Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025 resmi berakhir dengan capaian penting pada edisi dua dekadenya. Film Becoming Human (Polen Ly, 2025) dinobatkan sebagai penerima Golden Hanoman, penghargaan paling bergengsi di perhelatan JAFF, menandai penutup festival yang tidak hanya merayakan pencapaian artistik, tetapi juga menegaskan posisi JAFF sebagai ruang pertemuan, dialog, dan pertumbuhan ekosistem sinema Asia.
Tahun ini, JAFF mencapai lebih dari 30.000 penonton, angka yang terus meningkat dari edisi sebelumnya dan menjadikannya edisi yang terbesar dan monumental seiring dengan usianya yang mencapai dua dekade. “Dua dekade JAFF adalah tentang kebersamaan, perayaan, dan saling percaya. Ke depan, tantangannya justru semakin besar, bagaimana kita memikirkan keberlanjutan ekosistem film di tengah perubahan lanskap media dan digital,” ujar Direktur Festival Ifa Isfansyah.
Ia menekankan bahwa perkembangan platform digital dan perubahan pola konsumsi film menuntut festival untuk terus melakukan peninjauan ulang, tidak hanya pada format pemrograman, tetapi juga pada peran festival dalam menjaga keberlangsungan para pembuat film serta tentu saja pesan penting yang diserukan saat pembukaan festival beberapa hari lalu, tentang urgensi pengarsipan film.
“Kita perlu duduk bersama, berbicara lagi, dan memikirkan ulang kebutuhan pertumbuhan ekosistem film kita di masa depan, khususnya pengarsipan film. Sudah ada teman-teman dari festival internasional yang menghubungi kami untuk mulai mengambil langkah, semoga ini menjadi langkah kecil yang berarti bagi perfilman Indonesia dan bahkan Asia,” tambahnya.
Selama delapan hari penyelenggaraannya, JAFF20 menggelar 47 diskusi, forum & public lecture, dari 227 film yang ditayangkan dari 43 negara, 27 di antaranya adalah world premiere dan 87 adalah Indonesian premiere dengan kehadiran pembuat film, dihadiri oleh lebih dari 100 media dan didukung oleh 78 partners & collaborators.
![Press conference pemenang dan closing JAFF 2025.[ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/07/31736-press-conference-pemenang-dan-closing-jaff-2025ist.jpg)
Sesuai dengan komitmen JAFF untuk mendukung talenta baru dan filmmaker perempuan, tahun ini menayangkan film-film dari 34 sutradara debut dan 63 sutradara perempuan. Direktur Program JAFF, Alexander Matius, menyoroti kuatnya dinamika diskusi dan antusiasme penonton sepanjang festival. “Banyak diskusi yang diadakan, bahkan ada sesi tanya-jawab bersama pembuat film yang berlangsung hingga dini hari dan diikuti oleh hampir seluruh penonton dengan antusias. Ini merupakan pengalaman yang luar biasa dan tidak selalu bisa terjadi,” ungkapnya.
Ke depannya JAFF akan terus berkomitmen untuk terus menjadi festival yang berbasis kerelawanan yang kuat. Keterlibatan generasi muda dalam tim penyelenggara menjadi sinyal positif untuk masa depan festival. “Regenerasi yang sudah berjalan akan terus kami pertahankan dan itu tanda baik untuk keberlanjutan JAFF. Begitu pula komitmen berkelanjutan terhadap festival ramah lingkungan, termasuk pengelolaan limbah sampah yang tahun ini lebih dari 1.500 kg,” ujar Direktur Eksekutif Ajish Dibyo.
Memasuki dekade ketiga, JAFF menegaskan kembali posisinya bukan sekadar sebagai festival pemutaran film, tetapi sebagai ruang diskursus, eksperimen, dan keberlanjutan ekosistem film Asia. Konsistensi, regenerasi, dan keterbukaan pada perubahan menjadi fondasi JAFF untuk menghadapi tantangan sinema di era baru. Terima kasih kepada seluruh penonton, sineas, juri, staf, relawan, media, mitra, dan komunitas film yang telah bersama-sama merayakan dua dekade JAFF.
DAFTAR PEMENANG JOGJA-NETPAC ASIAN FILM FESTIVAL (JAFF) 2025
JURI MAIN COMPETITION: Eric Khoo | Suryana Paramita | Tumpal Tampubolon
MAIN COMPETITION – GOLDEN HANOMAN
BECOMING HUMAN – sutradara POLEN LY
Dengan puisi visual yang liris dan perenungan lembut tentang ingatan, kehilangan, serta ruang-ruang rapuh yang menyimpan kisah-kisah kolektif kita, film ini menjelma menjadi sebuah surat cinta bagi sinema itu sendiri—sebuah wadah kerinduan, transformasi, sekaligus meditasi tentang kehidupan dan kematian. Melalui keanggunan visual dan penceritaan yang sarat resonansi emosional, film ini menghadirkan pengalaman imersif yang membekas lama setelah bingkai terakhir usai. Digarap dengan visi dan kepekaan yang luar biasa, peraih Penghargaan Golden Hanoman dianugerahkan kepada Becoming Human karya Polen Ly.
MAIN COMPETITION – SILVER HANOMAN
A USEFUL GHOST – sutradara RATCHAPOOM BOONBUNCHACHOKE
Dengan perpaduan berani antara humor absurd, kedalaman emosi, dan ketajaman pembacaan sosial, film ini mengolah kisah cinta yang surealis menjadi refleksi kuat tentang ingatan, duka, serta mereka yang kerap dengan mudah dilupakan oleh masyarakat. Melalui visual yang presisi, kelucuan datar (deadpan), dan suara artistik yang khas, film ini bergerak luwes di antara komedi dan tragedi dengan dampak yang membekas. Atas imajinasi, urgensi, dan keberanian visinya yang jernih, Penghargaan Silver Hanoman dianugerahkan kepada A Useful Ghost karya Ratchapoom Boonbunchachoke.
JURY SPECIAL MENTION FOR MAIN COMPETITION
SUNSHINE – sutradara ANTOINETTE JADAONE
Film ini menonjol melalui komitmennya yang tajam dan tanpa kompromi untuk berpihak pada perempuan-perempuan yang kehidupannya dibatasi oleh kontrol negara dan penilaian sosial. Dengan kejernihan dan empati, film ini menyingkap bagaimana kekuatan-kekuatan tersebut membentuk realitas keseharian, sembari tetap memberi ruang bagi para karakternya untuk mempertahankan martabat serta kompleksitas mereka. Sunshine karya Antoinette Jadaone merangkai narasi yang intim sekaligus diam-diam menggugat, menerangi ketangguhan di ruang-ruang di mana kesenyapan kerap diharapkan.
JURI BLENCONG AWARD
Henry Foundation | Khozy Rizal | Mary Pansanga
BLENCONG AWARD
WATER SPORTS – sutradara WHAMMY ALCAZAREN
Dengan visi yang unik, visual yang mencolok, dan penceritaan yang inovatif, film pendek yang berani, jenaka, dan halusinatoris ini bukan hanya memanjakan indra, tetapi juga berhasil membawa kita menyelam ke dalam mimpi buruk yang memabukkan tentang hidup di tengah-tengah kiamat.
JURY SPECIAL MENTION FOR LIGHT OF ASIA
HYENA - sutradara ALTAY ULAN YANG
Sebuah film horor coming-of-age yang disutradarai dan digarap dengan sangat baik, yang memikat kami lewat sinematografi yang memukau, tata mise-en-scène, musik, serta penampilan para aktornya yang kuat, sekaligus menggambarkan kekusutan maskulinitas toksik yang kerap menciptakan siklus kekerasan.
JURI INDONESIAN SCREEN AWARDS
Amir Muhammad | Antoinette Jadaone | Puiyee Leong
BEST FILM
BETTER OFF DEAD/TINGGAL MENINGGAL - sutradara KRISTO IMMANUEL
Sebuah tafsir satir yang sekaligus modern dan primordial tentang cara manusia mencari keterhubungan satu sama lain.
BEST DIRECTOR
KRISTO IMMANUEL - film BETTER OFF DEAD/TINGGAL MENINGGAL
Penyutradaraannya enerjik, menyeimbangkan komedi dengan kepedihan secara mengejutkan, dan tetap menghadirkan kehangatan hati.
BEST SCREENPLAY
KRISTO IMMANUEL & JESSICA TJIU - film BETTER OFF DEAD/TINGGAL MENINGGAL
Karena pendekatannya yang cerdas, segar, dan kontemporer dalam mengangkat ketakutan yang dekat dengan pengalaman kita, disampaikan melalui sikap tak sungkan dan absurditas.
BEST CINEMATOGRAPHY
VERA LESTAFA - film DOPAMINE
Kamera langsung menyeret kita masuk ke dalam suasana paranoia dan bahaya, dan tidak pernah melepaskannya.
BEST PERFORMANCE
OMARA ESTEGHLAL - film BETTER OFF DEAD/TINGGAL MENINGGAL
Tidak sering sebuah penampilan komedi diganjar penghargaan, namun bagaimana mungkin kami menolak sebuah pertunjukan penuh pesona yang begitu memukau?
AFIQA KIRANA
Ia mewujudkan semangat ketangguhan dalam melawan berbagai rintangan sosial yang membatasinya.
BEST EDITING
RYAN PURWOKO - film BETTER OFF DEAD/TINGGAL MENINGGAL
Karena alur yang ceria dan dinamis, yang menciptakan tempo “kekacauan” yang terkendali yang begitu berkesan.
BEST PRODUCTION DESIGN
AHMAD ZULKARNAEN (Production Designer) & WAHYU EFATA (Art Director)
Film IKATAN DARAH
Cara setiap lokasi digarap secara spesifik untuk masing-masing karakter menjadi bagian penting dari bagaimana cerita ini melibatkan dan memikat kita.
BEST MUSIC
ANTO HOED, MELLY GOESLAW - film RANGGA & CINTA
Dengan menjelma sebagai karakter penting tersendiri, musik ilustrasinya menghadirkan jiwa yang menyegarkan bagi kisah tentang masa muda ini.
BEST SOUND DESIGN
Sound Designers: Pramudya Adhy Wardhana, Ridho Fachri, Renaldy Lomo, Alexandrie Dolly
Sound Recordists: Luthfi AG, Iqbal 'Encik' Marekan, Halid Ilham, Ikhsan Nugroho
Film THE PERIOD OF HER
Tanpa terlalu bergantung pada musik, film ini dengan mulus membangun atmosfer dalam mengartikulasikan konflik batin para karakternya.
BEST POSTER
Evan Wijaya (Poster Designer) & Jozz Felix (Poster Photographer)
Film SORE: A WIFE FROM THE FUTURE/SORE: ISTRI DARI MASA DEPAN
Karena kesederhanaannya yang menarik dalam mengomunikasikan tema film.
JURI NETPAC AWARD
Bunga Siagian | Herman Van Eyken | Marissa Anita
NETPAC AWARD
BECOMING HUMAN – sutradara POLEN LY
Dilihat dari perspektif unik seorang arwah, film ini mengajak kita untuk terus mengingat dan tidak pernah menghapus, sebagai cara merefleksikan apa artinya menjadi manusia yang bertahan, melawan, dan tetap hidup.
JURI GEBER AWARD
DENNIS ADISHWARA | IAM MURDA | SISKA RAHARJA
GEBER AWARD
SUNSHINE - sutradara ANTOINETTE JADAONE
Film ini merefleksikan kenyataan pahit tentang stigma dan ketiadaan ruang aman yang memaksa perempuan muda memikul beban besar dalam kesunyian. Namun di tengah kegelapan itu, Sunshine tetap hadir dengan kelembutan dan daya pikat, menolak melodrama sekaligus memberi ruang bagi harapan untuk tumbuh perlahan di setiap lapis penceritaannya. Film ini bergema tidak hanya di Filipina, tetapi juga di Indonesia dan kawasan Asia yang lebih luas, di mana perempuan terus bernegosiasi atas hak-hak mereka di antara tradisi, hukum, dan stigma sosial yang terus bertahan.
JURI STUDENTS AWARD
ANDRIENNE ADELIA | RAMADHANI MEAUTIA IFFA | DIMAS PUTRO UTOMO | JANSSEN EWALDO | FADA RAMADHAN DHIYA
STUDENTS AWARD
WATER SPORTS - sutradara WHAMMY ALCAZAREN
Film ini menonjol berkat semangatnya yang menyenangkan serta cara yang segar dan kreatif dalam membicarakan pemanasan global. Dengan mengubah olahraga air yang sederhana menjadi pesan kesadaran yang jenaka, film ini berbicara langsung kepada generasi masa kini. Film ini menunjukkan bagaimana tindakan-tindakan sehari-hari dapat bertransformasi menjadi makna baru—sebuah cerminan sejati dari tema JAFF, Transfiguration. Film ini mengingatkan kita bahwa menghadapi perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara yang kuat, penuh harapan, dan imajinatif. Atas energi, orisinalitas, dan dampaknya yang jelas, kami menganugerahkan film ini dengan JAFF Student Award.