Aku bangga kepadamu. Dahulu kau selalu memanjakanku. Tawa dan candanya berbekas tak akan ku lupakan.
Dahulu semasa sekolahku. Dengan motor bersejarah itu kau mengantarkanku mengukir cita tuk meraih impian. Sepulang sekolah, kau datang menjemputku. Melambaikan tangan dan teriak sebut namaku, seolah memberi isyarat "Disini ayah menjemputmu". Aku pun mencarimu.
Aku mencari dan membidik setiap motor yang datang. Rupanya kau sudah ada sejak lama menunggu kepulanganku di bawah pohon rindang itu.
Waktu terus berjalan, aku beranjak dewasa. Aku pun mengerti, dahulu celotehmu adalah salah satu cara untuk mendidiku agar aku mandiri. Aku sering membuat kesalahan, namun kau tidak membenciku, yang ada malah kau lebih menyayangi ku. Semua itu dengan caramu, dan aku baru paham akan hal itu.
Waktu terus berjalan. Tubuhmu tidak kuat lagi seperti dahulu. Kerutan di wajahmu, tak lagi berisi seperti dahulu. Besar edukasimu untuk ku. Lelah mu terkadang aku sadari, namun kau hiraukan rasa lelah pada dirimu.
Kau tidak meminta agar aku mengasihanimu. Terus bejuang, hingga lupa arti kata lelah dan berhenti. Tidurmu menggambarkan hasil jerih payah perjuangan, terlihat jelas betapa beratnya hidup yang kau rasa.
Terkadang disaat semua terlelap. Kau menyempatkan untuk bangun hanya sekedar mengecek kondisi rumah dan diriku. Malam itu aku masih terbangun, dan melihat semuanya. Kau lihat aku sedang tertidur, atau kau menyadari akan hal itu bahwa aku melihatmu.
Yah, Ayah...Banyak pelajaran yang kau berikan dan kudapatkan.
Dengan caramu, akhirnya aku bisa mengerti semua itu
Sehat sehat yah. Aku belum bisa memberikan apapun, walau kau pun tidak memintanya. Tapi aku tau, kau hanya ingin melihat anakmu ini sukses dikemudian hari. Tidak dengan kata meminta. Tapi kau ingin aku untuk membuktikannya lewat tindakan, dan kelak kau juga bisa melihat dan merasakan kesuksesan aku nanti.
Dari aku si anak kecil yang dahulu kau timang-timang.