Marni mulai menatap hidup yang baru setelah suaminya meninggal dalam kecelakaan yang tragis dua tahun yang lalu. Saat ini Marni bersama kedua anaknya, yaitu Dewi dan Dila. Keduanya masih duduk di bangku sekolah dasar, Dewi duduk di bangku kelas 2 SD, sedangkan Dila duduk dibangku kelas 1 SD.
Marni beserta kedua anaknya tinggal bersama ibunya, Mbok Miah. Marni membantu Mbok Mirah berjualan gado-gado di depan rumah Mbok Miah. Hal ini dia lakukan untuk menghidupi kedua anaknya.
Mbok Miah merasa iba dengan Marni yang masih betah menjanda sejak ditinggal sang suami dua tahun yang lalu. Marni ingin sekali memiliki suami lagi, Marni masih pikir-pikir untuk memilih calon suami yang baru sebagai bapak sambung bagi kedua anaknya.
”Mar, kamu piye to nduk ? mosok kamu betah to jadi janda, lo apa kamu nggak kasihan sama anak-anakmu ? mereka kan juga pingin punya bapak yang baru, wajahmu kan jik ayu (masih cantik) to nduk, kan laki-laki juga banyak yang suka sama kamu”, ujar Mbok Miah.
”Sebenarnya Marni itu yo kepingin punya suami yang baru juga sebagai bapak sambung bagi Dewi dan Dila. Tapi Marni masih pikir-pikir buat nyari suami lagi. Apalagi Marni kan rondo (janda), biasanya jarang ada yang laki-laki mau nek sama rondo (janda), mana wajahku ya biasa-biasa to nggak cantik-cantik amat, Marni jadi minder to Mabok”, ujar Marni.
”Mar, mbok kamu ki dadi wong ojo minderan (jadi orang jangan minder), yang penting kamu punya percaya diri akan dirimu sendiri, sing penting kamu harus berusaha mencari calon suami yang baru sebagai bapak sambung bagi anak-anakmu, masalah cantik atau nggak cantik itu relatif nduk, yang paling penting itu adalah perilaku dan moral”, ujar Mbok Miah.
”Ya doakan Marni Mbok, mugo-mugo (mudah-mudahan) Marni cepat dapat suami yang baru yang baik, yang perhatian sama keluarga, yang santun dan kalem, dan sayang sama anak-anak”, ujar Marni.
”Aamiin, Mar kubis, tahu, tempe, timun, sama lontong sudah kamu potong semuanya ?”, ujar Mbok Miah.
”Nggih Mbok semuanya sudah dipotong”, ujar Marni.
”Yowis, Mbok tak tinggal ke dalem yo, soalnya Mbok masih banyak kerjaan di belakang, nanti kalo ada yang beli gado-gado kamu yang ladeni yo”, ujar Mbok Miah.
”Nggih Mbok”, ujar Marni.
Tak lama berselang, tiba-tiba loper koran datanglah loper koran di depan rumah menjajakan koran.
”Korannya Mbak, beritanya masih baru ayo Mbak dibeli korannya”, ujar loper koran.
”Korannya pinten (berapa harganya) Mas ?”, tanya Marni.
”Harganya 5000 Mbak”, ujar loper koran.
”Saya beli korannya satu aja Mas”, ujar Marni.
”Ini Mbak korannya”, ujar loper koran.
”Ini Mas uangnya”, ujar Marni.
”Matur suwun Mbak, monggo Mbak”, ujar loper koran.
”Nggih monggo Mas”, ujar Marni.
Marni langsung melihat-lihat judul berita yang menarik untuk dibaca. Marni asyik menyimak berita terbaru di koran. Tak sengaja dia melihat iklan di halaman depan koran, iklan cara cepat menjadi cantik berkat susuk bersama Mbah Suryo. Marni memiliki ide untuk memasang susuk di tubuhnya agar memikat lawan jenis, karena Marni minder merasa wajahnya biasa-biasa saja.
”Wah ide bagus ki, aku mau pasang susuk biar aku tampak cantik dan nggak minder biar laki-laki banyak yang klepek-klepek sama aku”, batin Marni.
****
Malam itu, Marni meminta izin kepada Mbok Miah untuk pergi keluar sebentar, Mbok Miah melarang Marni untuk keluar rumah malam-malam, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Dengan dalih pergi ke rumah teman ada urusan mendadak, Marni meyakinkan Mbok Miah untuk mengizinkan Marni pergi ke luar.
”Malam-malam begini kamu mau ke mana nduk ? nggak usah ke luar rumah malam-malam, pamali nek perempuan ke luar rumah malam-malam”, ujar Mbok Miah.
