Hubungan Multilateral Kerajaan Sriwijaya Abad ke 7-8 Masehi

Tri Apriyani | Gilang Harits M
Hubungan Multilateral Kerajaan Sriwijaya Abad ke 7-8 Masehi
Peta jalur pelayaran di Asia dan Asia Tenggara abad 7 Masehi

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang hasil perekonomiannya diperoleh melalui kegiatan perdagangan. Selain itu Kerajaan Sriwijaya juga mempunyai letak geografis yang sangat strategis. Letak Sriwijaya yang strategis inilah yang kemudian menyebabkan Sriwijaya sering dilalui oleh para pedagang asing pada abad ke 7. Dari adanya perdagangan dengan bangsa asing inilah kemudian yang menyebabkan Sriwijaya memiliki hubungan multilateral dengan bangsa-bangsa asing seperti Cina dan Arab.

Dikutip dari artikel historia.id berjudul “Sriwijaya dalam Perdagangan Dunia” oleh Risa Herdanita Putri, diketahui bahwa Nusantara telah terhubung dengan perdagangan secara internasional sejak awal masehi. Buktinya berupa sisa-sisa kompleks dari abad ke 3 Masehi.

Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7 telah menjadi pusat perdagangan yang ramai. Pusat kerajaan Sriwijaya selalu dilalui oleh kapal-kapal yang berlayar dari Cina menuju India dan sebaliknya. Kapal-kapal yang melintas tersebut kemudian melewati wilayah pulau Belitung yang kemudian singgah di pusat Kerajaan Sriwijiya. Bagi Sriwijaya, pulau Bangka mempunyai peranan yang sangat penting.

Selain Bangsa India dan Cina, Bangsa Arab juga diketahui melakukan hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya. Dinasti umayah dari Arab diketahui melakukan kerja sama dengan Sriwijaya pada abad ke 8 Masehi.

Perdagangan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan di Nusantara yang mempunyai peranan sangat kuat dalam aspek kemaritiman. Letak Kerajaan Sriwijaya menurut berita Cina yaitu terletak di Sungai Musi Palembang, Sumatra Selatan (Sholeh, 2017 : 66).

Selat Malaka merupakan pintu bagi para pedagang India menuju ke Nusantara dan bagi para pedagang Cina menuju Selat Bangka (Sholeh, Sari, Berliani, 2019 : 27). Selat Malaka dan Selat Bangka merupakan wilayah perairan yang sangat sangat sering dilalui pada abad ke 7 Masehi.

Dengan ramainya para pedagang yang melewati Selat Malaka menuju ke Selat Bangka, menyebabkan Selat Bangka merupakan wilayah yang strategis bagi Sriwijaya.

Selain Selat Malaka, Selat Bangka dan Selat Karimata merupakan wilayah yang memiliki peranan penting bagi Sriwijaya. Hal ini dikarenakan kedua jalur tersebut ramai dilalui oleh para pedagang yang bertujuan ke Cina maupun sebaliknya (Sholeh, Sari, Berliani, 2019 : 28-29).

Jalur perdagangan Sriwijaya yang sangat ramai tersebut, terus mengalami perkembangan, dan menjadi wilayah yang penting. Para pedagang dari bangsa Cina dan India lebih memilih menggunakan jalur perdagangan maritime dalam melakukan perdagangannya.

Rute jalur perdagangan yang dilalui oleh mereka yaitu Cina-Laut Cina Selatan-Selat Malaka-Bandar dagang Sriwijaya-India-Oman-dan Arab begitu pun sebaliknya (Sholeh, 2017 : 67) dan mereka memilih untuk singgah di Sriwijaya.

Hubungan Sriwijaya dengan Dinasti Tang

Pada abad ke7 Masehi diketahui bahwa Sriwijaya telah melakukan transaksi pedagangan ekspor-impor dengan Cina. Sriwijaya melakukan ekspor barang-barang komoditinya berupa gading gajah, kemenyan, buah-buahan, gula putih, cincin kristal, kapur barus, karang, cula badak, bumbu-bumbu, dan beberapa jenis obat -obatan (Sholeh, 2017 : 74).

Kejayaan Sriwijaya berlangsung pada saat Cina diduduki oleh kekuasaan Dinasti Tang. Sehingga diketahui bahwa pada tahun 683-740 Masehi Sriwijaya telah melakukan hubungan kerja sama dengan Dinasti Tang dari Cina. Hubungan baik antara Sriwijaya dan kekaisaran Cina  ini merupakan strategi yang baik bagi Sriwijaya dalam mempertahan wilayahnya di Selat Malaka.

Kerja sama yang dilakukan oleh Sriwijaya dengan Dinasti Tang diawali dengan Sriwijaya dan Dinasti Tang yang saling mengirimkan utusan dan mengirimkan upeti.

Menurut kitab sejarah Dinasti Tang menyebutkan bahwa Sriwijaya telah mengirimkan utusan mereka ke Dinasti Tang pada tahun 607- 673 Masehi yang kemudian disusul oleh Dinasti Tang yang juga mengirimkan utusannya ke Sriwijaya pada tahun 683 Masehi. Peristiwa tersebut yang kemudian diduga menjadi awal hubungan resmi diantara kedua kerejaan besar ini (Saputra, Hasan : 64).

Pada tahun 695 Masehi (saat Sriwijaya dibawah kepemimpinan Raja Sri Jayasana Dapunta Hyang ) Sriwijaya membalas kunjungan para utusan Dinasti Tang dengan membawa upeti yang merupakan tanda bukti persahabatan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Dinasti Tang.

Kemudian setelah itu, Dinasti Tang membalas kiriman upeti dari Sriwijaya tersebut berupa hadiah yang mana hadiah tersebut berupa sutra, perhiasan, serta porselen yang indah (Saputra, Hasan : 64).

Salah satu alasan Sriwijaya mengirimkan upeti kepada kekaisaran Dinasti Tang sebagai butki tanda persahabatan dan  Sriwijaya berharap agar Kekaisaran Dinasti Tang tidak membuka langsung perdagangan dari wilayah Asia Tenggara, sehingga menyebabkan kapal-kapal yang berlayar dari Cina dapat singgah di bandar-bandar milik Sriwijaya (Saputra, Hasan : 64).

Cara ini dapat dikatakan selain menjalin hubungan persahabatan dengan Dinasti Tang, Sriwijaya juga melakukan strategi perdagangan dan mempertahankan wilayah perairannya yang strategis di Asia Tenggara.

Hubungan Sriwijaya dengan Dinasti Umayyah

Pada abad ke 8 Masehi pada saat Dinasti Umayyah dibawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Sriwijaya diketahui telah menjalin hubungan dengan Dinasti Umayyah. Hubungan antara Sriwijaya dengan Dinasti Umayyah ditandai dengan saling mengirimkannya surat diantara Sriwijaya dan Dinasti Umayyah.

Dalam cacatatan tersebut berisikan bahwa Sriwijaya mengajukan permintaan kepada pemerintah Dinasti Umayyah  bahwa Sriwijaya meminta kepada penguasa Dinasti Umayyah agar Sriwijaya dikirimkan seorang ulama sebagai penasehat raja Sriwijaya (Wandiyo, Suryani, Sholeh, 2020 : 165).       

Dari adanya pengiriman surat tersebut dapat dikatakan bahwa Sriwijaya dengan Dinasti Umayyah mempunyai hubungan baik. Hubungan yang dilakukan antara Sriwijaya dengan Dinasti Umayyah  juga dapat dikatakan toleran karena Sriwijaya merupakan Kerajaan yang memeluk agama Buddha tersebesar di Asia Tenggara pada masa itu dan Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan yang beragama Islam dengan pusatnya di Mekah dan Madinah.

Hubungan kerja sama internasional antara Sriwijaya dengan Dinasti Umayyah  juga tak luput dari kerja sama perdagangan. Para pedagang Arab yang mendagangkan dagangannya di Sriwijaya mereka singgah di Sriwijaya. Baik para pedagang Arab maupun Sriwijaya, mereka memperdagangkan barang-barang komoditas masing-masing.

Komoditas yang dijual oleh Sriwijaya kepada para pedagang Arab pada saat itu ialah kapur barus, kemenyan, damar, kayu gaharu dan cendana.

Sedangkan untuk para pedagang Arab yang memperdagangankan barang dagang komoditas mereka yang mereka bawa langsung dari Arab meliputi perhiasan, minyak wangi, pedang, serta benda-benda khas Arab lainnya (Wandiyo, Suryani, Sholeh, 2020 : 167).

Daftar Pustaka

  • Berkah, Ahmad. 2020. Aktivitas Perdagangan Dan Perkembangan Islam Pada Masa Sriwijaya.Vol, 20(1). Hlm : 49-50
  • Putri, Risa Herdahita. 5 November 2019. “ Sriwijaya dalam Perdagangan Dunia”. https://historia.id/kuno/articles/sriwijaya-dalam-perdagangan-dunia-DEnEj. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2020
  • Saputra, Alan. Hasan, Yunani. kerja sama Kerajaan Sriwijaya Dengan Dinasti Tang Tahun 683-740 M. Hlm : 62-66
  • Sholeh, Kabib. 2017. Jalur Pelayaran Dan Perdagangan Sriwijaya Pada Abad Ke- 7 Masehi. Vol, 22(2). Hlm : 63-74
  • Sholeh, Kabib., Sari, Widya Novita., Berliani, Lisa. 2019. Jalur Perdagangan Kuno Di Selat Bangka Sebagai Letak Strategis Berkembangnya Kekuasaan Maritim Sriwijaya Abad VII-VIII Masehi. Vol, 1(1), Hlm : 27-30
  • Wandiyo., Suryani, Ida., Sholeh, Kabib. 2020. Nilai-Nilai Dialektika Hubungan Sriwijaya Dengan Dinasti Umayah (Abad VIII Masehi). Vol, 9(2). Hlm : 162-167

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak