Air mata mata air, mengalir menyungai, gemericik riuh melebur deru ombak.
Air mata mata air, mengalir ke bawah rerimbunan dan akar kejadian manusia, kejadian gelap gulita, kejadian deru angin dan fatamorgana.
Air mata mata air, mengalir menyusuri celah, menyelinap di anatara romansa debu dan tanah. Bahkan tai anjing pun basah.
Air mata mata air
Air, air pelarian
Dari seksama serasa batu mengeras di ujung tanah.
Air mata mata air, air berlinang membanjiri kelopak mata,
Ibu bumi, ibu pertiwi, ibu jari gigit jari.
Air mata mata air
Air liur membasuh mata
Mata air air mata
Mata-mata air-air
Ari-ari di ujung mata
***
Ia datang dan berbisik “Adakah kasihmu terpaut?”
Aku diam, membisu membatu menyambut ruam, rasa yang tak karuan.
“Jangan diam sama! Cepat jawab!” katanya
Bibirku keluh, menyambut tangan di pundak, menerkam sampai dalam, entah? Sampai di uluh hati.
“Hati-hati, di depan sana ada cerita yang lebih besar.” Kata hatiku
Aku semakin terdiam, bisu dan membatu
Air mata, mata Air
Ari-ari di ujung mata.
Menyambut keluh yang semakin bisu, semakin riuh di antara sepi yang samakin sunyi.
Diam seribu bahasa, di antara kepalan-kepalan tangan
Entah? Tangan itu sebesar gunung, seluas lautan, yang mengombang-ambingkan
tangan besi, kata orang.
Air mata mata air, di antar ujung mata dan ketakutan.