Belakangan ini, kata-kata ‘new normal’ ramai diperbincangkan di berbagai media sosial dengan berbagai pro dan kontranya pula. Tak jarang rakyat mengeluhkan ketidaksiapannya dalam menghadapi new normal yang terkesan diterapkan dengan buru-buru. Persiapan penerapan new normal sendiri akan dilakukan oleh empat provinsi terlebih dahulu yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo (KOMPAS, 2020).
Provinsi Jawa Barat sendiri berencana untuk memulai penerapan new normal pada 1 Juni 2020. Hal tersebut diketahui dari pernyataan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang menganggap Jawa Barat siap memasuki new normal karena dinilai sudah mampu mengendalikan Covid-19.
Padahal, Jawa Barat adalah provinsi ketiga dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di Indonesia. Meski nampak yakin dengan kesiapan Jawa Barat untuk menerapkan new normal, justru terbit Surat Keputusan Gubernur Jabar Nomor 443/Kep.287-Hukham/2020 yang menyatakan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jawa Barat diperpanjang (detikNews, 2020).
Hal ini tentunya membingungkan dan berpotensi membuat masyarakat tak acuh dengan kebijakan yang terkesan labil. Sebagaimana pada penerapan PSBB saja, tak jarang masyarakat tidak patuh karena sanksi yang masih belum jelas pula.
Seperti menurut Blanchard, Ridwan Kamil sebagai seorang pemimpin berarti ia harus menguasai cara mempengaruhi dan membujuk orang-orang dibawah pimpinannya untuk suatu tuntutan yang dalam hal ini adalah kebijakan yang telah ditetapkan.
Untuk mengubah pola pikir masyarakat agar patuh dan mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan, perlu terlebih dahulu membangun kepercayaan dari masyarakat itu sendiri. Tanpa kepercayaan masyarakat terhadap penggagas perubahan tersebut, dalam hal ini pemerintahan Ridwan Kamil, maka dapat memunculkan resistensi dari masyarakat terhadap perubahan yang diharapkan.
Sayangnya, pernyataan yang tidak tegas dan terkesan labil dari pemerintah membuat kepercayaan dari masyarakat sulit terwujud. Belum habis ramainya perbincangan mengenai penerapan new normal Jawa Barat yang direncanakan pada 1 Juni, sudah muncul lagi imbauan bahwa PSBB diperpanjang hingga 4 Juni untuk Wilayah Bodebek dan 12 Juni untuk Wilayah Jawa Barat luar Bodebek.
Hal ini menimbulkan pertanyaan dari masyarakat bagaimana wacana penerapan new normal yang telah diimbau kepada masyarakat dan pernyataan bahwa Jawa Barat sudah mampu mengendalikan Covid-19.
Ternyata, dilansir dari detikNews.com, Ridwan Kamil menyatakan bahwa penerapan new normal atau yang ia sebut juga sebagai Adaptasi Kehidupan Baru (AKB) di Jawa Barat tetap dijalankan di sekitar 60% wilayah Jawa Barat yang termasuk Zona Biru, sedangkan sekitar 40% wilayah Jawa Barat yang termasuk Zona Kuning melanjutkan PSBB sesuai Surat Keputusan yang dikeluarkan. Maka, akan terdapat Kabupaten/Kota yang mulai menerapkan new normal sedangkan Kabupaten/Kota lainnya yang masih melanjutkan PSBB.
Dilansir dari kumparanNEWS, 15 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang mulai menerapkan new normal adalah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Pangandaran, Purwakarta, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, dan Kota Tasikmalaya.
Lalu, 12 Kabupaten/Kota yang masih harus menerapkan PSBB adalah Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Cimahi, dan Kota Depok.
Hal ini tentunya membutuhkan sosialisasi dari pemerintah dan kepatuhan masyarakat yang lebih besar. Sekat yang membedakan satu wilayah dengan wilayah lainnya yang menerapkan kebijakan berbeda perlu diperjelas dan sanksi bagi pelanggar perlu dipertegas.
Pemerintahan Jawa Barat harus mampu bersikap tegas kepada masyarakat yang tidak mematuhi kebijakan yang diterapkan di wilayahnya. Masyarakat pun harus patuh baik kepada prosedur new normal yang ditetapkan jika wilayahnya menerapkan new normal dan patuh kepada penerapan PSBB jika wilayahnya menerapkan PSBB. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat harus dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan yang terkesan tumpang tindih dan membingungkan masyarakat ini sangat berpeluang terhadap terjadinya berbagai pelanggaran oleh masyarakat. Maka, Ridwan Kamil beserta jajarannya harus memaksimalkan penerapan kebijakan yang telah diputuskan agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Pemerintah dan masyarakat pun harus bersinergi agar penerapan kebijakan efektif dalam mencapai tujuan bersama, yaitu memutus rantai penyebaran Covid-19 dan selesainya masa pandemi ini.