Bank Indonesia hingga saat ini terus memantau perkembangan kondisi ekonomi global dan domestik untuk penentuan kebijakan pada tahun mendatang. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Oktober 2020 memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) pada posisi 4 persen. Hal tersebut tampaknya akan berlangsung hingga akhir tahun 2020, mengingat tren inflasi yang terus melandai.
"Dengan inflasi yang sangat rendah dan pertumbuhan ekonomi yang memang perlu didorong, kami melihat tentu ada ruang penurunan suku bunga," ujar Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual di Jakarta, Selasa, 27 Oktober 2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, seperti yang disampaikan pada RDG bulan ini, pertimbangan utama bank sentral tahan suku bunga acuan adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dikarenakan adanya ketidakpastian di pasar keuangan, baik global maupun domestik.
Perry juga menyatakan komitmennya bahwa Bank Indonesia akan terus membantu perkembangan aktivitas ekonomi yang mulai membaik pada triwulan III 2020. Hal tersebut menjadi bagian dari RDG bulanan yang digelar oleh Bank Indonesia.
Selain itu, Perry meyakini bahwa penurunan suku bunga bukan sebagai satu-satunya solusi yang ditempuh oleh bank sentral. Dalam kondisi pandemi, kebijakan yang paling efektif adalah melalui jalur kuantitas (quantitative easing), salah satunya yaitu dengan cara mempercepat realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Tercatat hingga 9 Oktober, BI sudah menyalurkan likuiditas ke perbankan mencapai Rp. 667,6 triliun. Angka ini mengalami kenaikan dari posisi bulan September 2020 sekitar Rp 662,1 triliun.
Perry mengatakan, bahwa BI telah berpartisipasi dalam pendanaan APBN 2020 dan hal tersebut menjadi jalur kuantitatif yang ditempuh BI sebagai komitmen. BI juga memastikan likuiditas di perbankan sangat berlebih sehingga tidak ada masalah dalam upaya penyaluran kredit.
Untuk upaya pemulihan ekonomi kedepan, Perry memastikan bahwa Bank Indonesia akan tetap memberikan kebijakan longgar yang terus diperkuat dengan 6 langkah. 6 langkah tersebut meliputi yang pertama yaitu dengan melanjutkan stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Kedua, yaitu dengan melanjutkan ekspansi injeksi likuiditas ke pasar keuangan dan perbankan.
Ketiga, yaitu upaya BI dalam melanjutkan komitmen pendanaan APBN tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana. Keempat, yaitu dengan cara memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran GWM rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit sampai 30 Juni 2021.
Kelima, yaitu dengan memberikan jasa giro terhadap bank yang memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah. Dan yang keenam yaitu dengan melanjutkan perluasan akseptasi QRIS untuk percepatan pemulihan ekonomi dan keuangan digital khususnya UMKM.
Oleh: Elly Zamilatul Mila / Mahasiswa SI Pendidikan Ekonomi / Universitas Negeri Jakarta