Film The Last Samurai ini dirilis pada tahun 2003 dengan berlatar belakangkan tentang sejarah restorasi Meiji, lebih jelasnya Film yang sama-sama mengangkat budaya Jepang kuno yang menceritakan perjalanan sejarah Samurai Jepang. Di film ini dijelaskan bagaimana kebudayaan Jepang (Samurai) dan kebudayaan Barat (modernisasi).
Film ini mengambil latar belakang Jepang tahun 1876-1877 di bawah kepemimpinan Kaisar Meiji, di mana diterimanya budaya baru dari Amerika untuk membuat tatanan baru di Jepang. Akan tetapi tidak semuanya berjalan lancar dan damai. Banyak rakyat jepang menolak kebijakan baru tersebut.
Hal tersebut memicu terjadinya peperangan antar saudara di tanah Jepang sendiri, perang tersebut terlibat tantara bentukan negara barat (rakyat jepang) yang dilatih untuk menggunakan senjata untuk melawan rakyat jepang (samurai) yang dianggap pemberontak. Lalu setelah peperangan tersebut terjadi kekalahan oleh pihak tantara baru karena belum bisa menguasai teknologi baru (modernisasi).
Samurai dianggap sebagai pemberontak atau pihak yang merugikan dan harus di hilangkan, padahal Samurai merupakan kebudayaan Jepang. Lalu perubahan pun banyak terjadi dalam sistem pemerintahan dan pertahanan Jepang. Pembentukan sistem keamanan seperti polisi dengan senjata api digunakan untuk melawan Samurai dan di tugaskan menghilangkan budaya membawa pedang. Sehingga banyak terjadi perlawanan dan perjuangan bagi pihak Samurai yang mempertahankan kebudayaannya yang terancam hilang.
Di samping itu Kekasiaran Meiji kurang tegas dalam mengambil tindakan, terlalu mengambil perubahan modernisasi dlalam merubah tatanan baru di jepang sehingga lupa akan kebudayaaannya. Di film tersebut juga terjadi peperangan terakhir dimana pihak tantara jepang modern melawan rakyat Jepang (samurai) hingga titik darah penghabisan.
Seluruh Samurai turun ke medan perang melawan kebijakan kekaisaran. Timbulah perang besar-besaran, pihak Samurai kalah telak melawan senjata api. Tersisalah beberapa samurai dengan memabwa kebudayaannya sebagai Samurai. Saat setelah perang semua merasakan kehilangan, karena hampir hilangnya kebudayaannya sebagai Samurai itu.
Saat itu dipanggilnya pejuang samurai oleh kekaisaran dan berhasil di sadarkan betapa banyaknya yang dikorbankan,termasuk keluarga saudara hingga budaya sendiri. Kekaisaran Meiji merasa salah dalam mengambil tindakan yang dianggap terbaik untuk Jepang. Akhirnya diputuskannya hubungan Amerika oleh kaisar Jepang.
Pihak Amerika pun mau tidak mau harus meninggalkan Jepang karena merasa diusir oleh kekaisaran. Akan tetapi meski sudah tidak memiliki hubungan, Kekaisaran Jepang merasa Jepang sudah cukup maju dan terus mengembangkan apa yang telah diajarkan oleh bangsa barat tetapi juga tidak melupakan kebudayaan sebagai Samurai.
Georg Wilhelm Friedrich Hegel beranggapan bahwa objek-objek yang tampaknya independen yang dipikirkan dalam pemikiran sebearnya tidak independen, tetapi hanya aspek-aspek asing dari satu pikiran yang akhirnya harus diubah menjadi keseluruhan( Suyahmo. 2007).
Menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (penyetujuan), antitesis (bertolak belakang) dan sintesis (penyempurnaan). Dari pemikiran Hegel tersebut penulis dapat menjabarkan beberapa filsafat dan filosofi yang terkandung di dalam film The Last Samurai.
Implementasi penggunaan teori filsafat tentang Dialektika dari filsuf Georg Wilhelm Friedrich Hegel dalam film The last Samurai sebagai berikut:
Tesis: masuknya budaya barat yang dipelopori oleh kekaisaran Meiji secara besar-besaran hingga menggeser budaya Jepang ( jati diri Jepang seorang Samurai ). Di dalam filmnya dapat di awali dengan diadakannya Kerjasama oleh pihak Amerika yang menawarkan tentang bantuan Kerjasama teknologi modern untuk di gunakan di Jepang. Saat itu juga disetujui oleh kekasisaran Meiji tersebut.
Lalu penerimaan tersebut di gambarkan saat perwakilan dari Amerika untuk membantu/ memperkenalkan senjata modernn dan melatih pasukan Jepang. Karena sebelumnya tantara Jepang belum pernah memegang senjata modern seperti senjata api maupun Meriam tetapi masih menggunakan pedang karena kebudayaan mereka sebagai Samurai. Lalu terbentuklah pasukan perang bersenjata api dan dipersiapkan untuk menyerang musuhnya. Disini pasukannya sangatlah belum siap dalam memegang senjata maupun melakukan perang model baru.
Antithesis: pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat Jepang (sebagai Samurai) terhadap kebijakan kekaisaran Meiji. Dalam film ini digambarkan bagaimana tidak diterimanya kebijakan baru oleh Sebagian masyarakat jepang sebagai samurai.
Oleh karena itulah muncul perang awal di mana tantara perang jepang yang dilatih oleh Amerika digunakan untuk melawan rakyatnya sendiri yang menentang kebijakan kekaisaran. Karena menurut para Samurai kebijakan baru ini seperti melepas kebudayaan sendiri dan digantikan kebudayaan lain yang sangat berbeda. Tetapi di mata kekasiaran dan Amerika mereka (Samurai) dianggap sebagai pemberontak modernisasi yang harus dihapus.
Sintetis: penerimaan budaya barat dan tidak melepas budaya jepang itu sendiri. Maksud ini digambarkan paling menonjol pada saat terakhir pada film. Saat itu kekaisaran Meiji dianggap kurang tegas dan selalu menerima pendapat orang lain. Sehingga banyak peristiwa peperangan antar saudara terjadi hingga hampir menghapuskan kebudayaan (Samurai) karena lebih mengutamakan modernisasi dan melupakan budayanya.
Di saat terakhir di film tersebut tergambarkan seseorang Samurai terakhir yang hidup setelah perang membawakan pedang kepada kekaisaran. Dan mengingatkan akan budayanya yang hampir hilang. Lalu Kaisar Meiji pun tersadar akan kebijakannya yang salah dalam mengambil langkah.
Dari sini kebudayaan Jepang (Samurai) tidak dihapuskan dan kebudayaan baru dari barat (modernisasi) pun juga diterima dan dijalankan. Meski sudah tidak memiliki hubungan, Kekaisaran Jepang merasa Jepang sudah cukup maju dan terus mengembangkan apa yang telah diajarkan oleh bangsa barat tetapi juga tidak melupakan kebudayaan sebagai Samurai.