Ira Puspadewi, seorang mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, hingga Rabu (26/11/2025) pagi masih menunggu terbitnya surat keputusan (SK) rehabilitasi dari pemerintah yang menjadi dasar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses pembebasannya.
“Pagi ini kami masih menunggu surat keputusan rehabilitasi tersebut, sebagai dasar proses pengeluaran dari Rutan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip dari Suara.com pada Rabu (26/11/2025).
Ira memimpin ASDP selama beberapa tahun, masa di mana perusahaan pelat merah itu memperluas layanan penyeberangan dan pelabuhan.
Namanya kemudian menjadi sorotan ketika terseret dalam perkara dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN), bersama dua pejabat ASDP lain.
Dalam perkembangan terbaru, pemerintah memberikan rehabilitasi kepada Ira dan dua mantan petinggi ASDP lainnya.
Rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi dan dua eks direksi ASDP lain diumumkan sehari sebelumnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pimpinan KPK akan segera memproses pembebasan tiga direksi ASDP yang ditahan, termasuk Ira Puspadewi, setelah menerima surat keputusan rehabilitasi resmi.
Langkah itu diambil setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta kepada Ira dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN).
Di luar proses hukum yang kini menjadi sorotan, Ira Puspadewi dikenal sebagai figur yang cukup lama berkecimpung di lingkungan BUMN. Ia meniti karier di sektor layanan publik dan transportasi, hingga diangkat sebagai Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry pada 2017.
Di bawah kepemimpinannya, ASDP memperluas layanan penyeberangan dan pengembangan kawasan pelabuhan berbasis pariwisata, termasuk beberapa proyek strategis di wilayah timur Indonesia.
Ira juga dikenal aktif dalam berbagai forum pengembangan logistik dan transportasi nasional. Sebelum menjabat di ASDP, ia sempat memegang beberapa posisi strategis di perusahaan pelat merah dan terlibat dalam sejumlah program transformasi layanan publik.
Rekam jejak itu membuatnya dianggap sebagai salah satu pejabat BUMN perempuan yang cukup menonjol sebelum akhirnya terseret kasus korupsi pengadaan dan kerja sama usaha.