Berjuang memulihkan kesehatan mental bukanlah hal yang terbilang mudah untuk dilakukan, terlebih jika harus diupayakan sendirian. Butuh dukungan orang-orang terdekat, seperti keluarga, pasangan, atau sahabat yang ikut ambil bagian agar bisa segera bangkit. Sayangnya, gak semua orang terdekat mampu mendorong kesembuhan mental seseorang lewat cara-cara yang positif.
Bahkan sering kali malah ikut andil dalam memperburuk kondisi mental saat berada di titik terendah. Di saat butuh dukungan, perlindungan, dan ketenangan malah ikut menjatuhkan mental tentu akan berdampak negatif pada psikis seseorang.
BACA JUGA: 5 Tanda Kamu Punya Kesehatan Mental Baik, Tidak Iri Hati pada Orang Lain
Jangan lakukan lima sikap ini saat orang terdekatmu sedang berjuang memulihkan kesehatan mentalnya. Bikin mental malah makin drop!
1. Menyepelekan luka batin dengan dalih menyemangati

Niatmu mungkin ingin memberi semangat dengan menanamkan mindset bahwa luka batin yang dirasakan tidaklah seberapa dan pasti mampu dihadapi.
Namun, cara penyampaian dukungan semacam ini justru berpotensi menimbulkan kesan menyepelekan luka batin yang masih terasa membebani psikis hingga pemulihan mental jadi terasa lambat.
Orang justru akan merasa tersudutkan seolah sedang dihakimi bahwa dirinya lemah. Alih-alih menyepelekan dengan dalih memberi semangat, lebih baik berikan kehadiranmu sebagai bentuk kepedulian dan dukungan.
Gak harus banyak bicara, cukup jadi pendengar yang baik atau beri ruang untuknya menemukan rasa lega yang mendamaikan hati.
2. Terus menyalahkan tanpa memberi dukungan moril

Mungkin sebagian luka batin yang dirasakan saat ini ada andil kesalahan dari dirinya sendiri, tapi sebagai orang terdekat gak seharusnya kamu ikut menyalahkan dan menuding dirinya sebagai satu-satunya sumber keterpurukan mental yang kini sedang dialami. Gak ada orang yang gak terluka saat disalahkan, terlebih mereka yang sedang berjuang memulihkan mental.
Bahkan jika memang benar kesalahannya sendiri hingga sampai terpuruk seperti sekarang, kamu tetap gak berhak menyudutkannya.
Bukan sikap menyalahkan yang dia butuhkan saat ini, tapi dukungan moril yang mampu membantunya bangkit untuk memulai proses pemulihan mental sesegera mungkin.
3. Menghakimi keterpurukan yang tengah dirasakan

Sebuah penghakiman akan selalu menyakitkan, apalagi jika dilakukan oleh orang terdekat dan di waktu yang terbilang gak tepat.
Menghakimi sebuah keterpurukan mental gak akan membuat orang yang kita sayangi mampu bangkit dengan sendirinya. Apalagi sampai menuduh kalau luka batinnya kali ini karena karma atau kurangnya ibadah di waktu dulu.
Semua orang berhak mendapat uluran tangan saat terpuruk dan tengah berjuang memulihkan kesehatan mentalnya.
Jadi, berhentilah menghakimi kondisinya saat ini semampumu tanpa harus memberi banyak saran yang terasa memberatkan pikiran. Kalau memang gak bisa mengucapkan kalimat motivasi yang membuat nyaman, lebih baik tahan ucapanmu.
BACA JUGA: 5 Manfaat Bermain Alat Musik untuk Kesehatan Mental, Ampuh Lawan Depresi
4. Menganggap kebutuhan untuk didukung sebagai drama untuk cari perhatian

Gak semua orang hobi “berdrama”, apalagi jika berkaitan dengan upaya pemulihan kesehatan mental yang sedang diperjuangkan sungguh-sungguh.
Luka batin yang membuat mental drop memang memunculkan kebutuhan akan dukungan dari orang-orang terdekat yang dianggap bisa jadi tempatnya pulang dan berlindung.
Kalau kebutuhan ini dianggap lebay, caper, atau “drama”, rasanya kok terlalu menyakitkan hati. Dia sedang berjuang untuk “sembuh”, lho.
Kalau masih harus menerima perundungan, pemulihan mental gak akan bisa didapat, sekuat apa pun perjuangannya saat ini. Bukan sulit karena gak bisa, tapi justru imbas dari sering dijatuhkan berulang kali saat sedang berusaha bangkit yang membuatnya merasa buruk.
5. Mempertanyakan keputusan datang ke ahli kesehatan mental

Mendatangi ahli kesehatan mental memang terkadang masih menjadi hal yang tabu di beberapa kalangan masyarakat.
Pasalnya, ahli kesehatan mental sering kali dikaitkan dengan penanganan gangguan jiwa meski sebenarnya konseling psikologis pun bisa dilakukan oleh orang yang secara fisik sehat dan gak punya gangguan kejiwaan apa pun.
Ujungnya, saat pemulihan kesehatan mental bermuara pada konseling ke ahli, orang terdekat malah ikut-ikutan mencibir seolah dianggap mencemarkan nama baik.
Padahal, keputusan untuk mendatangi ahli biasanya terdorong alasan ketidakmampuan diri untuk menangani luka batin sendirian. Tentangan dari orang terdekat malah akan memperburuk kondisi mental.
Setiap orang punya perasaan dan akan jadi lebih sensitif saat sedang berada di titik terendah dalam hidupnya.
Kalau kamu malah melakukan kelima hal tadi di tengah kebutuhan seseorang akan dukungan memulihkan kesehatan mental, gak menutup kemungkinan kalau keterpurukan dan luka batin yang dirasakan jadi semakin dalam. Jangan lakukan lagi, ya.