Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh tekanan, konser musik sering dianggap hanya sebagai sarana hiburan dan pelarian dari rutinitas. Namun, bagi sebagian generasi muda, menonton konser bukan sekadar menikmati musik dan suasana ramai.
Lebih dari itu, konser bisa menjadi ruang refleksi mental, tempat seseorang dapat memahami dirinya sendiri melalui pengalaman emosional dan sosial yang terjadi di sana.
Di era sekarang ini, festival musik menjadi salah satu acara yang sangat digemari oleh kaum muda-mudi. Bukan hanya itu, beberapa festival musik seperti Synchronize juga menghadirkan lagu-lagu lintas generasi, dari band era 90-an sampai band yang sedang naik daun sekarang.
Ini sangat menarik perhatian seluruh pecinta musik Indonesia untuk datang meramaikan acara. Selain itu, juga bisa memutar perekonomian karena di dalamnya banyak ribuan pekerja yang turut berkontribusi untuk menyukseskan jalannya acara, mulai dari tim produksi, tenant F&B, sponsor, para guest star, serta staf-stafnya.
Saya sendiri juga ikut hadir untuk menonton band-band kesukaan saya seperti .Feast, Barasuara, Lomba Sihir, juga para solois seperti Hindia, Sal Priadi, Pamungkas, dan masih banyak lagi. Tahun ini menjadi tahun pertama saya datang ke Synchronize dan saya harus mengakui kalau festival ini sungguh luar biasa.
Mulai dari scan tiket saat masuk saja mudah sekali, tidak perlu menukar e-ticket, dan juga tersedia mata air untuk mengisi ulang air minum ke tumbler. Selain itu, kolaborasi antara Synchronize dan Ruang Rupa sangatlah epik dengan menghadirkan pameran Ruru, panggung-panggung seni, lukisan karikatur, dan banyak karya seni lainnya.
Ketika ribuan orang bernyanyi bersama dalam satu lagu, tercipta rasa kebersamaan dan keterhubungan emosional yang kuat. Momen ini membantu individu menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi kesedihan, keresahan, atau semangat hidup. Lagu-lagu yang dibawakan sering kali mencerminkan pengalaman pribadi pendengar, membangkitkan kenangan, dan menuntun mereka untuk merenungkan makna hidup dan perasaan yang selama ini terpendam.
Konsep panggung yang megah dan visual yang menawan menjadi daya tarik lebih bagi para penikmat musik. Tak lupa gabungan genre musik mulai dari dangdut, pop, rock, jazz, DJ memberikan pengalaman bagi para pendengar baru sehingga bisa mengenali musik-musik yang mungkin sebelumnya belum pernah didengar. Selain itu, konser juga dapat menjadi bentuk terapi emosional.
Saat seseorang mengekspresikan diri melalui nyanyian, teriakan, atau air mata, mereka sebenarnya sedang melepaskan beban mental yang tersimpan. Musik menjadi jembatan antara perasaan dan kesadaran diri, membantu pendengarnya mengenali emosi, menyalurkannya secara sehat, dan bahkan menemukan semangat baru untuk melangkah ke depan.
Beberapa orang yang saya temui dan saya wawancarai sepulangnya dari festival mengungkapkan kesenangan dan kegembiraan mereka. Juga sejenak melupakan kelelahan serta beban pekerjaan yang mungkin saja selama satu minggu mereka merasa pusing, jenuh, stres karena kerjaan bisa hilang sejenak ketika menonton konser.
Seperti di lirik lagu Hindia yang berjudul "Everything You Are" tertulis "merayakan muda tuk satu jam saja", rasanya lirik itu bukan sekadar lagu namun sangat terasa di kehidupan nyata yang di mana ketika menonton konser 5-8 jam saja kita merasa senang seperti tidak ada beban hidup yang dipikul. Namun keesokan harinya ketika bangun tidur kita kembali dihadapkan dengan realita kehidupan.
Banyak juga orang-orang yang melampiaskan emosi mereka dengan "moshing" di lagu-lagu band rock atau punk, lalu ada juga yang melakukan "crowd surfing" saat band idola mereka tampil di atas panggung. Ada juga yang datang bersama kekasihnya untuk menyaksikan penampilan dari band-band pop yang isi lagunya percintaan dan masih banyak lagi.
Namun, refleksi ini hanya muncul ketika seseorang menonton konser dengan kesadaran, bukan sekadar untuk mengikuti tren atau pamer di media sosial. Generasi muda yang mampu menghayati setiap nada dan lirik akan mendapatkan pengalaman batin yang mendalam: belajar tentang arti kebersamaan, rasa syukur, kehilangan, cinta, dan harapan.
Pada akhirnya, konser musik bisa menjadi lebih dari sekadar arena hiburan. Ia dapat menjadi tempat refleksi diri, di mana generasi muda belajar memahami emosi mereka, memperkuat hubungan sosial, dan menemukan ketenangan batin di tengah riuhnya dunia luar.