Capeknya Kerja Rumah Tangga Bisa Kalahkan Kerja Kantoran

Hikmawan Firdaus | Akrima Amalia
Capeknya Kerja Rumah Tangga Bisa Kalahkan Kerja Kantoran
Ilustrasi mencuci perkakas dapur (Unsplash/Documerica)

Pernah dengar kalimat, "Enak ya, cuma di rumah aja"? Untuk sebagian orang, kalimat itu terdengar biasa. Akan tetapi, untuk mereka yang setiap hari bergulat dengan pekerjaan rumah tangga, ucapan itu bisa menjadi cukup menohok. Karena faktanya, pekerjaan rumah tangga bukan sekadar "aktivitas ringan", melainkan kerja sungguhan yang melelahkan. Bedanya hanya satu: tidak ada gaji, tidak ada cuti, dan sering kali tidak ada apresiasi.

Sering dianggap "bukan kerja"

Ilustrasi rebahan (Unsplash/Ethan)
Ilustrasi rebahan (Unsplash/Ethan)

Masih banyak orang yang menganggap pekerjaan rumah tangga sebagai sesuatu yang ringan, bahkan tidak pantas disebut "kerja". Kalimat seperti "cuma di rumah aja" atau "kan nggak ngantor" sering kali terdengar. Padahal, di balik rumah yang rapi, makanan yang terhidang, dan cucian yang selalu bersih, ada kerja panjang yang melelahkan.

Kalau dipikir-pikir, aneh juga. Seorang karyawan yang bekerja 8 jam sehari dianggap produktif, sementara seorang ibu rumah tangga atau siapa pun yang mengurus rumah bisa bekerja 12–16 jam sehari justru sering dianggap "nganggur". Padahal jelas, keduanya sama-sama mengeluarkan tenaga, pikiran, bahkan emosi.

Rutinitas tanpa henti

Ilustrasi mengurus bayi (Unsplash/TrungNhanTran)
Ilustrasi mengurus bayi (Unsplash/TrungNhanTran)

Coba bayangkan alur sehari penuh pekerjaan rumah tangga. Pagi hari harus menyiapkan sarapan, menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, menjemur, dan beberes. Siang harus kembali memasak, menyiapkan makan siang, lalu lanjut menyetrika pakaian atau merapikan rumah. Sore hari, rumah harus kembali dibersihkan karena sudah kotor lagi. Malam, dapur harus dirapikan, piring dicuci, dan rumah dipastikan siap untuk esok hari.

Dan itu semua terjadi setiap hari. Tidak ada hari libur nasional, tidak ada cuti tahunan, apalagi bonus akhir tahun. Kalau ada anak kecil, level kesibukan otomatis meningkat. Menemani belajar, menjaga saat bermain, bahkan menemani tidur. Rasanya seperti kerja shift ganda yang tidak pernah selesai.

Lebih berat dari kerja kantoran?

Ilustrasi pekerja kantoran (Unsplash/Flipsnack)
Ilustrasi pekerja kantoran (Unsplash/Flipsnack)

Kalau mau dibandingkan, pekerjaan rumah tangga justru bisa lebih berat daripada kerja kantoran. Bedanya, pekerjaan kantor biasanya punya batas waktu jelas: jam 8 sampai jam 5 sore, atau sesuai aturan perusahaan. Sementara pekerjaan rumah tangga? Jam kerjanya dari subuh hingga larut malam.

Kerja kantoran juga punya "target" yang biasanya bisa diukur: laporan selesai, presentasi beres, proyek tuntas. Sedangkan pekerjaan rumah tangga targetnya nggak pernah selesai. Baru saja mengepel lantai, sebentar kemudian sudah ada noda baru. Baru saja beres cuci piring, tiba-tiba ada piring kotor lagi. Lingkaran setan yang tidak ada ujungnya.

Capeknya jelas terasa. Bedanya, kalau kerja kantoran capeknya dihargai dengan gaji, sedangkan pekerjaan rumah tangga sering dianggap "kodrat" atau "tugas biasa" yang tidak perlu dihargai.

