Sepak bola menjadi salah satu olahraga terbesar dan terkenal di dunia. Olahraga ini tentu tidak mengenal segelintir kalangan saja yang menyukainya, tetapi seluruh kalangan tentu sangat menyukai olahraga terkenal nomor satu di dunia ini. Bahkan, ketika adanya pertandingan sepak bola tentu masyarakat mulai berbondong-bondong menuju ke tempat pertandingan sepak bola, seperti lapangan maupun stadion.
Pertandingan sepak bola juga bukan hanya menghandalkan pada pemain bolanya saja, tetapi masyarakat sebagai supporter tentu ikut serta untuk memeriahkan pertandingan berdasarkan dari tim yang mereka dukung. Akan tetapi, pertandingan yang besar dan kompetitif justru tidak luput dengan suatu hal yang memilukan yaitu kerusuhan.
Kejadian seperti itu kerap dialami oleh berbagai kalangan supporter, khususnya bagi mereka yang mengalami kekecewaan atas tim yang mereka dukung. Kekecewaan dari mereka tentu sebagian mereka merasa resah dan tidak terima. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kerusuhan. Peristiwa seperti ini kemudian timbul kembali seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang berada di Malang, Jawa Timur. Hal ini yang kemudian menimbulkan sebuah tragedi yang membuat masyarakat berduka atas kejadian tersebut.
Kronologi Tragedi Pertandingan Sepak Bola di Kanjuruhan
Masyarakat berbela sungkawa atas peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 silam. Peristiwa ini berupa kerusuhan yang terjadi pada laga pertandingan antara Arema Malang dengan Persebaya Surabaya. Bahkan, laga ini dianggap sebagai Derbi Super Jawa Timur, di mana laga ini dikenal juga sebagai laga rival Arema vs Persebaya pada Liga 1 Indonesia. Jika dilihat bahwa kronologis yang terjadi menjadi sebuah perdebatan karena ada berbagai versi yang berbeda.
Dilihat dari sisi kepolisian bahwa peristiwa ini diawali dengan supporter Arema Malang atau dikenal dengan Aremania mulai melakukan serangan terhadap pemain bola dari Arema beserta aparat keamanan yang telah bersiap siaga untuk melakukan penjagaan.
Akan tetapi, banyaknya massa supporter yang mulai masuk dan menerobos ke lapangan tentu membuat oknum polisi diarahkan untuk melakukan penembakan gas air mata ke arah penonton dan menimbulkan banyak penonton mulai sesak dan kehabisan napas hingga mengakibatkan meninggal dunia. Ditambah lagi dengan penonton yang ingin keluar dari stadion untuk menyelamatkan diri juga secara berdesak-desakan hingga banyak di antara mereka mengalami terinjak.
Akan tetapi, terdapat versi yang berbeda juga, salah satunya yaitu versi dari Komnas HAM, di mana menurut mereka bahwa Aremania tidak melakukan penyerangan, melainkan ingin memberikan dukungan semangat kepada pemain bola Arema.
Bahkan, mereka rela ingin turun ke lapangan untuk menyapa secara langsung kepada tim dukungan mereka bukan hanya memberikan dukungan semangat saja, tetapi menyampaikan kritik dan masukan bagi para pemain bola asal Malang tersebut. Hingga pada akhirnya, insiden seperti ini mulai terjadi, di mana banyak korban yang meninggal dunia dan terluka akibat serangan balasan yang dilontarkan oleh beberapa oknum polisi tersebut.
Akibat dari Tragedi yang Telah Terjadi
Insiden seperti ini mengakibatkan ratusan penonton menjadi korban meninggal dunia akibat kehabisan napas dan terinjak dari kejadian tersebut. Menurut laporan terkini, sekitar 132 orang yang telah dinyatakan meninggal dunia, kemudian diikuti dengan ratusan orang yang mengalami luka-luka. Sebagian besar di antara mereka yang menjadi korban merupakan anak-anak yang berumur di bawah 30 tahun.
Kemudian, terdapat juga sekitar 2 personel polisi yang tewas di tempat kejadian akibat adanya kerusuhan tersebut yaitu Briptu Fajar Yoyok Pujiono dan Bripka Andik Purwanto. Namun, masih terdapat beberapa juga korban yang tengah mendapatkan perawatan intensif dari beberapa rumah sakit terdekat, khususnya di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang. Akibat dari peristiwa tersebut dijadikan sebagai tragedi olahraga sepak bola mengerikan kedua di dunia dalam garis sejarah.
Selain itu, kejadian seperti ini berimbas pada kepolisian dan panitia pelaksana acara yang berada di Kawasan Stadion Kanjuruhan, Malang. Upaya mereka untuk melakukan penghalauan dan penjagaan demi keamanan kemudian berubah menjadi kericuhan akibat ulah dari beberapa oknum aparat kepolisian yang melakukan penembakan gas air mata ke tribun penonton. Alasannya, aparat kepolisian ingin membubarkan kericuhan yang dilakukan oleh supporter Aremania.
Akibat dari ulah tindakan tersebut, enam orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka melalui pengumuman yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sejak 6 Oktober 2022. Enam orang tersangka tersebut yaitu Akhmad Hadian Lukita selaku Direktur Utama LIB, Abdul Harris sebagai Ketua Panpel Pertandingan, Suko Sutrisni sebagai pimpinan Sekuriti di tempat kejadian, Wahyu SS sebagai Kabag Ops Polres Malang, diikuti dengan inisial H merupakan anggota Brimob Polda Jatim dan BSA sebagai Kasat Samapta Polres Malang.
Tidak lupa juga, dari tragedi tersebut mengakibatkan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat dinonaktifkan oleh Kapolri sejak 3 Oktober 2022 dan digantikan oleh AKBP Putu Kholis Aryana. Kemudian, diikuti juga dengan 9 personel Brimob yang dinonaktifkan juga akibat dari tragedi yang mencekam tersebut.
Tanggung Jawab Besar bagi Jajaran Petinggi Sepak Bola Indonesia
Peristiwa seperti ini tentu berpengaruh bagi Persepakbolaan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan sebagian besar masyarakat di dunia menyampaikan rasa simpati atas tragedi tersebut. Lalu, diikuti dengan Pemerintah Pusat menyampaikan turut berduka cita tas kejadian yang memakan korban jiwa yang sangat banyak.
Masyarakat juga meminta jajaran petinggi sepak bola se-Indonesia, khususnya PSSI untuk bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan yang dianggap merusak nama baik sepak bola di Indonesia. Bahkan, sebagian besar masyarakat juga mendesak Ketua PSSI, M Iriawan untuk mundur dari jabatannya jika tanggung jawab yang dilakukan dianggap tidak membuahkan hasil.
Diikuti juga dengan dibentuknya Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan Malang oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhulkan), Mahfud MD dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainuddin Amali, dimana keduanya memegang sebagai ketua dan wakil ketua tim tersebut. Pembentukan tim ini bertujuan untuk melakukan investigasi dari sebab akibat peristiwa yang mencekam pada beberapa hari yang lalu.
Adapun prediksi terbentuknya tim ini memiliki target penyelesaian kasus dalam dua minggu ke depan. Hingga saat ini, TGIPF tengah melakukan berbagai investigasi, meskipun upaya tersebut juga tetap menimbulkan berbagai kontroversi. Salah satunya seperti perdebatan yang timbul di lingkungan masyarakat mengenai hasil dugaan investigasi yang dikeluarkan oleh tim tersebut.