”Tadi Marni dapat SMS dari teman SMA Marni, katanya Marni harus ke rumah teman ku sekarang Mbok, katanya ada urusan mendadak gitu”, ujar Marni
”Yowis, kalo begitu Mbok ijinin kamu pergi ke rumah teman mu, tapi ingat kamu pulangnya jangan sampai tengah malam yo, apalagi kampung ini sepi sekali kalau sudah di atas jam 9 malam, umpama nek kamu ngantuk kamu nginep di rumah teman mu aja”, ujar Mbok Mirah.
”Nggih Mbok, nek ngono (kalau begitu) Marni ke rumah teman dulu ya Mbok, Assalamualaikum”, ujar Marni.
”Waalaikumsalam, hati-hati di jalan nduk”, ujar Mbok Miah.
Marni berhasil membohongi Mbok Miah dengan berkata bahwa dia pergi ke rumah temannya dengan alasan urusan mendadak. Ternyata dia bergegas ke rumah Mbah Suryo, dukun spesialis susuk yang jaraknya tidak begitu jauh sekitar 800 meter. Malam itu malam bulan bertepatan dengan Malam Jumat Kliwon. Terdengar suara lolongan anjing saling bersahutan. Bulu kuduk Marni merinding, namun Marni cuek dan dia terus berjalan menuju rumah Mbah Suryo.
Tibalah Marni di depan rumah Suryo, tanpa berpikir panjang, Marni segera mengetuk pintu rumah Mbah Suryo.
(Tok tok tok)
”Itu siapa yang di luar ? silakan masuk”, ujar Mbah Suryo.
”Maaf Mbah, perkenalkan saya Marni”, ujar Marni.
”Apa keperluanmu datang ke rumah Mbah ?”, tanya Mbah Suryo.
”Jadi ngapunten (mohon maaf) sebelumnya Mbah, saya sudah lama menjanda sejak dua tahun, karena suami meninggal gara-gara kecelakaan, saya punya anak dua, Marni pingin punya suami baru sebagai bapak sambung bagi anak-anak, tapi saya jadi minder Mbah, soalnya saya merasa wajah saya biasa-biasa saja dan penampilan saya juga biasa-biasa saja, kebetulan saya tidak mendapatkan informasi bahwa Mbah Suryo bisa memasang susuk untuk memikat lawan jenis, jadi tujuan saya ke sini mau minta tolong sama Mbah untuk memasangkan saya susuk”, ujar Marni.
”Baiklah, soal susuk serahkan sama Mbah, tapi kamu harus menanggung segala akibatnya di kemudian hari”, ujar Mbah Suryo.
”Nggih Mbah saya siap dengan segala risiko yang saya hadapi”, ujar Marni.
”Kalau begitu kita langsung saja mulai ritual pemasangan susuk, pertama pejamkan matamu dan kosongkan pikiranmu ! ”, ujar Mbah Suryo.
Mbah Suryo membasuh wajah Marni dengan air kembang dan mengusap wajah Marni dengan kembang melati. Mbah Suryo mengucapkan mantra-mantra. Kemudian Mbah Suryo melakukan meditasi selama 30 menit. Setelah 30 menit lamanya, kemudian Mbah Suryo memasukkan jarum susuk ke wajah Marni sembari mengucapkan mantra-mantra.
”Sekarang kamu buka matamu, susuk sudah saya pasangkan di wajahmu, sekarang kamu makanlah ini !”, ujar Mbah Suryo.
”Ini apa Mbah ?”, tanya Marni.
”Ini adalah sesaji untuk persembahan dan ucapan kepada Nyi Mayang Kencono, penunggu susuk yang ada di wajah kamu, sesaji ini berisi bunga melati, bunga kanthil, bunga kamboja, dan bunga mawar”, ujar Mbah Suryo.
Setelah Marni memakan sesaji, Mbah Suryo memberikan pesan kepada terkait pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh Marni.
”Sebelum kamu meninggalkan tempat ini, ada satu pantangan yang tidak boleh kamu lakukan, kamu jangan sekali-kali menyebut nama Nyi Mayang Kencono dimanapun dan kapanpun, bila sekali kamu melanggar pantangan tersebut, siap-siap kamu menerima akibatnya”, ujar Mbah Suryo.
”Nggih Mbah, saya akan mematuhi pantangan yang diberikan oleh Mbah Suryo”, ujar Marni.
”Baiklah, sekarang kamu boleh meninggalkan tempat ini”, ujar Mbah Suryo.
”Kalau begitu saya pamit pulang dulu Mbah, mari Mbah”, ujar Marni.
”Monggo monggo”, ujar Mbah Suryo.
Akhirnya Marni tiba di rumah dalam kondisi kantuk berat. Marni membuka pintu rumah untuk segera beristirahat. Waktu menunjukkan pukul 04.00. Mbok Miah kaget melihat Marni yang baru pulang jam segini.
”Mar, kamu baru pulang jam segini, apa kamu nggak nginep di rumah teman mu”, ujar Mbok Miah.
”Iya Mbok, Marni ngantuk sekali, Marni nggak nginep di rumah teman, Marni mau tidur dulu”, ujar Marni.
”Yowis kalo gitu kamu istirahat dulu sana”, ujar Mbok Miah.
****
Pukul 06.30, Dewi dan Dila bersiap-siap berangkat ke sekolah. Dengan penasaran, Dewi bertanya ke Mbok Mi’ah soal Marni yang masih belum bangun tidur.
”Mbah kok Ibu belum bangun tidur to Mbah ?”, tanya Dewi.
”Semalam ibu mu pergi dari rumah temannya, katanya ada urusan mendadak,ibu mu baru pulang jam 04.00, yowis kalian berangkat ke sekolah dulu nggih”, ujar Mbok Miah.
”Ayo Mbak kita berangkat ke sekolah”, ujar Dila.
Mereka berdua mencium tangan Mbok Miah, sembari berkata,”Mbah Dewi sama Dila berangkat ke sekolah dulu, Assalamu’alaikum”, ujar Dewi.
”Waalaikumsalam, hati-hati di jalan nduk”, ujar Mbok Mirah.
Tak lama kemudian setelah Dewi dan Dila pergi ke sekolah, Marni bangun tidur. Marni menghampiri Mbok Miah.
”Kamu udah bangun to ?”, tanya Mbok Miah.
”Sudah Mbok, apa Dewi dan Dila sudah berangkat ke sekolah ?”, ujar Marni.
”Sudah Mar, Mereka tadi pas mau berangkat ke sekolah nanyain kamu, yowis Mbok bilang aja sama kalo kamu masih tidur, yowis kamu mandi dulu sana biar badanmu bersih dan segar”, ujar Mbok Miah.
”Nggih Mbok”, ujar Marni.
Setelah Marni mandi, Marni bersiap-siap membantu Mbok Miah berjualan gado-gado di depan rumah. Mbok Miah kaget lihat penampilan Marni yang tak biasanya dan wajah Marni yang tampak sangat cantik.
”Owalah nduk, kamu kok ayumen to (cantik sekali) gak seperti biasanya, wajah mu mbok kamu dandani opo ?” ujar Mbok Miah.
”Ah Marni jadi malu Mbok, Marni dandan seperti biasanya, nggak ada yang spesial dandannya”, ujar Marni.
”Kalo gini kan banyak laki-laki yang klepek-klepek sama kamu nduk. Barangkali ada pembeli yang jatuh hati sama kamu. Kamu kan orangnya sudah cantik terus santun lagi”, ujar Mbok Miah.
”Ah Mbok ini bisa aja”, ujar Marni.
Tak lama kemudian saat Mbok Marni dan Marni berbincang-bincang, tiba-tiba datang seorang pelanggan yang hendak membeli gado-gado. Pelanggan pun memesan gado-gado.
”Bu beli gado-gadonya satu bungkus dibawa pulang”, ujar pelanggan.
”Gado-gadonya mau yang pedas apa yang nggak pedas Mas ?”, tanya Marni.
”Yang nggak pedas Bu”, ujar pelanggan.
Sembari melayani pelanggan, Mbok Miah berbisik-bisik kepada Marni,”nduk coba kamu lihat pelanggan itu, Masnya itu ganteng sekali yo nduk, mana gagah terus motornya juga motor mewah”.
”Bener juga Mbok, siapa tau aja jodohnya Marni, Masnya ganteng sekali, cocok sama Marni kayaknya”, ujar Marni.
”Yo bener Mar, kan nggak ada yang tau soal jodoh, bisa jadi kamu ditakdirkan dapat jodoh sama Masnya”, ujar Mbok Miah.
Tak lama kemudian, Marni memberikan pesanan gado-gado kepada pelanggan.
”Ini Mas gado-gadonya sudah jadi”, ujar Marni.
”Berapa Bu harganya ?”, tanya pelangan.
”Harganya 10.000 saja Mas, uang yang pas aja Mas”, ujar Marni.
”Ini Bu uangnya”, ujar pelanggan.
”Terima kasih banyak Mas”, ujar Marni.
”Maaf sebentar, bisa saya berkenalan sebentar sama Ibu ?” ujar pelanggan.
”Boleh, boleh Mas silakan”, ujar Marni.
”Perkenalkan saya Prasetyo atau biasa dipanggil Pras, saya duda satu anak, istri saya baru meninggal sebulan yang lalu, saya bekerja di kontraktor”, ujar pelanggan.
”Nama saya Sumarni atau biasa dipanggil dan ini Ibu saya namanya Bu Sumiah atau biasa dipanggil Mbok Miah, saya janda dua anak suami saya sudah meninggal dua tahun yang lalu”, ujar Marni.
”Kalau begitu, bolehkah saya berkenan main ke rumah Ibu”, ujar Pras.
”Boleh, boleh silakan saja main ke rumah Ibu”, ujar Mbok Miah.
”Baik kalau beigtu saya mau berangkat kerja, mari Bu”, ujar Pras.
”Ya mari-mari”, ujar Mbok Miah.
****
”Kok ada ketuk-ketuk pintu, sebentar Mbok mau bukakan pintu dulu”, ujar Mbok Miah.
”Saya dari Pras yang kemarin beli gado-gado di sini”, ujar Pras.
”Ooh Mas Pras to ? silakan masuk mas, Mar tolong ambilkan minum buat Mas Pras !”, ujar Mbok Miah.
”Silakan diminum, maaf hanya air putih saja”, ujar Marni.
”Nggak usah repot-repot”, ujar Pras.
”Jadi tujuan Mas Pras ke sini ada apa ?”, ujar Mbok Miah.
”Tujuan saya ke sini mau melamar Marni, saya juga ingin segera menikah dengan Marni, soal biaya pernikahan biar saya yang urus semuanya Bu”, ujar Pras.
”Lho kok buru-buru to Mas ? kalau untuk menikah mbok kamu pikirkan terlebih dahulu dengan matang, kalau soal hubungan kamu dengan Marni, Ibu sih nggak ada masalah, Ibu sih oke-oke aja.
****
Setelah seminggu Pras dan Marni menjalin hubungan, tiba-tiba saja orang tua Pras tidak menyetujui hubungan mereka berdua, karena perbedaan faktor ekonomi. Pras menyatakan hubungan dengan Marni telah putus melalui SMS. Marni merasa sakit hati dan tidak bisa menerima kenyataan ini.
Sembari menangis Marni berkata,”Mbok, Marni masih sakit hati sama Pras, ternyata hubungan Marni dengan Pras berakhir sampai di sini, Marni kecewa sama Pras, Marni nggak bisa menerima semuanya”.
”Sudahlah nduk, kamu mbok yang sabar, kamu harus menerima semua kenyataan ini, mungkin saja ini belum jodohmu”, ujar Mbok Miah.
Karena saking kesalnya dengan Pras dia melontarkan kata Nyi Mayang Kencono dalam kondisi emosi. Setelah melontarkan kata tersebut, Marni pingsan seketika.
”Nduk bangun nduk, kamu nggak papa kan ?”, ujar Mbok Miah.
Seminggu lamanya dia tak sadarkan diri. Mbok Miah pun sudah berobat kesana kemari, tetapi tidak ada hasilnya sama sekali. Tidak diketahui dengan jelas penyakit apa yang menimpa Marni. Dewi dan Dila menangisi Marni yang tak kunjung bangun sembari berharap Marni baik-baik saja. Akhirnya dia terbangun dan merasakan tubuhnya terasa panas dan badannya terasa berat.
”Aaaarrggh aarrggh ba ba badanku panas sekali”, ujar Marni.
Dengan mata berkaca-kaca Dewi berkata, ”Ibu kenapa kok wajah Ibu jadi merah seperti itu ?”
”Dewi, Dila, tolong Ibu, Ibu sudah kepanasan, aaarrrgggh aarrggh”, ujar Marni.
”Nduk kamu baca Istighfar kamu nyebut nduk”, ujar Mbok Miah.
Dewi dan Dila menangis saat-saat sakaratul maut Marni.
Dila menangis sembari berkata, ”Ibu jangan tinggalkan kami”.
”Aarrrrrgh paanaaaaaaaas aarrrggh paanas wajahku panas”, ujar Marni.
”Mar, kamu tirukan baca ucap Asyhadu ’Alaa Ilaahailallah Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah.
Dengan terbata-bata dan mata melotot Marni mencoba menirukan apa yang Mbok Mirah ucapkan,”a a a a a a a a
”A a a a a a aaaarrrrrgh aargh aaaaaaargh a a a”
”Dewi, Dila, Mbah curiga sepertinya ibu mu pernah menggunakan susuk, sebab menurut kepercayaan orang yang memakai susuk saat meninggalnya susah. Mbah sudah siapkan daun kelor untuk dikibas-kibaskan ke sekujur tubuh Marni.
Setelah daun kelor dikibas-kibaskan oleh Mbok Miah, tiba-tiba Marni terdiam dengan mata masih melotot. Mbok Miah mengusapkan wajah Marni.
”Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’uun, Dewi, Dila, ibu mu telah meninggal dunia, semoga beliau diterima di sisi Allah dan segala kesalahannya dimaafkan oleh Allah aamiin”, ujar Mbok Miah.
Mereka berdua menangis sejadi-sejadinya menangisi kepergian Marni. Marni pergi meninggalkan Mbok Miah, Dewi, dan Dila selama-lamanya menghadap kepada Sang Illahi.