Baca 10 detik
- Terseret kasus korupsi kuota haji, Khalid Basalamah mengembalikan dana yang diterimanya kepada KPK dengan skema cicilan, bukan tunai sekaligus.
- Alasan pengembalian bertahap adalah karena aset Khalid Basalamah mayoritas tidak dalam bentuk uang tunai, sehingga ia mengalami keterbatasan likuiditas.
- KPK menegaskan bahwa pengembalian dana (meski dicicil) tidak menghapus tindak pidana korupsi dan proses hukum terhadap Khalid Basalamah akan terus berlanjut.
Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali jadi sorotan publik. Nama Khalid Basalamah terseret dalam aliran dana besar yang disebut-sebut berasal dari manipulasi kuota haji.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa Khalid telah mengembalikan uang yang pernah diterimanya, namun dengan skema cicilan.
Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat, mengingat skandal ini menyangkut dana jumbo dengan nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp1 triliun.
Awal Mula Skandal Kuota Haji
Skandal ini bermula dari penyelidikan KPK mengenai dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penentuan kuota tambahan haji.
Berdasarkan investigasi, terdapat praktik manipulasi yang membuat sebagian kuota dialihkan kepada pihak-pihak tertentu, bukan kepada calon jamaah yang seharusnya mendapat giliran.
Dari hasil penelusuran, aliran dana mencapai sekitar Rp1 triliun terungkap. Uang tersebut diyakini berasal dari praktik jual-beli kuota. Khalid Basalamah, meskipun bukan tokoh utama dalam kasus ini, disebut turut menerima dana hasil dari praktik yang melanggar aturan tersebut.
KPK Ungkap Mekanisme Pengembalian Dana
![Ustaz Khalid Basalamah. [Instagram@khalidbasalamahofficial]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/19/89642-ustaz-khalid-basalamah-instagramatkhalidbasalamahofficial.jpg)
Setelah kasus ini terbuka ke publik, Khalid mengambil langkah dengan mengembalikan uang yang pernah dia terima. Namun, berbeda dengan ekspektasi publik yang berharap pengembalian dilakukan secara penuh sekaligus, Khalid memilih opsi cicilan.
KPK mengonfirmasi hal ini dan menjelaskan bahwa alasan di balik mekanisme bertahap tersebut adalah karena keterbatasan likuiditas Khalid.
Sebagian besar asetnya tidak dalam bentuk uang tunai, sehingga ia tidak sanggup langsung melunasi semua dalam sekali bayar. KPK menegaskan bahwa yang terpenting adalah adanya komitmen dan itikad baik untuk mengembalikan dana ke kas negara.
Pengembalian Tidak Langsung ke Jamaah
Banyak pihak mempertanyakan mengapa dana yang dikembalikan tidak disalurkan langsung kepada jamaah haji yang dirugikan. Menanggapi hal ini, KPK menjelaskan bahwa uang sitaan hasil korupsi harus terlebih dahulu masuk ke kas negara sesuai aturan hukum yang berlaku.
Langkah tersebut bertujuan untuk menjaga kepastian hukum dan menghindari masalah administrasi di kemudian hari. Setelah masuk ke kas negara, barulah pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menyalurkan kembali manfaatnya, termasuk pemulihan kerugian jamaah bila dianggap memungkinkan.
Alasan Khalid Basalamah Hanya Bisa Mencicil
Dari beberapa keterangan yang dihimpun, alasan utama Khalid hanya bisa membayar dengan cara dicicil adalah karena kondisi keuangannya yang tidak memungkinkan. Menurut pengakuannya, aset yang dimiliki sebagian besar berbentuk properti dan investasi lain yang butuh waktu lama untuk dicairkan.
KPK menambahkan, dalam situasi seperti ini, mereka tetap menerima pengembalian dana meski bertahap, selama ada komitmen dan kesepakatan jelas. Dana yang dikembalikan juga langsung masuk ke rekening resmi KPK yang kemudian diproses sebagai bagian dari sitaan negara.
Kritik Publik terhadap Skema Cicilan
Meski ada pengembalian dana, publik tidak serta-merta puas. Banyak kritik dilayangkan terhadap skema cicilan ini. Beberapa pihak menilai bahwa hal tersebut justru memberikan kesan lunak kepada pihak yang terlibat korupsi besar.
Sejumlah aktivis anti-korupsi menyuarakan keprihatinan bahwa jika skema ini dibiarkan, bisa muncul preseden buruk: pelaku korupsi hanya cukup mengembalikan uang secara bertahap untuk mengurangi konsekuensi hukum yang harus ditanggung.
Padahal, menurut hukum pidana, pengembalian uang negara tidak serta-merta menghapus tindak pidana korupsi.
Posisi Hukum Khalid Basalamah
![Ustaz Khalid Basalamah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji di Jakarta, Selasa (9/9/2025). [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/09/54189-ustaz-khalid-basalamah.jpg)
KPK menegaskan bahwa pengembalian dana, baik penuh maupun sebagian, tidak otomatis menghentikan proses hukum. Khalid Basalamah tetap diperiksa sebagai bagian dari penyelidikan lebih lanjut.
Pengembalian dana dicatat sebagai salah satu bentuk itikad baik yang bisa dipertimbangkan dalam persidangan, namun tidak menghapus pertanggungjawaban pidana.
Dengan kata lain, proses hukum akan tetap berjalan, dan penyidik masih mendalami sejauh mana keterlibatannya dalam kasus besar ini.
Uang yang Disita Tidak Dikembalikan Langsung ke Jamaah
Salah satu poin penting yang diungkap KPK adalah soal dana sitaan. Publik bertanya-tanya mengapa uang tersebut tidak dikembalikan langsung ke calon jamaah haji yang dirugikan. KPK menjelaskan, sesuai aturan, semua uang hasil sitaan tindak pidana korupsi harus masuk ke kas negara terlebih dahulu.
Hal ini untuk menghindari tumpang tindih administrasi dan menjaga kepastian hukum. Mekanisme pemulihan hak jamaah bukan wewenang langsung KPK, melainkan pemerintah melalui kebijakan yang sah.
Dimensi Sosial dan Moral
Kasus korupsi kuota haji bukan sekadar soal keuangan, tetapi juga menyangkut nilai moral dan sosial. Ribuan umat Islam yang sudah menunggu bertahun-tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji merasa kecewa dan dirugikan akibat praktik korupsi ini.
Korupsi di sektor haji dianggap lebih sensitif dibanding kasus lain, karena menyangkut ibadah yang sakral. Tidak heran bila reaksi publik sangat keras dan penuh emosi. Mereka menilai tindakan ini bukan hanya merugikan secara material, tetapi juga melukai perasaan jamaah yang telah lama menanti.
Desakan Reformasi Sistem Pengelolaan Haji
Skandal ini memunculkan desakan agar pemerintah memperbaiki sistem pengelolaan haji. Para pengamat hukum dan masyarakat sipil menilai perlunya transparansi lebih besar dalam distribusi kuota haji. Tanpa reformasi menyeluruh, kasus serupa dikhawatirkan akan kembali terjadi.
KPK sendiri mengingatkan bahwa kasus ini bukan hanya soal individu, tetapi juga soal lemahnya sistem yang membuka celah bagi praktik manipulasi. Karena itu, upaya perbaikan tidak bisa hanya berhenti pada proses hukum, melainkan juga perubahan tata kelola.
Publik Menanti Ketegasan
Pada akhirnya, masyarakat menanti ketegasan KPK dalam menuntaskan kasus ini. Skema cicilan yang dipilih Khalid Basalamah memang menunjukkan adanya pengembalian dana, tetapi publik berharap hukuman yang tegas tetap dijatuhkan.
Banyak suara menegaskan bahwa korupsi kuota haji adalah bentuk kejahatan luar biasa, karena merampas hak jamaah yang sudah bertahun-tahun menunggu. Oleh karena itu, penyelesaian hukum tidak boleh setengah-setengah.