Setiap cerita karangan berupa cerpen maupun novel pasti memiliki figur yang dicintai pembacanya. Karakter yang dibangun penulis demi menghidupkan kisah dalam sebuah buku acapkali mengundang berbagai reaksi.
Sebagai contoh dua tokoh dalam novel karya Asma Nadia Zhongwen (Assalamualaikum Beijing) dan Hyun Geun (Love Sparks in Korea). Kedua lelaki dengan cinta yang begitu dahsyat kepada pasangannya.
Tentunya masih banyak lagi tokoh-tokoh fiksi yang melumerkan hati para pembaca setianya. Namun, alangkah baiknya untuk tidak mencintai terlalu dalam karakter fiksi dalam sebuah cerita yang ditulis manusia. Apakah alasannya? Mari kita simak bersama.
BACA JUGA: 4 Tips Produktif saat Puasa Agar Tidak Mager, Cukup Istirahat Jangan Lupa!
1. Menyebabkan Halusinasi
Halusinasi sangat berbahaya. Tidak dapat membedakan mana kenyataan mana yang tidak nyata. Faktanya meski sesempurna apapun seorang tokoh fiksi tetap saja di dunia nyata kita akan bertoleransi dengan sisi buruk seseorang.
Bukan berarti sifat yang dimiliki tokoh fiksi tidak ada di bumi ini. Kemungkinan besar memang masih ada orang yang bersikap romantis layaknya cerita-cerita dalam dongeng. Akan tetapi tidak seharusnya kita mengagumi secara berlebihan tokoh dalam sebuah cerita buatan seorang penulis.
2. Sulit Menerima Keadaan
Pernah melihat seseorang bersedih sampai menangis tersedu-sedu setelah membaca? Begitu luar biasa efek sebuah cerita yang mampu menyentuh hati terdalam.
Pembaca yang berlebihan dalam mencintai si tokoh utama dan mengharapkan memiliki akhir bahagia harus kecewa saat penulis justru memilih sad ending.
BACA JUGA: 4 Alasan Sederhana Perempuan Menyukai Bunga yang Wajib Kamu Ketahui
Hingga cerita yang berakhir menyedihkan tersebut sulit diterima pembaca. Menyebabkan perasaan campur aduk sampai mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
3. Ekspektasi Berlebihan
Gambaran sosok pria yang sempurna wanita luar biasa dalam beberapa cerita fiksi bisa membuat pembaca menginginkan pasangan yang serupa.
Hasrat tersebut kemudian mengarahkan seseorang menjadi terlalu perfeksionis ketika memilih pasangan. Padahal nobody perfect ibarat kata kunci yang harus dipegang jika sudah berhubungan dengan yang namanya manusia.
Tidak ada yang melarang apabila kita berekspektasi tentang pasangan seperti apa yang seharusnya bersama kita. Namun ketahuilah bahwa menemukan seseorang yang secara fisik, sifat, karakter, watak sama persis dalam sebuah cerita fiksi seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
4. Menjadi Malas
Bab per bab sudah selesai dibaca namun belum juga ketahuan akhir kisahnya. Selalu menunggu dengan tidak sabaran update dari cerita dalam salah satu platform online.
Terus menghantui pikiran untuk segera menyelesaikan bacaan namun authornya belum juga rilis bab lanjutan. Saking gandrungnya sampai tidak semangat melakukan apapun kecuali sudah tahu akan seperti apa endingnya.
BACA JUGA: Mengenal Apa Itu FOMO, Manfaatkan Dampak Positifnya di Era Digital!
5. Berkhayal Tidak Penting
Menempatkan diri sendiri sebagai tokoh utama yang mengalami kejadian seperti dalam cerita karangan author kerap dilakukan beberapa pembaca hingga merasakan betapa sedih, bahagia, jengkel, marah, senang dan lain-lain.
Akan tetapi apabila hal tersebut dilakukan tidak sesuai porsi maka bisa berakibat fatal loh. Bisa saja kita akan sering mengkhayalkan supaya memiliki kehidupan indah dalam persepsi kita seperti yang digambarkan tokoh-tokoh fiksi tersebut. Sampai-sampai melupakan bahwa kita juga bertanggungjawab atas kehidupan kita sendiri.
Mengambil kesimpulan bahwa membaca genre apa saja bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Melalui buku juga media online. Membaca membuat kita memiliki semangat namun juga sebaliknya. Lebih bijak dalam memilih bacaan agar kita mendapatkan manfaat positif.
Nah, itulah keempat bahaya jika kita terlalu mencintai karakter fiksi. Jadi jangan sampai berlebihan ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS