Mengenal Digital Detox, Menjauh dari Media Sosial

Hikmawan Firdaus | Rion Nofrianda
Mengenal Digital Detox, Menjauh dari Media Sosial
Ilustrasi Detox Digital (pexels/Tima Miroshnichenko)

Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern. Dari mencari informasi hingga berkomunikasi dengan orang lain, media sosial menawarkan berbagai manfaat yang membuatnya sulit dilepaskan. Namun, seiring waktu, penggunaan media sosial yang berlebihan juga telah terbukti membawa dampak negatif pada kesehatan mental. Dalam situasi seperti ini, praktik yang dikenal sebagai digital detox atau menjauh sementara dari media sosial menjadi relevan untuk dipertimbangkan. Digital detox adalah langkah sadar untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan media sosial dan perangkat digital guna meningkatkan kesejahteraan mental.

Dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental tidak dapat diabaikan. Salah satu efek yang paling umum adalah perbandingan sosial yang tidak sehat. Media sosial sering kali menjadi tempat di mana kita melihat potret kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Menurut teori Social Comparison yang dikembangkan oleh Leon Festinger, manusia memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi dirinya dengan membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini dapat memperburuk perasaan rendah diri, iri hati, dan bahkan depresi, terutama ketika seseorang merasa bahwa kehidupannya tidak sebaik apa yang ditampilkan di media sosial.

Selain itu, arus informasi yang terus-menerus di media sosial dapat membanjiri pikiran dan memicu stres. Teori Cognitive Load menjelaskan bahwa otak manusia memiliki kapasitas terbatas untuk memproses informasi. Ketika kita terlalu banyak terpapar notifikasi, konten, atau interaksi online, pikiran kita menjadi terlalu penuh dan rentan terhadap kelelahan mental. Hal ini sering kali diperparah oleh fenomena FOMO (Fear of Missing Out), yaitu ketakutan untuk melewatkan sesuatu yang dianggap penting atau menarik. Penelitian oleh Przybylski dan rekan-rekannya pada tahun 2013 menunjukkan bahwa FOMO berhubungan erat dengan tingkat kecemasan, stres, dan bahkan gangguan tidur.

Selain itu, kecanduan media sosial juga menjadi isu yang semakin banyak dibahas dalam psikologi modern. Ketergantungan ini dikategorikan sebagai salah satu bentuk behavioral addiction di mana seseorang merasa sulit untuk berhenti menggunakan media sosial meskipun menyadari dampak negatifnya. Penelitian oleh Andreassen pada tahun 2012 mengungkapkan bahwa kecanduan media sosial dapat meningkatkan risiko depresi, isolasi sosial, dan gangguan hubungan interpersonal.

Di sinilah digital detox menjadi solusi. Menjauh dari media sosial dan perangkat digital memberikan kesempatan untuk mengembalikan keseimbangan mental dan meningkatkan kesadaran diri. Penelitian yang dilakukan oleh Hunt dan koleganya pada tahun 2018 menunjukkan bahwa mengurangi penggunaan media sosial selama tiga minggu dapat secara signifikan menurunkan tingkat depresi dan kesepian. Partisipan dalam penelitian ini melaporkan merasa lebih bahagia dan lebih fokus pada aktivitas yang memberikan makna lebih dalam kehidupan mereka.

Manfaat lain dari digital detox adalah penurunan tingkat stres dan kecemasan. Sebuah studi oleh Rosen pada tahun 2021 menemukan bahwa individu yang beristirahat dari perangkat digital selama satu minggu mengalami peningkatan kualitas tidur dan pengurangan beban mental. Jeda dari arus notifikasi memungkinkan pikiran untuk beristirahat, sehingga tubuh lebih siap menghadapi tantangan sehari-hari.

Tidak hanya itu, digital detox juga memiliki dampak positif pada produktivitas. Media sosial sering kali menjadi pengganggu utama yang mengalihkan perhatian dari tugas-tugas penting. Dengan membatasi waktu yang dihabiskan di dunia maya, seseorang dapat meningkatkan fokus dan efisiensi dalam menyelesaikan pekerjaan. Penelitian oleh Wilmer pada tahun 2017 mendukung temuan ini dengan menunjukkan bahwa orang yang mengurangi penggunaan media sosial memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih baik.

Manfaat lainnya adalah peningkatan kualitas hubungan interpersonal. Ironisnya, meskipun media sosial dirancang untuk menghubungkan orang, kenyataannya banyak individu merasa lebih terisolasi karena terlalu banyak waktu yang dihabiskan di dunia maya. Dengan melakukan digital detox, kita bisa lebih hadir secara fisik dan emosional dalam interaksi langsung, yang pada akhirnya memperkuat hubungan dengan keluarga dan teman.

Untuk memulai digital detox, seseorang tidak perlu mengambil langkah yang ekstrem. Langkah kecil seperti menetapkan waktu tanpa layar, menggunakan aplikasi untuk membatasi waktu penggunaan media sosial, atau menggantikan waktu di depan layar dengan aktivitas lain seperti membaca buku, berolahraga, atau meditasi dapat memberikan hasil yang signifikan. Berkomunikasi dengan orang-orang terdekat tentang niat untuk menjalani digital detox juga penting agar mereka memahami kebutuhan kita untuk jeda sementara dari dunia digital.

Digital detox bukan hanya tentang menjauh dari media sosial; ini adalah langkah untuk mengembalikan kendali atas perhatian dan waktu kita. Sama seperti olahraga atau pola makan sehat, digital detox adalah bagian penting dari gaya hidup yang mendukung kesejahteraan mental. Tidak perlu menunggu sampai kita merasa benar-benar terbebani oleh media sosial untuk mencobanya. Bahkan langkah kecil seperti mengurangi waktu layar setiap hari dapat membawa manfaat besar bagi kesehatan mental kita.

Menjauh dari media sosial mungkin terasa sulit di awal, tetapi dampak positifnya akan terasa seiring waktu. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, mengambil jeda untuk kembali ke dunia nyata adalah cara terbaik untuk menjaga keseimbangan hidup dan kesehatan mental. Jadi, apakah Anda siap untuk mencoba digital detox hari ini?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak