Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), berhasil menciptakan alat pemantau kualitas air berbasis mikrokontroler dan aplikasi smartphone. Kelima mahasiswa tersebut ialah Muhamad Gibraltar Alam, Atiiqah Dewi Syafitri, Muhammad Dandy Cahya Wibawa, Refina Kartika Putri, dan Yanuar Mufid Hardian dari Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian UB. Kelimanya di bawah bimbingan dosen Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., PhD, PGCert.
Gibraltar selaku ketua tim mengatakan, pembuatan alat ini berangkat dari permasalahan yang ada di masyarakat. Kualitas sumber air untuk kegiatan sehari-hari masyarakat dinilai menurun dari waktu ke waktu.
“Pembuatan alat ini berangkat dari permasalahan yang ada di masyarakat di mana sumber-sumber air yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari, terutama untuk keperluan konsumsi, kualitasnya semakin menurun karena tercemar oleh bahan-bahan berbahaya," ujar Gibraltar.
"Padahal air yang digunakan untuk keperluan konsumsi, memiliki standar berbeda dengan air untuk keperluan budidaya perikanan maupun irigasi pertanian," sambungnya.
Saat ini, pemantauan kualitas air pada badan air dilakukan menggunakan alat berbeda-beda untuk setiap parameter yang diukur. Menurut Gibraltar dan teman-temannya, hal tersebut terkesan menyulitkan pengguna dari segi efisiensi waktu dan tenaga.
Kemudian, pengukuran konsentrasi logam berat pada badan air belum banyak dilakukan. Sebab instrumen yang diperlukan keberadaannya terbatas, membutuhkan biaya yang besar, dan waktu lama untuk pemrosesan data.
Guna mengatasi permasalahan tersebut, Gibraltar dan teman-temannya menciptakan WATCHER (Water Quality Detector with Multiple Parameters). Sebuah inovasi alat pemantau kualitas air pada badan air, yang mampu mengukur empat parameter kualitas air secara langsung.
Pemantauan kualitas air dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Serta memiliki desain yang minimalis dan portabel, sehingga memudahkan pengguna untuk membawanya ke lokasi pemantauan meski berbeda-beda.
“Keempat parameter kualitas air yang dapat diukur oleh alat ini di antaranya adalah pH, suhu, kekeruhan, dan konsentrasi logam berat timbal (Pb). Sensor yang digunakan yaitu sensor pH Meter V1.1, sensor suhu DS18B20, sensor kekeruhan, dan sensor deteksi timbal dihubungkan dengan mikrokontroler Arduino Uno, sehingga data yang diterima dari bagian input akan diolah dan diteruskan ke bagian output,” tutur Refina, salah satu anggota tim.
Data hasil baca sensor dapat dilihat pada LCD yang terpasang pada alat atau bisa dipantau dari jarak jauh melalui mekanisme SMS Gateway maupun aplikasi Blynk yang diunduh di smartphone pengguna.
Untuk mengoperasikan alat ini, pengguna hanya perlu menghubungkannya dengan sumber arus listrik DC. Kemudian, untuk mendapatkan hasil baca sensor secara real-time, pengguna harus mengirimkan pesan “mulai” ke nomor telepon yang digunakan alat, maka data hasil baca sensor akan dikirimkan. Atau cukup dengan membuka aplikasi Blynk yang telah diunduh.
Dengan hadirnya alat ini, diharapkan pemantauan kualitas air oleh masyarakat dapat lebih mudah, cepat, dan efisien. Selain itu, Gibraltar dan teman-temannya berusaha mengembangkan WATCHER agar dapat mengukur lebih banyak parameter kualitas air.
Selain itu, WATCHER kelak diharapkan juga bisa menyesuaikan pemrograman untuk penggunaan pada kolam budidaya perikanan, serta sumber air keperluan pertanian di masa depan.
WATCHER saat ini telah mendapatkan pendanaan riset oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam Program Kreativitas Mahasiswa 2021. Pelaksanaan program ini telah dimulai dari Juni 2021 dan akan berakhir pada September 2021.