Ada yang aneh saat mencermati Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang dikeluarkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dalam surat edaran tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) tersebut disampaikan tentang ketentuan kenaikan kelas.
Ketentuan kenaikan kelas menurut surat edaran tersebut harus memperhatikan tiga hal. Pertama, ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran.
Kedua, ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio, nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya.
Ketiga, ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Untuk ketentuan yang pertama memang masuk akal. Alasannya jelas. Pengumpulan siswa pada masa sekarang memang sangat rawan. Risiko penyebaran corona masih besar. Pengumpulan siswa secara klasikal memang berpotensi menyebarkan corona di sekolah. Karenanya asesmen jarak jauh logis dilaksanakan.
Masalahnya asesmen tersebut kurang sesuai dengan beberapa prinsip penilaian dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Perlu untuk diketahui, menurut Pasal 5 Permendikbud ini, penilaian harus memperhatikan beberapa kriteria. Pertama, sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
Kedua, objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
Ketiga, adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
Keempat, terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Kelima, terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan diketahui pihak yang berkepentingan.
Keenam, menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik.
Ketujuh, sistematis, berarti penilaian dilakukan terencana dan bertahap mengikuti langkah baku.
Kedelapan, beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Kesembilan, akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan dari segi mekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya.
Pada satu sisi, asesmen jarak jauh memang dapat bersifat objektif seperti dalam prinsip kedua di atas. Artinya asesmen didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
Pada sisi lain asesmen sendiri memang merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Dengan demikian itu sesuai dengan prinsip keempat di atas.
Meskipun begitu, asesmen jarak jauh sulit dipertanggung jawabkan. Alasanya, dalam asesmen tersebut, guru kesulitan dalam pengawasan pengerjaan soal yang dilakukan siswa. Sangat tidak mungkin juga guru mengawasi satu demi satu siswanya.
Karena kurang pengawasan maka asesmen jarak jauh berpeluang menimbulkan kecurangan. Bisa jadi siswa mengerjakan soal dengan dibantu orang lain. Bisa juga siswa membuka buku paket atau buku catatan dalam menjawab soal yang diberikan. Jika ini terjadi maka hasil asesmen sulit dipertanggung jawabkan.
Karena hasil asesmen sulit dipertanggung jawabkan maka prinsip keenam dalam penilaian di atas juga sulit tercapai. Artinya hasil asesmen jarak jauh kurang tepat dipergunakan untuk menilai perkembangan kemampuan peserta didik. Alasannya data hasil penilaian bukan mencerminkan kemampuan yang diukur.
Berdasarkan semua alasan tersebut, dapat disimpulkan meskipun asesmen jarak jauh dapat meminimalisir penyebaran corona, secara prinsip kurang tepat untuk mengukur keberhasilan pendidikan.
Keberhasilan pendidikan lebih tepat jika ditentukan data-data atau bukti dari proses pembelajaran yang dijalani siswa. Bukti tersebut dapat dilihat dari hasil portofolio dan penugasan harian. Ini lebih mencerminkan proses pendidikan nyata dari pada asesmen jarak jauh yang hanya mengukur hasil.
Lebih dari itu, esensi pendidikan sebenarnya juga pada proses bukan pada hasil. Secara tegas hal ini telah disampaikan dalam konsep pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Demikian definisi menurut Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dari definisi di atas jelas pendidikan itu proses. Karenanya sangat tepat jika kenaikan kelas juga didasarkan pada proses pendidikan yang dilalui siswa. Sesuai surat edaran nomor 4 tahun 2020 ini, cara paling tepat mengukur proses tersebut dengan portofolio dan penugasan harian dan bukan dengan tes daring atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya.
Oleh: Ilham Wahyu Hidayat / Guru SMP Negeri 11 Malang