Kebijakan Bank Indonesia dalam Upaya Stabilitas Rupiah di Masa Pandemi

Goutama
Kebijakan Bank Indonesia dalam Upaya Stabilitas Rupiah di Masa Pandemi
Ilustrasi uang rupiah (pixabay/Mohamad Trilaksono)

Saat ini dunia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang mulai menyebar pada awal tahun 2020. Dampaknya bukan hanya di beberapa negara, namun seluruh negara mengalami dampak akibat Covid-19. Berbagai aspek kehidupan terganggu karena munculnya pandemi ini, salah satu yang terkena dampak besar adalah aspek ekonomi.

Banyak negara-negara besar mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang membuat stabilitas ekonomi di berbagai negara terdampak, termasuk Indonesia. Adanya pandemi Covid-19 mengakibatkan perekonomian di Indonesia bisa dibilang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Saat ini, perekonomian Indonesia sedang terancam resesi akibat penurunan Produk Domestik Bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa Ekonomi Indonesia sampai kuartal ketiga masih mengalami tekanan parah. Ini dapat dilihat dari ekonomi pada kuartal ketiga yang diprediksi berada di zona negatif. Kementerian Keuangan memproyeksikan ekonomi pada kuartal ketiga-2020 dalam kisaran -1% hingga -2,9%.

Namun, kontraksi ini jauh lebih baik daripada kuartal kedua tahun 2020 yang minus 5,32%. Dia menekankan bahwa perbaikan juga terlihat dari pengeluaran pemerintah pada kuartal ketiga tahun 2020 meningkat untuk bantuan sosial dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam kerangka kerja program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Langkah ini tentu saja mengurangi kontraksi dalam konsumsi rumah tangga yang menunjukkan perbaikan.

Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan pandemi Covid-19 tersebar luas telah membawa tingkat pertukaran rupiah untuk eskalasi tekanan tinggi. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin merosot pada level Rp14.687 per dolar Amerika. Untuk kelemahan ini, Bank Indonesia (BI) menyiapkan berbagai upaya untuk menstabilkan sehingga rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, melemahnya nilai tukar tidak hanya terjadi dalam rupiah, di mana mata uang negara lain telah melemah karena investor telah memberikan risiko atau menjual mata uang mereka. Beliau juga mengatakan bahwa Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Singapura, sampai Thailand juga mengalami pelemahan. Pelemahan itu yang kemudian meningkatkan outflow lebih tinggi sehingga rupiah ikut naik.

Namun, lanjut Perry, jika melihat melemahnya rupiah secara year to date dolar Singapura dan negara-negara lain, mata uang Indonesia lebih rendah penurunannya. Terutama di tengah-tengah virus korona yang meluas yang saat ini menyebar ke Korea Selatan, Italia, Iran ke Jepang.

Bank Indonesia (BI) terus mempertahankan nilai tukar rupiah untuk tetap stabil. Bahkan, itu dapat menguat di tengah-tengah wabah virus Corona atau Covid-19. Beberapa cara dilakukan oleh BI dan telah membuat Rupiah menjadi Rp14.600 per dolar Amerika. Dari mulai menggunakan cadangan devisa untuk menarik kepercayaan investor. Oleh karena itu, BI mengeluarkan cara-cara untuk menjaga stabilitas rupiah.

Pertama, Gunakan Cadangan Devisa hingga 7 Miliar dolar Amerika. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada Maret 2020 hingga mencapai 121 miliar dolar Amerika. Di mana ada penurunan 9,4 miliar dolar Amerika. Penurunan itu disebabkan oleh keberadaan cadangan devisa yang dikeluarkan sebesar 7 miliar rupiah untuk menstabilkan rupiah.

Sementara itu, 2,4 miliar dolar Amerika  untuk membayar utang pemerintah. "Kami menggunakan 7 miliar dolar Amerika ini untuk memasok mata uang asing di pasar, terutama pada minggu kedua dan ketiga," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Kedua, BI Dapat Dolar AS dari The Fed hingga 60 Miliar dolar Amerika. Bank Indonesia (BI) melakukan perjanjian terbaru dengan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yaitu Federal Reserve (The Fed). BI dapat memperoleh Repurchase Agreement Line (REPO Line) dari The Fed dengan total 60 miliar dolar Amerika.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa ini akan menjadi kerjasama dalam penyediaan likuiditas mata uang. Cadangan devisa Indonesia dapat dibantu oleh ini. "Lini repo ini adalah kolaborasi. (Jika) BI membutuhkan likuiditas dolar, ini dapat digunakan," katanya.

Ketiga, Membanjiri Kebijakan untuk Memitigasi Dampak Covid-19. Campuran kebijakan BI yang diambil dalam memitigasi dampak Covid-19 adalah sebagai berikut:

  • Mengurangi tingkat kebijakan BI7DDR berjumlah 25 bps
  • Meningkatkan intensitas intervensi triple di pasar spot, DNDF dan pembelian SBN di pasar sekunder.
  • Mengurangi Giro Wajib Minimum (GWM) dari bank komersial yang nyaman dari aslinya dari 8% hingga 4%.
  • Perpanjang tenor repositori SBN dan lelang setiap hari untuk memperkuat likuidasi rupee dan meningkatkan frekuensi lelang pertukaran FX setiap hari untuk memastikan kecukupan likuiditas.
  • Perluas jenis transaksi DNDF yang mendasari sehingga Anda dapat mendorong cakupan untuk properti Rupiah di Indonesia.
  • Kurangi Rupiah GWM 50 untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor impor, pembiayaan ke UMKM dan / atau sektor prioritas lainnya.
  • Longgarkan ketentuan Rasio Intermediasi Macroprudential (RIM).
  • Memberikan uang higienis, mengurangi biaya SKNBI, penentuan QRIS 0% MDR untuk pedagang mikro-bisnis, dan mendukung distribusi dana Nontunai untuk program pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BNPT, program kartu, program Kartu pintar premon dan Indonesia.

Keempat, BI Siap Beli Surat Utang Pemerintah Senilai dolar Amerika4,3 Miliar. Bank Indonesia akan melakukan intervensi pasar dengan surat utang bernama US DOLAR (AS) sebesar dolar Amerika4,3 miliar.

Publikasi global ini dilakukan dalam tiga bentuk nilai global, yaitu Ri1030 Series of State Nilai (SBN), RI 1050 dan RI 0470. Gubernur Bank Indonesia mengatakan, setelah publikasi ini, partainya akan segera memasuki pasar dengan membeli bonus pemerintah di pasar pembuka dalam keadaan abnormal.

Kondisi ini terjadi ketika tingkat bunga kinerja terlalu tinggi atau jika pasar tidak bisa lagi menyerap. "Jika kapasitas pasar tidak cukup, misalnya, suku bunga telah meroket, dalam konteks ini, maka BI diizinkan dalam pembentukan pembelian pembelian dari pasar pertama," katanya.

Kelima, Mensinergikan kebijakan Moneter dan Fiskal. Sinergi kebijakan moneter dan fiskal telah diambil untuk memitigasi dampak Covid-19 dan mengurangi kepanikan pasar keuangan global.

Dalam hal kebijakan moneter, bank sentral di dunia menurunkan suku bunga, injeksi likuiditas dan langkah-langkah untuk mengurangi beban sektor ekonomi dan keuangan. Dalam hal kebijakan fiskal, beberapa langkah diambil melalui stimulus fiskal, antara lain: meningkatkan anggaran kesehatan, relaksasi pajak dan bantuan sosial.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak