Hembusan angin menerpa malam sunyi
Sendunya rembulan seolah menceritakan sebuah kisah
Tentang dunianya yang tak pernah adil
Dunia yang tak pernah mau peduli dengan inginnya
Dunia yang egois pada porosnya sendiri
Dunia yang selalu membuatnya berpikir
Bahwa semesta tak pernah berpihak padanya
Sikapnya begitu tenang, namun matanya menatap begitu tajam
Keberaniannya telah mampu membuka kunci bibirnya
Perlahan, ia mulai mengungkapkan kepedihan demi kepedihan yang dilalui
Katanya, ia tak lagi percaya akan harapan
Apalagi, keajaiban
Mereka semua begitu semu, palsu
Mereka telah menipunya mati-matian
Mendorongnya dengan keji pada lautan penderitaan
Sang Bintang pun menangis, kemudian tertawa
Katanya, sinar dalam sebuah senyuman saja telah mampu mengalahkan dunia
Bagaimana bisa sang rembulan kalah dengan sebuah tiupan kecil?
Begitu rapuh, layaknya cahaya dari sebuah lilin
Makna ucapan itu begitu hebat mengguncangkan keteguhan rembulan
Panah lancip nan tajam itu seolah begitu menujam relung jiwa sang rembulan
Rembulan mengusap matanya, menyadarkan dirinya yang telah lama terlena
Ia sudah terlalu lama,
Bergeming pada kesemuan semesta.
Senyumnya pun kemudian mengembang,
Ia mulai sadar, ini salah
Bukan dunia yang tidak adil padanya, tapi ia yang terlalu lemah pada tiupan-tiupan kecil
Bukan dunia yang tidak memerdulikannya, tapi ia yang terlalu meminta cahaya yang lebih
Padahal, dirinya lah cahaya itu
Jadi, untuk apa meminta dirinya sendiri pada dunia?
Ia telah memiliki segalanya
Semesta telah dalam genggamannya
Ia, selalu memiliki dirinya
Dan itu, cukup