Nilai ekonomi yang besar

Ilustrasi uang (Unsplash/ AlexanderMils)
Ilustrasi uang (Unsplash/ AlexanderMils)

Banyak penelitian sebenarnya sudah menegaskan bahwa pekerjaan domestik punya nilai ekonomi tinggi. Misalnya, kalau seluruh pekerjaan rumah tangga dihitung dengan standar upah minimum untuk jasa yang serupa (misalnya: asisten rumah tangga, baby sitter, juru masak, tukang cuci, dan sebagainya), nilainya bisa jutaan bahkan puluhan juta per bulan.

Contoh sederhana:

  • Jasa ART per bulan: Rp2–3 juta.
  • Jasa pengasuh anak: Rp2–4 juta.
  • Jasa laundry: Rp500 ribu–Rp1 juta.
  • Jasa catering harian: Rp2–3 juta.

Kalau dijumlahkan, total nilai "kerja domestik" bisa lebih besar daripada gaji banyak pekerja kantoran. Jadi, wajar saja kalau ada kampanye global yang menyerukan agar pekerjaan rumah tangga diakui sebagai unpaid labor alias kerja tidak dibayar, tapi sangat penting.

Dampak psikologis

Ilustrasi gerakan yoga (Unsplash/ CarlBarcelo)
Ilustrasi gerakan yoga (Unsplash/ CarlBarcelo)

Hal yang sering luput dibicarakan adalah dampak psikologis dari pekerjaan rumah tangga. Karena sering diremehkan, banyak orang yang menjalani rutinitas ini merasa tidak dihargai. Mereka bekerja keras seharian, tetapi tidak mendapat apresiasi. Rasa lelah akhirnya bercampur dengan rasa minder, bahkan stres.

Padahal apresiasi tidak harus berupa uang. Bisa dimulai dari hal kecil, seperti mengucapkan terima kasih, memberikan waktu istirahat, atau berbagi tugas rumah agar tidak hanya dibebankan pada satu orang saja.

Perlu pembagian yang adil

Ilustrasi memasak bersama (Unsplash/JasonBriscoe)
Ilustrasi memasak bersama (Unsplash/JasonBriscoe)

Di era sekarang, seharusnya kita bisa lebih adil dalam membagi pekerjaan rumah tangga. Tidak lagi menaruh beban hanya pada perempuan atau ibu rumah tangga, tapi menjadikannya sebagai tanggung jawab bersama.

Kalau semua anggota keluarga ikut turun tangan, beban kerja bisa jauh lebih ringan. Selain itu, hubungan dalam keluarga juga jadi lebih sehat. Anak-anak pun bisa belajar mandiri sejak dini, misalnya dengan membereskan mainan sendiri atau membantu hal-hal kecil sesuai usianya.

Menghargai dengan sederhana

Ilustrasi bersama anaknya di dapur (Unsplash/VitalyGariev)
Ilustrasi bersama anaknya di dapur (Unsplash/VitalyGariev)

Menghargai pekerjaan rumah tangga sebenarnya tidak sulit. Mulailah dengan mengakui bahwa itu adalah kerja sungguhan. Berhenti menggunakan kalimat merendahkan seperti "cuma di rumah aja". Karena tidak ada kata "cuma" dalam pekerjaan yang menopang kehidupan sehari-hari.

Kita juga bisa lebih peka. Kalau lihat seseorang sudah seharian sibuk beberes rumah, tawarkan bantuan atau biarkan mereka istirahat sebentar. Ucapan sederhana seperti, "Makasih ya, rumah jadi nyaman banget", bisa memberi energi luar biasa.

Pekerjaan rumah tangga bukanlah pekerjaan kecil. Ia adalah kerja panjang, melelahkan, dan berharga. Tanpa itu, tidak ada kenyamanan, tidak ada keteraturan, bahkan tidak ada kehidupan sehari-hari yang berjalan normal.

Jadi, sebelum meremehkan atau menganggap enteng pekerjaan domestik, cobalah sehari saja mengerjakannya. Kemungkinan besar, pandangan kita akan berubah. Karena pekerjaan rumah tangga memang kerja sungguhan: sama beratnya dengan kerja kantoran, hanya saja tanpa gaji dan tanpa libur.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?