Strategi Investasi Saham di Tengah Pandemi Covid-19

Tri Apriyani | dio graha putra pangestu
Strategi Investasi Saham di Tengah Pandemi Covid-19
Ilustrasi saham (unsplash)

Akhir-akhir ini, dunia disibukkan dengan upaya memerangi  Covid-19. Di Indonesia, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini. Efeknya, perekonomian menurun tak terkecuali pasar modal yang lesu.

Di tengah situasi yang tidak menentu akibat Covid-19 ini, ternyata ada secercah harapan untuk menuai cuan bagi yang jeli akan kesempatan, kesempatan tersebut ada di pasar modal, dikarenakan pasar modal yang sedang lesu, ada kesempatan untuk memiliki saham dengan harga “diskon”, tentu harus didahului dengan analisis fundamental serta analisis dampak Covid-19 terhadap perusahaan.

Jadi tidak ada salahnya jika Anda memiliki uang “dingin” dan bingung mau investasi kemana, saham patut dipertimbangkan. Berdasarkan sejarah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tahun pasca krisis memang menghasilkan return lebih tinggi dibanding tahun-tahun biasa ketika tidak terjadi krisis.

Sebagai contoh, pada krisis tahun 1997-1998, IHSG yang pada tahun tersebut bernilai 398,04, di tahun berikutnya naik menjadi 676,92 atau meningkat sekitar 70 persen. Kemudian, meskipun ditahun 2000 IHSG kembali turun 38 persen, tetapi di tahun-tahun berikutnya, IHSG secara konsisten mengalami kenaikan.

Contoh berikutnya, ditahun 2008 ketika terjadi krisis subprime mortgage di Amerika, meskipun Indonesia tidak terlalu terdampak secara ekonomi, tetapi IHSG rontok hingga 50 persen, ditahun berikutnya, IHSG kembali bangkit dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 86 persen.

Saat ini IHSG cukup tertekan dari nilai tertingginya diawal tahun 2018 sebesar 6.689 dan hingga hari terakhir sebelum libur bursa (Rabu, 20 Mei 2020) menjadi 4.545 atau secara dari all time high sudah turun 32 persen. Kemudian jika dihitung sejak awal tahun sudah turun 27,6 persen, meskipun IHSG di akhir mei ini bukan nilai yang terdalam, tapi saya rasa belum terlalu terlambat mulai.

Menurut saya, selain karena memang Covid-19 ini memberi dampak negatif secara perekonomian khususnya perusahaan-perusahaan yang listing dibursa, penurunan IHSG juga disebabkan karena investor lebih ingin untuk memegang uang tunai dalam situasi seperti ini, atau mengalihkan uangnya ke instrumen yang lebih aman seperti emas dan dollar sehingga bursa saham kelebihan supply yang mengakibatkan IHSG anjlok

Ini merupakan peluang bagi yang akan mengkoleksi saham, namun sekali lagi pertimbangkan saham yang ingin Anda beli, karena Covid-19 ini memberi dampak bervariasi terhadap berbagai sektor bisnis, dari yang paling parah hingga paling ringan. (Disclaimer: artikel ini hanya merupakan ulasan, bukan berlaku sebagai saran, keputusan jual beli saham tetap ada pada anda)

Berikut adalah strategi berinvestasi di tengah pandemi Covid-19:

Periksa Keuangan Anda, Pastikan Memiliki Uang "Dingin"

Uang dingin adalah uang yang kita simpan dan aman untuk tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tidak semua uang tabungan yang kita simpan di bank itu “dingin”, tetapi uang “dingin” sudah pasti uang tabungan.

Contoh uang tabungan tapi bukan uang “dingin” adalah dana darurat, dana pendidikan, dana pernikahan, dana usaha, dan dana lain yang memang sudah diposkan serta apabila hilang akan mengganggu peruntukannya di masa mendatang.

Lalu bagaimana kita mengetahui uang yang kita miliki adalah uang “dingin”? Menurut saya, uang “dingin” adalah uang yang memang betul-betul belum ada peruntukannya serta Anda yakin tidak akan menggunakannya dalam jangka waktu minimal 3 tahun.

Misalkan Anda baru lulus kuliah dan sudah bekerja, pos-pos tabungan Anda yang kira-kira akan terpakai dalam jangka waktu kurang dari 3-5 tahun sudah terpenuhi seperti dana darurat dan dana pernikahan, selanjutnya karena setiap bulan kamu mengatur pengeluaranmu dengan baik, akhirnya Anda punya tabungan. Uang tabungan itulah yang disebut uang “dingin”.

Pada kondisi krisis seperti saat ini, uang dingin merupakan suatu keharusan jika ingin investasi, apabila saat pandemi ini Anda mengira akan menggunakan uang dingin anda, lebih baik urungkan niatnya untuk investasi.

Cara Mulai Berinvestasi Saham

Setelah memastikan Anda memiliki uang “dingin”, sekarang bagaimana cara membelanjakannya untuk beli saham? Anda bisa mulai mencari-cari informasi mengenai perusahaan sekuritas, perusahaan sekuritas adalah perusahaan yang akan menghubungkan transaksi Anda dengan bursa efek untuk membeli saham.

Ada berbagai perusahaan sekuritas yang ada di Indonesia yang bisa Anda cari tahu, yang jelas perhatikan biaya jual atau beli sahamnya, karena berbeda perusahaan sekuritas akan berbeda fee jual belinya. Selain itu, perhatikan juga aplikasinya, apakah Anda nyaman dengan aplikasinya.

Setelah Anda merasa yakin dengan perusahaan sekuritas pilihan anda, selanjutnya Anda bisa ikuti prosedur yang sudah ditetapkan untuk mendaftar.

Apabila Anda sudah mendaftar di perusahaan sekuritas Anda juga otomatis akan memiliki Rekening Dana Investasi (RDI). RDI berguna untuk menampung uang Anda sebelum membeli atau setelah menjual saham.

Rasio-Rasio Keuangan

Ketika semua sudah siap, Anda sudah dapat membeli saham di bursa melalui aplikasi sekuritas. Tetapi sebelum membeli sebaiknya Anda memiliki ilmu dasar dalam memilih saham berupa rasio-rasio keuangan. Terdapat banyak rasio dalam menganalisis fundamental perusahaan, tetapi ketika baru memulai, sebaiknya Anda pahami empat rasio berikut.

1. PBV atau Price to Book Value

Rasio ini menentukan seberapa mahal harga sahamnya, jadi harga yang kamu lihat itu adalah harga yang terbentuk oleh pasar karena faktor supply and demand.

Sedangkan perusahaan juga memiliki harga buku perlembar yang berasal dari modal perusahaan terkini dibagi jumlah saham beredar, nilai PBV didapat dari harga saham dibagi BVPS (Book Value Per Share).

Semakin tinggi PBV semakin mahal, tetapi tidak selamanya itu jelek, karena biasanya perusahaan yang memiliki performa bagus dihargai lebih tinggi dari harga bukunya, oleh sebab itu kita perlu perhatikan rasio keuangan lainnya.

2. PER (Price Earning Ratio)

Rasio yang menunjukan seberapa menghasilkannya saham yang kamu miliki, misalkan kamu beli saham A harganya 1.000 rupiah perlembar, dalam setahun dalam 1 lembar saham menghasilkan keuntungan (Earning Per Share) 100 rupiah, maka PERnya 10 kali.

Semakin kecil PER semakin bagus karena akan semakin cepat balik modalnya, PER ini juga akan menentukan seberapa besar dividen yang kamu dapat lho, tetapi kebijakan membagi dividen tetap pada Rapat Umum Pemegang Saham.

3. ROE (Return On Equiy)

Rasio yang mengindikasikan seberapa produktif perusahaan kamu, biasanya tersaji dalam persentase, mengindikasikan persentase laba bersih dibanding modal yang dimiliki, semakin tinggi semakin bagus, misalnya ada perusahaan dengan ROE 20 persen, artinya dengan modal yang ia miliki, mampu menghasilkan laba bersih sebesar 20 persen dari modalnya.

4. DER (Debt to Equity Ratio)

Rasio yang menunjukan seberapa aman perusahaan tersebut dari ancaman kebangkrutan, DER diatas 1 menunjukan proporsi hutangnya yang lebih banyak dibanding modalnya. Hutang yang tinggi memiliki konsekuensi berupa beban bunga yang lebih tinggi serta kewajiban untuk membayar hutang pokok apapun kondisi perusahaannya.

Semakin kecil DER semakin bagus, namun ada perusahaan yang memang dari karakteristik bisnisnya memiliki hutang tinggi seperti perusahaan perbankan, untuk mencari yang terbaik bandingkan satu perusahaan dengan perusahaan perbankan lain.

Untuk menambah wawasan berinvestasi saham, jangan hanya bergantung dari empat rasio yang disebutkan di atas, pelajari juga rasio-rasio lain, kemudian coba Anda pelajari laporan keuangannya serta aktif menambah pengetahuan melalui internet atau buku-buku terkait investasi pasar modal yang sudah tersedia banyak ditoko buku.

Investasi di Tengah Pandemi, Ada Potensi Keuntungan Lebih Besar Dari Kondisi Normal!

Saat pandemi atau krisis, bursa efek biasanya anjlok, dan inilah yang terjadi saat ini. Seperti yang sudah disampaikan pada bagian awal artikel ini, IHSG yang dari nilai tertinggi di 6.689 kini masih berada dibawah 5.000, kondisi ini terjadi karena aktivitas jual yang lebih besar dibanding aktivitas beli, sehingga bursa kelebihan penawaran yang mengakibatkan IHSG turun.

Hal itu biasa terjadi saat krisis karena investor memilih untuk mengalihkan uangnya ke bentuk yang lebih aman seperti emas dan dollar, kelak ketika kondisi sudah membaik, investor biasanya akan kembali ke pasar modal yang ditandai dengan naiknya kembali IHSG.

Sehingga bukan berarti perusahaannya sudah pasti jelek dan akan bangkrut ketika krisis, walaupun tidak menampik kemungkinan tersebut. Oleh karena itu, meskipun ada potensi keuntungan besar saat krisis, potensi rugi besar juga bisa terjadi jika kita salah membeli saham, prinsip high risk high return tetap berlaku.

Perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi cenderung lebih aman saat krisis daripada yang kurang likuid. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya, yaitu hutang. Di poin berikutnya, ada indeks yang memuat saham-saham dengan likuiditas terbaik.

Krisis juga berdampak secara berbeda antar satu perusahaan dengan perusahaan lain, tergantung sektor bisnisnya, sektor yang paling terdampak menurut saya adalah sektor pariwisata, bisa hotel, maskapai, taksi, dan lain-lain. kemudian sektor yang paling aman menurut saya adalah sektor consumer goods karena saat krisis orang tetap memerlukan barang-barang kebutuhan rumah tangga. Tetapi, itu bukan saran, hanya pandangan dari saya, keputusan membeli tetap ada pada Anda.

Pelajari Saham Dalam Indeks LQ45

Setelah memahami rasio-rasio keuangan, ternyata bursa efek memiliki “wadah” yang memuat saham-saham dengan ciri tertentu, yang biasa disebut indeks, salah satu indeks yang terkenal adalah indeks LQ45. Indeks LQ45 berisi 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi serta kapitalisasi pasar yang baik.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Jadi bukan sembarang perusahaan yang bisa masuk LQ45, dari 600 lebih saham hanya dipilih 45 yang terbaik serta akan dievaluasi secara berkala.

Jadi untuk tahap awal, lebih baik mulai screening saham yang masuk LQ45 menggunakan rasio-rasio keuangan yang sudah disebutkan sebelumnya. Lebih lanjut, untuk melihat indeks LQ45 dan indeks-indeks lain, kamu bisa mengunjungi situs resmi BEI di https://www.idx.co.id/data-pasar/data-saham/indeks-saham/.

Indeks High Dividen 20 Bagi Anda Yang Mengincar Passive Income

Jika Anda tertarik dengan passive income berupa dividen, BEI punya satu indeks lagi yaitu indeks high dividen 20 dengan kode IDXHIDIV20. Saham-saham yang masuk kedalam indeks ini adalah saham-saham yang rutin membagikan dividen setidaknya selama 3 tahun terakhir, serta kriteria tambahannya adalah likuiditas dan kapitalisasi pasar yang baik.

Bagi Anda yang berniat mengoleksi saham untuk mengincar dividennya, kamu bisa melihat di situs resmi BEI di https://www.idx.co.id/data-pasar/data-saham/indeks-saham/.

Untuk melihat seluruh saham yang masuk dalam indeks tersebut. Apalagi saat ini banyak saham-saham dibursa yang sedang diskon, maka tentu saja saham yang masuk IDXHIDIV20 memiliki PER yang lebih kecil dari situasi normal, tentu perhatikan juga fundamentalnya ya, sejauh mana perusahaan pilihan Anda terdampak pandemi ini, karena bisa jadi karena terdampak, saat Anda membeli tahun ini perusahaan tersebut tidak membagi dividen karena ingin menjaga likuiditas.

Investasi, Bukan Trading

Sesuai judul, artikel ini memberikan guidance bagi Anda yang ingin berinvestasi, tetapi jika Anda ingin trading, maka artikel ini tidak cocok buat anda, karena strategi berinvestasi dan trading di pasar modal jauh berbeda, walaupun komoditasnya sama, yaitu saham. Jika Anda ingin berinvestasi, maka bangun mindset seorang investor dalam diri Anda.

Ketika Anda membeli saham, berarti Anda memiliki sebagian kecil perusahaan yang Anda beli, sehingga apapun keuntungan dan risiko yang akan perusahaan tersebut hadapi, akan berdampak juga terhadap anda. maka perhatikan kinerjanya secara berkala melalui laporan keuangan, perhatikan juga manajemennya, serta perhatikan situasi-situasi ekonomi nasional maupun internasional yang relevan dengan perusahaan yang Anda miliki sahamnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak