Penetapan status halal dan memeriksa bahan-bahannya merupakan tugas yang dilakukan oleh dua lembaga, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Biasanya BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Bagi produsen yang ingin mendapatkan sertifikat halal tentu harus melalui beberapa proses seperti pendaftaran, verifikasi, audit halal, dan penerbitan sertifikat. Pengecekan bahan baku, proses masa produksi, dan penyimpanan produk pun dilakukan oleh BPJPH.
Adanya produk yang telah diedarkan tetapi seharusnya tidak sesuai dengan kriteria untuk mendapatkan sertifikasi halal, ini bisa saja akibat pemalsuan, mengubah bahan produk tanpa melaporkan kembali, produk impor yang belum diakui label halalnya di Indonesia, kesalahan pelabelan, dan kurangnya pengawasan berkala.
Selain itu, untuk produk yang tinggi kadar gula, lemak, garam, bahan pengawet, dan rendah nutrisi dari segi kesehatan memang sangat buruk jika sering kali mengonsumsi. Tetapi, dari segi agama tidak sama sekali terdapat perintah yang mengharamkan. Meski begitu, ada perintah untuk tetap menjaga pola hidup yang seimbang dan tidak merusak tubuh.
Makanan dan minuman yang tidak sehat akan menimbulkan berbagai penyakit, sehingga kita seharusnya bisa melihat informasi kandungan gizi pada kemasan produk sebelum membelinya. Oleh karena itu, penting untuk tetap memperhatikan kesehatan dalam kondisi apa pun.
Apakah diperlukan label haram untuk makanan yang tinggi kadar gula dan rendah nutrisi?
Makanan dengan kadar gula yang tinggi, rendah nutrisi, dan kurang bergizi bisa merusak tubuh secara perlahan bila dikonsumsi terus menerus. Walaupun dari segi agama tidak melarang, tetapi dalam agama sudah memberi perintah untuk tetap menjaga pola makan yang seimbang dan tidak berlebihan.
Menurut penulis, label haram untuk jenis produk makanan dan minuman yang tergolong masih diperbolehkan, maka sebaiknya tidak diperlukan, biarpun rendah nutrisi dan kurang sehat. Hanya saja, lebih baik ditandai dengan label Nutri-Grade yang memberikan peringkat makanan dan minuman dimulai dari yang kurang baik dan sehat.
Salah satu negara yang menggunakan Nutri-Grade dalam kemasan produk adalah Singapura. Hal ini membuat sebagian besar remaja menghindari minuman tinggi gula, sehingga dapat mencegah penyakit seperti diabetes sejak dini. Berbeda hal nya di Indonesia, sampai menduduki peringkat kelima dengan jumlah penderita diabetes terbanyak.
Sistem Nutri-Grade adalah sistem penilaian gizi, sebagai contoh yaitu label A untuk paling sehat hingga ke label D untuk paling tinggi kandungan gula, lemak, dan lain sebagainya. Penerapan sistem yang telah dilakukan di Singapura ini sudah berjalan selama 3 tahun lebih.
Melalui penerapan sistem Nutri-Grade di Indonesia dapat memberikan informasi secara langsung kepada konsumen terkait kadar gula dan nutrisi di dalamnya. Informasi gizi juga perlu disimak oleh para pembeli untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak terjangkit penyakit.
Namun, jika di Indonesia diterapkan sistem tersebut, kemungkinan jenis produk yang berlabel D atau tinggi akan lemak jenuh dan gula bisa saja terjadi penurunan penjualan akibat sebagian konsumen pastinya telah meninggalkan produk, akhirnya terjadilah kerugian pada perusahaan.
Secara tidak langsung, produk yang tidak sehat harus beradaptasi dengan adanya sistem Nutri-Grade agar tetap laku dan terjual di pasaran. Setidaknya, dengan adanya sistem ini dapat memberikan pengaruh kepada khalayak untuk mengonsumsi produk makanan atau minuman yang sehat dan bergizi. Dengan demikian, penting untuk dapat memilah produk yang dapat berdampak bagi kesehatan tubuh.