Sabtu (27/11/21), sebuah kerusuhan terjadi di Serbia antara polisi dengan pengunjuk rasa anti-pemerintah yang menghadang jalan dan jembatan di Balkan. Demonstrasi ini terkait dengan kebijakan baru Serbia yang berpotensi merusak lingkungan.
Dilansir dari The Washington Post, ratusan warga secara serentak mendatangi ibukota Belgrade, sebelah utara Kota Novi dan beberapa lokasi lain untuk melakukan blokade jalan dan jembatan. Mereka menyebutnya sebagai “blokade peringatan.” Para demonstran berjanji akan melakukan aksi protes lebih lanjut bila kebijakan tersebut tak dibatalkan.
Petugas kepolisian mencegah sekumpulan pengunjuk rasa mencapai jembatan yang berujung pada kerusuhan ketika helikopter terbang di atas mereka. Para demonstran kemudian berbaris memutar dan berhasil melumpuhkan lalu lintas di jembatan Belgrade dan beberapa jalan utama. Beberapa orang ditangkap atas kejadian ini karena perbuatan ilegal memblokade jembatan.
Kebijakan yang diprotes hingga berujung kerusuhan ini adalah Undang-Undang Referendum dan Undang-Undang Pengambilalihan Lahan (Referendum Law & Expropriation Law) yang bertujuan menarik investasi asing. Kedua kebijakan ini akan mengizinkan negara mengambil alih lahan milik pribadi untuk kepentingan umum. Kebijakan ini tentu saja mengundang banyak kontra dari masyarakat, karena undang-undang tersebut justru akan memuluskan proyek pertambangan oleh perusahaan asing tak ramah lingkungan. Argumen inilah yang dibawa oleh para pengunjuk rasa sebagai aksi protesnya.
Salah satu perusahaan yang sudah disebut-sebut adalah Rio Tinto, di mana telah berupaya memulai proyek tambang litium di Serbia Barat. Dalam sebuah akun media digital di Instagram, @kritiki menyatakan bahwa sejak akhir 2020, tekanan telah diberikan pada perusahaan tersebut untuk menghentikan proyek yang berdampak buruk pada lingkungan, di samping mendorong pemerintah Serbia meregulasi standar lingkungan yang ketat.
Riwayat buruk perusahaan Rio Tinto menjadi alasan yang kuat untuk para aktivis percayai bahwa perusahaan ini tak ramah lingkungan. Mongabay, dalam salah satu artikelnya menyebutkan bahwa di Madagaskar, sumber air yang berdekatan dengan site Rio Tinto memiliki tingkat kandungan uranium 52 dan 40 kali melebihi standar keamanan WHO.
Baru-baru ini, isu lingkungan menjadi perhatian publik ketika aktivis lokal menuduh pemerintah populis tengah mengizinkan perusakan lingkungan demi keuntungan semata. Para ahli sudah memperingatkan bahwa tambang lithium yang direncanakan tersebut akan merusak lahan pertanian dan mencemari air.
Otoritas Serbia sendiri membantah tuduhan ini dan mengatakan bahwa undang-undang ini diperlukan untuk proyek infrastruktur. Aleksandar Vucic, presiden otokratik Serbia mengatakan, referendum akan diselenggarakan di tambang Rio Tinto.
Masalah lama Serbia tentang lingkungan dikhawatirkan akan semakin parah dengan adanya kebijakan ini. Polusi udara, air, dan manajemen limbah yang buruk adalah beberapa di antaranya. Serbia sendiri merupakan kandidat negara anggota Uni Eropa, tetapi kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan di negaranya sangatlah kecil.
Protes ini bertepatan dengan konvensi partai populis Vucic, Partai Progresif Serbia di mana para pendukungnya diangkut ke ibukota dan berkumpul sebagai bentuk dukungan atas kebijakannya.
Meskipun ia memang secara resmi mencari keanggotaan Uni Eropa, Vucic menolak untuk menyelaraskan kebijakan luar negerinya dengan blok 27-negara. Akan tetapi, Vucic justru memperkuat hubungan Balkan dengan Rusia dan Cina.