Isu pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kembali mencuat, diiringi rumor tentang nama-nama calon dan Surat Perintah Presiden (Surpres) yang diajukan ke DPR.
Meskipun demikian, berbagai pihak resmi menyatakan bahwa hingga kini tidak ada surat semacam itu yang diterima DPR. Situasi ini membuat publik mempertanyakan: di mana kepastian, dan mengapa isu serius ini seperti dimainkan dalam panggung drama?
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa DPR belum menerima Surat Perintah Presiden (Surpres) terkait pergantian Kapolri, Jumat (13/9/2025). Pernyataan ini didukung oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetiyo Hadi, yang menegaskan bahwa Istana belum memiliki arahan untuk mengirimkan surat tersebut.
Hal ini diperkuat oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro, yang menegaskan bahwa pembentukan Komisi Reformasi Polri bukan bertujuan untuk mengganti Kapolri, Senin (15/9/2025). Dengan demikian, semua kabar yang beredar saat ini masih sebatas desas-desus.
Bukan Sekadar Isu Elit
Pergantian Kapolri adalah isu krusial yang menyangkut arah penegakan hukum dan kredibilitas institusi. Ketika informasi disampaikan dalam bentuk spekulasi, bukannya kejelasan, yang muncul justru kegaduhan dan ketidakpercayaan. Di tengah simpang siur ini, masyarakat berhak tahu dan menilai, bukan sekadar menebak-nebak.
Tekanan Publik dan Latar Belakang Isu
Pencalonan Kapolri baru mencuat di tengah sorotan publik terhadap berbagai kasus yang melibatkan kepolisian. Salah satu kasus yang paling banyak disorot adalah tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas oleh kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan demonstrasi.
Peristiwa tragis ini memicu kemarahan publik dan gelombang unjuk rasa, yang mendesak Polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas internal mereka.
Lebih dari Sekadar Ganti Orang
Mengganti pimpinan Polri tidak secara otomatis menyelesaikan masalah struktural dalam institusi tersebut. Hal yang dibutuhkan adalah reformasi menyeluruh, termasuk penguatan sistem pengawasan dan akuntabilitas, serta perubahan budaya organisasi yang mengutamakan profesionalisme dan netralitas.
Jika pergantian Kapolri memang diperlukan, prosesnya harus transparan dan berdasarkan evaluasi yang objektif, bukan karena kepentingan politik sesaat. Reformasi sejati tidak boleh dikorbankan demi solusi jangka pendek.
Rakyat Butuh Kepastian, Bukan Drama
Di tengah isu pergantian Kapolri yang menimbulkan kegaduhan, masyarakat Indonesia yang semakin cerdas menuntut kepastian dan transparansi. Isu ini muncul setelah serangkaian insiden yang mengikis kepercayaan publik, seperti tewasnya pengemudi ojek online, memicu desakan reformasi.
Namun, publik juga menyadari bahwa mengganti pimpinan tidak serta-merta menyelesaikan masalah struktural Polri. Reformasi sejati membutuhkan perbaikan sistem pengawasan, akuntabilitas, dan profesionalisme, bukan sekadar pergantian figur. Isu ini bukan hanya soal gosip, melainkan menyentuh kredibilitas pemerintah dan cara aparat menjaga keamanan.
Jika tidak ada rencana mengganti Kapolri, sampaikan saja secara terbuka. Namun, jika memang ada evaluasi, berikan penjelasan transparan: apa alasannya, siapa kandidatnya, dan bagaimana prosesnya? Karena isu ini bukan hanya soal kekuasaan, melainkan soal kepercayaan publik terhadap institusi negara.