Emosi Suka Meledak, Ketahui 5 Penyebabnya! Percintaan Salah Satunya

Munirah | Pekik
Emosi Suka Meledak, Ketahui 5 Penyebabnya! Percintaan Salah Satunya
Ilustrasi Emosi Amarah. (pixabay)

Mau orang biasa atau orang yang paling baik, kalem dan tabah sekalipun pernah mengalami terpancing emosi. Bahkan ada yang sampai meledak-ledak emosinya. Karena ledakan emosi ini bisa melanda siapa saja, tak pandang bulu.

Ketika Anda mendadak emosional, upayakan tidak terlalu terbawa arus emosi dalam hati dahulu. Sebab, hal itu umum terjadi pada makhluk yang berakal dan memiliki ruang hati, seperti Anda ini.

Anda penasaran, sebenarnya apa sih yang membuat orang jadi meledak emosinya? Baiklah, berikut ini ada lima alasannya yang penulis dapatkan dari Psycholody Today:

1. Merasa diperlakukan tidak adil

Biasa diperlakukan tidak adil, baik dalam keluarga, pendidikan, pekerjaan atau hubungan percintaan akan memicu emosi menjadi naik pitam. Bila perasaan ketidakadilan yang Anda alami tidak segera ditangani, lambat laun akan memicu ledakan emosi.

Oleh sebab itu, Anda perlu waktu untuk jeda. Dengan demikian, Anda dapat merenung dan berdialog dengan diri sendiri. Menimbang baik dan buruknya bila emosi terpancing, bahkan sampai meletup-letup.

2. Stres

Banyaknya tugas dan pekerjaan kantor, menajamnya konflik antar hubungan dengan pasangan, bermacam deadline sudah dihadapan, namun belum kelar dan peristiwa apapun yang membuat Anda terpuruk dapat menekan kondisi psikis Anda.

Ditambah dengan kemampuan dalam menyelesaikan masalah jadi kabur dapat membuat hidup Anda jadi sangat tertekan.

Jika banyaknya tekanan yang tidak dianggap oleh Anda, lama-kelamaan akan memicu datangnya stres. Nah, saat itulah peluang kemungkinan emosi Anda jadi mendadak meledak.

3. Depresi

Kalau penyebab emosi meledak-ledak yang satu ini tak perlu diragukan lagi. Pasti mudah sekali memancing emosi orang yang sedang dalam keadaan depresi.

Kondisi hidup orang depresi, kapanpun dan di manapun ia berada, tingkah dan polahnya mudah sekali terpancing stres. Karena orang depresi ini sebagian besar kemampuan akalnya untuk berpikir realistis mulai menurun drastis.

4. Mengalami kesusahan dalam melewati masa transisi

Melewati masa transisi, yakni masa perubahan dari fase awal ke fase yang baru, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Sebagai contoh seorang para guru sekolah, yang biasanya ngajar dengan tatap muka dan bersosialisasi dengan murid-muridnya di kelas. Sejak masa pandemi mereka, baik guru atau murid melaksanakan pembelajaran secara daring, yaitu PJJ atau Pembelajaran Jarak Jauh.

Tak jarang perubahan ini atau yang disebut transisi itu membuat Anda sedikit kewalahan. Karena tidak terbiasa melakukan hal baru, sehingga membuat Anda bingung hingga jatuh stres.

5. Berperilaku intimidasi

Intimidasi erat kaitannya dengan berusaha merubah perilaku orang yang diintimidasi oleh si pelaku. Untuk menyikapinya adalah dengan sikap berlapang dada. Boleh jadi hal itu sebagai bentuk kewaspadaannya yang berlebihan.

Intimidasi bisa berasal dari rasa trauma di masa kanak-kanak, sehingga watak dan tabiatnya tak jauh dari suka menekan orang. Nah, Anda tidak perlu menyikapinya secara berlebihan. Boleh jadi apa yang Anda lihat, faktanya tidak selalu demikiam adanya. Oleh karena itu, tidak perlu mengkhawatirkan orang-orang yang mengintimidasi Anda.

Ketika Anda marah, sedih atau kecewa, hal itu merupakan bagian dari emosi Anda. Oleh karenanya, Anda perlu usaha belajar memahami kelebihan dan kekurangan Anda sendiri. Sehingga tidak gampang terjebak oleh rayuan emosi. Semoga bermanfaat

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak