bufett pernah berkata, ‘Jangan menabung dari sisa belanja, tapi belanjalah dari sisa tabungan’. Sayangnya, di era digital ini generasi muda cenderung memuaskan keinginan mereka pada hal-hal yang tidak penting, sehingga menimbulkan sikap konsumtif yang makin menjamur. Perilaku ini dapat memberikan dampak negatif akibat minimnya pemahaman mengenai literasi keuangan. Ditambah dengan beberapa individu yang kerap sekali mengikuti setiap tren yang beredar di media sosial dan didukung oleh lingkungan pertemanan yang juga memiliki sikap konsumtif.
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei Financial Fitness Index tercatat bahwa sekitar 80% Generasi Z menghabiskan uangnya untuk gaya hidup. Inilah salah satu penyebab pentingnya untuk memahami literasi keuangan, karena bagi seseorang yang tak mengerti akan menjadi berat bagi mereka untuk menabung dan menyiapkan dana darurat di masa mendatang. Selain itu, orang yang memiliki keterampilan dapat membantu dalam mengelola keuangan dengan lebih cermat.
Sebagai agen perubahan seharusnya dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Misalnya, kebutuhan itu bersifat esensial yang harus dipenuhi, seperti sandang, pangan, dan papan. Sedangkan keinginan bersifat tidak wajib dan hanya ibarat tambahan saja. Tentu sangat penting untuk tidak salah membedakan, karena kebutuhan juga dapat dikategorikan sebagai keinginan. Contohnya adalah kebutuhan sekunder dan tersier yang muncul sebagai pemuas keinginan.
Selain itu, generasi muda perlu membaca dan menentukan skala prioritas dengan menggunakan urutan susunan kebutuhan yang perlu didahulukan dan ditunda. Hal ini bertujuan agar mampu mengatur prioritas pemasukan dan pengeluaran sehingga dapat mengelola uang dengan baik disertai dengan keputusan yang bijaksana guna keberlangsungan kehidupan. Memahami skala prioritas sangatlah penting karena dapat terhindar dari pemborosan dan keputusan finansial yang impulsif. Mereka akan lebih fokus dengan kebutuhan utama, seperti pendidikan, kesehatan, dan tabungan masa depan sebelum menghabiskan uangnya untuk keinginan yang bersifat konsumtif.
Melalui layanan Buy Now Pay Later (BNPL) ini memberikan kemudahan dalam mengakses dan makin memicu sikap konsumtif di kalangan generasi muda. Apalagi sebagian besar dari mereka memiliki gawai yang cenderung tersugesti untuk membeli barang-barang yang sebenarnya hanya memuaskan nafsu dan tak terlalu dibutuhkan. Jika perilaku negatif tersebut terus berlanjut, maka akan menyebabkan tumpukan hutang yang tinggi.
Penggunaan paylater juga menimbulkan berbagai risiko negatif di antaranya dendadan bunga yang tinggi, penurunan skor kredit, penagihan, dan pencatatan riwayat kredit di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Meski begitu, paylater juga tentu tidak akan menimbulkan risiko tersebut bila pengguna dapat mengendalikannya. Tetapi, jauh lebih baik untuk tidak terjerumus menggunakan BNPL yang pada akhirnya akan terbiasa berutang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa orang yang sudah menggunakan paylater sama saja tidak bisa mengelola keuangan dengan baik.
Dalam menggunakan sebuah aplikasi atau layanan pastinya pengguna yang bijak memahami syarat dan ketentuan di dalamnya. Mungkin dalam konteks pembicaraan terhadap generasi muda, seharusnya mereka sudah melek digital dan tidak gagap teknologi serta dapat mengikuti perkembangan zaman di era berkelanjutan ini. Salah satu ketentuan dalam penggunaan pay later adalah membayar cicilan tepat waktu untuk dapat menghindari denda dan bunga tambahan yang dikenakan. Ketentuan tersebut secara tidak sadar muncul di benak kita untuk tak memiliki berbagai layanan BNPL yang begitu banyak, karena dapat menyebabkan tumpukan utang dan cicilan yang makin meninggi.
Edukasi mengenai literasi keuangan perlu dilakukan dan digemakan kembali oleh pemerintah. Tujuannya adalah melakukan tindakan preventif untuk mencegah seseorang terjerat dengan penggunaan paylater agar terhindar dari membayar cicilan dan utang secara berkepanjangan. Dengan tindakan ini tentu mampu menumbuhkan kesadaran generasi muda untuk berinvestasi sejak dini dengan mengajarkannya menabung untuk membeli barang-barang yang diinginkan. Hal ini penting dilakukan untuk tidak cuma bisa menghabiskan uang saja, tetapi juga memahami cara mengelolanya dengan bijak.
Menurut data yang dirilis oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2023, skor literasi finansial Indonesia tercatat sebesar 57, masih berada di bawah rata-rata global yang mencapai 60. Peran dalam menerapkan literasi keuangan mampu untuk mengevaluasi pengeluaran, membedakan antara kebutuhan dan keinginan, memiliki cadangan keuangan untuk kebutuhan darurat akibat kejadian tak terduga, dan merencanakan masa depan dengan manajemen keuangan yang baik, seperti menabung dan berinvestasi.
Generasi muda perlu diajarkan menabung untuk masa depan agar dapat mempersiapkan dana darurat hingga membeli keperluan sesuai kebutuhan. Hal tersebut mampu merubah cara berpikir dalam mengelola uang dan menghindari perilaku konsumtif. Bahkan, salah satu faktor mencapai kesuksesan dan kekayaan adalah bagaimana seseorang dalam mengelola keuangannya dan itu perlu paham mengenai literasi finansial.
Belajar mendalami literasi finansial tak hanya sekadar mengetahui langkah-langkah berinvestasi dan menabung di masa depan, namun juga memahami perencanaan keuangan dengan jangka panjang. Dengan maraknya Buy Now Pay Later, generasi muda perlu lebih waspada agar tidak terjebak dengan pola hidup impulsif yang justru mampu membebani masa depan. Pada akhirnya, memiliki pemahaman literasi keuangan bukan lagi menghindari perilaku konsumtif, melainkan membangun kebiasaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Di era digital seperti sekarang, sumber belajar tentang literasi finansial sudah mudah diakses. Banyak platform edukasi, seminar daring, dan komunitas yang membahas cara mengelola uang dengan baik. Generasi muda dapat memanfaatkan sumber-sumber ini untuk meningkatkan pemahaman mereka dan sehingga tidak mudah terkena perangkap gaya hidup konsumtif yang jelas hanya memberikan kepuasan sesaat.
Dengan demikian, kunci utama dalam membangun kebebasan finansial bukanlah seberapa besar pendapatan yang dimiliki, tetapi bagaimana cara mengelolanya dengan bijak. Generasi muda tidak hanya bisa menghindari jebakan utang konsumtif, mereka harus mampu membangun masa depan dengan kehidupan yang sejahtera. Pengelolaan keuangan yang bijak tidak hanya menghindari masalah finansial, akan tetapi memiliki peluang besar untuk meraih impian tanpa terbebani oleh utang.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.