Bagi yang mengikuti seluruh series Marvel Cinematic Universe (MC), film Black Widow sangat dinantikan kendati dinilai ketinggalan kereta. Kita mengetahui bahwa Natasha Romanoff atau Black Widow (Scarlett Johansson), termasuk tokoh yang sial.
Di series Avengers yang terakhir, "Avengers: Endgame (2019)", nasibnya menjadi salah satu yang dikorbankan. Walau begitu, kabar film solo yang akan mengisahkannya sudah mendapat perhatian sejak kali pertama diumumkan. Publik atau fans MCU keburu penasaran dengan kisah hidupnya yang selama ini hanya dikisahkan sepotong-potong.
Penantian para fans pun baru terbayarkan di tahun 2021 ini. Setelah mengalami penundaan penayangan selama setahun lebih, Black Widow mulai tanggal 9 Juli lalu sudah bisa kita nikmati melalui layanan streaming Disney+. Ya, saluran penayangannya memang sedikit berubah lantaran pandemi Covid-19, sehingga hanya di beberapa negara saja film ini tersedia di bioskop.
Soal cerita di film ini, apa yang ditawarkan Black Widow sebenarnya bukan sesuatu yang muluk. Sang sutradara, Cate Shortland, mengarahkan perhatian utama film ini dalam menelesuri masa lalu Natasha Romanoff.
Setting yang dipilih merentang antara Captain America: Civil War (2016) dan sebelum Avengers: Infinity War (2018). Dikisahkan, Romanoff sedang dalam upaya pelarian dari kejaran Thadeus “Thunderbolt” Ross (William Hurt). Ia diburu sebab dianggap melanggar kesepakatan Sovokia. Lebih jelasnya, ia diburu setelah membiarkan Steve Rogers dan Bucky Barnes kabur di film Captain America: Civil War (2016).
Tahu bahwa di negeri Paman Sam tidak lagi aman, Romanoff kemudian pergi ke negara lain, yakni Norwegia. Di sana, untuk sementara waktu, ia akan menyembunyikan dirinya. Tapi, siapa yang menyangka, di tempat itu ia justru menemukan masalah lain.
Pada suatu malam saat hendak membuang sampah, mobil yang dikendarainya ditembak secara tiba-tiba. Mobil itu terpental dan menggantung di tepi jembatan dengan Romanoff yang berusaha melepaskan diri. Siapa yang menembak mobilnya? Ia awalnya mengira itu perbuatan agen suruhan Ross.
Ternyata ia salah. Sosok yang bertopeng tengkorak itu adalah Taskmaster. Dan dugaan bahwa sosok itu mengincarnya pun salah. Sebab Taksmaster datang demi menjemput sebuah koper yang berada di mobilnya. Selanjutnya, disebutkan bahwa koper itu berisi kumpulan vial yang berhubungan dengan program pembibitan pasukan Black Widow, Red Room.
Vail di dalam koper itu bukannya muncul secara ajaib. Rupanya, sang adiklah, Yelena Belova (Florence Pugh), yang mengirimkan kepada Romanoff. Yelena mendapati kalau vial itu dapat membongkar jaringan Red Room besutan tokoh bengis Dreykov (Ray Winstone), sehingga dengan memberikannya kepada Romanoff, ia berharap Avengers akan turun tangan untuk memberantas kelompok bayangan itu. Namun, Avengers saat itu sedang berkonflik sengit, mereka terbelah menjadi dua kubu yang berselisih. Karena itulah, satu-satunya harapan itu ada pada diri kakaknya.
Tadinya, setelah keduanya bertemu, Romanoff sungguh kaget. Sebab menurutnya, Red Room sudah binasa, ia sendiri yang membunuh pemimpinnya. Bertahun-tahun yang lalu, bersama rekannya, Clint Barton (Jeremy Renner), ia meledakkan gedung yang ditinggali Dreykov dan putrinya dalam misi Budapest. Misi itu sendiri mendapat tempat yang khusus dalam benak Natasha. Baginya, misi Budapest tidak sekadar upaya membunuh sasaran, sebab ia terpengaruh secara emosional setelah membiarkan putri Drevkov ikut diledakkan.
Dari situ, ia merasa perlu menyelesaikan sesuatu yang belum sepenuhnya tuntas itu. Selanjutnya, sudah ditebak, keduanya bermain kucing-kucingan dengan para anggota Red Room atau Black Widow lainnya. Misi mereka jelas, mereka akan menyelamatkan gadis-gadis yang dimanipulasi itu dan membunuh dalangnya, Dreykov. Perkara memburu Dreykov itu kemudian mengantarkan mereka kepada dua orang di masa lalu yang sempat menjadi orangtua angkat mereka, yakni Alexei Shostakov (David Harbour) dan Melina Vostokoff (Rachel Weizs).
Lalu, kejutan, Natasha Romanoff ternyata memiliki masa lalu yang tidak sederhana. Sebelum bergabung bersama Avengers, ia telah mencicipi sekian jalan hidup bersama orang-orang yang selama ini tidak kita ketahui. Misteri hidupnya inilah yang menjadi daya tarik utama dari Black Widow. Misteri itu berkaitan dengan kontruksi keluarga dan penyesalan yang membayangi Romanoff bertahun-tahun lamanya. Itulah sesuatu yang ia simpan, ia tekan, dan ia sembunyikan.
Maka, sisi lain Romanoff pun diperlihatkan secara gamblang. Film ini tidak saja menampilkan figur Romanof yang cerdik dan tangguh, tetapi juga lemah dan menyimpan penyesalan. Menahun ia merasa telah mengambil langkah yang salah atas misi yang dilakukannya dulu. Menahun pula ia tak menengoknya kembali, menganggap kesempatan untuk memperbaikinya tak pernah datang. Sampai pada akhirnya, bersama Yelena sang adik dan dua orang dari masa lalunya itu, Romanoff hendak membayar kesalahannya.
Black Widow mungkin bukan film solo tokoh MCU pertama yang menyandingkan unsur keluarga di samping action yang memukau. Tapi, aura keluarga yang dipancarkan film ini tampak baru, sesuatu yang mungkin tidak kita dapati film, Ant-Man (2018), misalnya (Film itu juga erat dengan unsur keluarganya). Peran tokoh lain pun turut membantu dalam membangun “rasa” kekeluargaan yang unik itu. Ya, di bagian ini, kita patut memberi tepuk tangan kepada Florence Pugh yang bisa menemukan chemistry yang asyik dengan Scarlett Johansson. Perannya sebagai Yelena Belova cukup memberi kesan yang awet.
Sayangnya, film ini juga tampak mengecewakan di beberapa elemen. Pertama, tentu, Black Widow terkesan ketinggalan kereta sebab series Avengers sudah usai dua tahun yang lalu. Hal ini terkesan mengganggu juga, mengingat timeline kejadian yang diambil ada di antara post-Civil War (Captain America) dan pre-Infinity War (Avengers). Film ini akan lebih menggigit kalau dirilis bertahun-tahun yang lalu. Dan, yang kedua, tensi ketegangan film tidak terjaga dengan baik. Kita tentu patut mengapresiasi adegan demi adegan awal sampai pertengahan yang mempertontonkan perkelahian yang aduhai.
Namun, di sepertiga bagian film, tensi ketegangan itu menurun drastis. Twist yang ditawarkan pun tidak begitu menyentak. Hal lain, kita juga menyangkan tidak terlalu berkesannya tokoh villain di film ini. Si Taksmaster itu, kalau kita mengingat keberadaannya yang beririsan dengan masa lalu Romanoff dan misi Budapest, justru ditampilkan tanpa kesan apa-apa, selain bahwa ia memiliki kemampuan miniru setiap lawannya.
Kendati begitu, tetap saja, film ini cukup menjawab teka-teki yang selama ini menggantung di benak para fans MCU. Perkara bahwa masih terdapat kekurangan, bukan berarti film ini dinilai sepenuhnya mengecewekan. Setidaknya, mendapati peran kedua dewi itu yang menawan dan bisa terjalin dengan apik, menjadi hal sangat diapresiasi. Dan mengingat kalau Romanoff sejak awal diketahui tidak eksis lagi, tentu kita tidak perlu kaget kalau kelak sosok lain Black Widow kembali hadir dengan Yelena Belova sebagai gantinya.