Mengenal Monjali, Tetenger Sejarah Jogja Era Revolusi Kemerdekaan

Hernawan | Herna Wan
Mengenal Monjali, Tetenger Sejarah Jogja Era Revolusi Kemerdekaan
Monjali (Doc/Hernawan).

Museum Monumen Jogja Kembali (Monjali) mungkin tidak asing di telinga kita. Monjali kini menjadi alternatif wisata edukasi, yang menambah khazanah pengetahuan diri.  Monjali menyimpan rekam jejak sejarah Jogja yang pernah menjadi ibu kota Indonesia.

Dari mana asal nama Monjali? Untuk menjawabnya, kita perlu tahu sejarah bangsa era Revolusi Fisik Indonesia di Jogja. Sejak 4 Januari 1946, Ibu Kota Republik Indonesia berpindah ke Yogyakarta.

Pemindahan ini terjadi karena Jakarta tak lagi kondusif untuk menjadi Ibu Kota. Jogja kemudian menjadi garda depan dalam menahan ambisi Belanda dan sekutu untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Peristiwa kembalinya Jogja bermula dari meletusnya Agresi Militer Belanda II, akhir tahun 1948. Agresi yang terpusat di Jogja ini mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Pertumpahan darah tidak terelakan. Soekarno dan petinggi negara lain diasingkan. Namun, di sisi lain peristiwa ini menunjukkan semangat kerja sama yang berkobar.

Monjali
Monjali

Agresi Militer Belanda II diwarnai gejolak perlawanan dari para tentara gerilya. Perlawanan sembunyi-sembunyi dengan berpindah dari satu desa ke desa lainnya. Hingga kemudian tercetuslah ide Serangan Umum 1 Maret 1949. Peristiwa Serangan Umum 1 Maret ini cukup berpengaruh bagi Indonesia. Meskipun hanya bertahan 6 jam, setidaknya Indonesia masih dapat membuka mata dunia bahwa dirinya masih eksis dan ada.

Tahun-tahun ini menjadi masa-masa terberat bagi Indonesia dan Belanda. Waktu berselang, perjuangan panjang nan melelahkan pasukan Indonesia pun usai. Pada 29 Juni 1949, tentara Belanda ditarik mundur. Penarikan tentara Belanda ini menandai terbebasnya Indonesia dari kekuasaan Pemerintahan Belanda.

Peristiwa ini disebut sebagai “JOGJA KEMBALI” sehingga menjadi inspirasi dibangunnya Museum Monjali. Museum yang menjadi Tetengger atau Tanda dari moment penting Indonesia.

Museum Monumen Jogja Kembali terletak di Jongkang, Sariharjo, Sleman, DI Yogyakarta. Letaknya mudah dijangkau, berada di paruh Utara Lingkar Ring Road Utara. Museum ini cukup mencolok bentuknya meski dilihat dari kejauhan. Berbentuk seperti gunung merapi yang bermakna sebagai pemberi kesuburan bagi masyarakat sekitar.

Museum Monumen Jogja Kembali berlantai tiga. Lantai satu berisi empat ruangan yang keempatnya memiliki ceritanya sendiri. Ruang pertama menceritakan peristiwa-peristiwa di Jogja pasca merdekanya Indonesia. Sementara itu, ruang kedua mengangkat cerita perjuangan masyarakat selama perang gerilya dan mengembalikan kembali kedaulatan Indonesia. Ruang ketiga mengangkat cerita tentang PMI dan Dapur Umum yang juga berperan bagi Indonesia. Terakhir, ruang empat yang bercerita tentang sepak terjang tokoh-tokoh nasional, diantaranya Soekarno, Moh. Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara.

Berbeda dengan lantai satu, lantai dua berisi sepuluh diorama yang menceritakan peristiwa-peristiwa besar di Jogja. Dimulai dari masa perang gerilya yang menggambarkan semangat gotong royong warga, sampai dengan ditariknya Tentara Belanda dari Indonesia.

Sementara itu, lantai tiga pun memiliki fungsi yang berbeda. Lantai tiga ini diberi nama “Garba Grha” yang artinya tempat perenungan. Lantai ini digunakan sebagai tempat mendoakan para pahlawan yang telah gugur di medan perang.

Museum Monjali tidak hanya menampilkan koleksi, tetapi juga memberi layanan pemutaran film gratis tentang peristiwa Serangan Umum 1 Maret atau peristiwa enam jam di Jogja. Museum Monjali buka hari Selasa sampai Minggu. Pada hari Selasa sampai Jumat, museum buka pukul delapan pagi hingga empat sore. Sementara pada akhir pekan, museum buka pukul delapan pagi hingga setengah lima sore.

Namun, ada beberapa perubahan semasa pandemi ini. Jadi pantau terus Instagram museum tersebut.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak