3 Buku ini Akan Mengubah Pandangan Kamu tentang Perempuan

Tri Apriyani | Diat Anugrah
3 Buku ini Akan Mengubah Pandangan Kamu tentang Perempuan
Ilustrasi Buku Fiksi. (pexels.com//8239819)

Perempuan kerapkali dipandang sebelah mata. Bahkan, pada zaman dulu, bayi perempuan yang lahir akan dibunuh atau dikubur hidup-hidup karena dianggap tidak sesuai dengan harapan orang tuanya dan akan tidak bermanfaat. Meskipun zaman sekarang sudah tidak ada lagi praktik seperti itu, namun perempuan masih mendapat berbagai macam stigma. Mulai dari perempuan itu lemah, lebih rendah dari laki-laki, dan stigma lainnya yang bernada merendahkan perempuan.

Sejak munculnya gerakan feminisme, berbagai komunitas, kelompok, dan aktivis muncul untuk membela hak dan posisi perempuan dalam masyarakat. Salah satu upaya untuk memberi penyadaran pada masyarakat mengenai kesetaraan gender ini adalah dengan membuat tulisan, salah satunya dalam bentuk buku.

3 buku berikut ini akan mengubah pandangan orang yang menganggap perempuan itu lemah, dan berbagai stigma lainnya.

1. "Perempuan di Titik Nol" karya Nawaal El Shadawi

Nawaal El Shadawi merupakan aktivis dan penulis feminis yang berasal dari Mesir. Ia memperjuangkan terwujudnya kesetaraan gender melalui buku-buku yang ia tulis. Salah satu buku yang ia tulis adalah buku yang dalam bahasa Indonesia berjudulu "Perempuan di Titik Nol"

Buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata seorang perempuan yang Nawaal El Shadawi temui di penjara. Perempuan tersebut dipenjara setelah melakukan pembunuhan. Perempuan tersebut digambarkan oleh Nawaal El Shadawi sebagai seorang tokoh bernama Firdaus.

 Firdaus merupakan seorang peremouan yang lahir dan tumbuh dalam keluarga miskin yang patriarkis. Dalam keluarga dan lingkungannya, perempuan dianggap sebagai manusia kelas dua. Sebagai laki-laki, ayahnya selalu diperlakukan seperti raja oleh istri dan anak-anaknya. Ketika menginjak usia remaja, ia diasuh oleh pamannya. Ketika tinggal bersama pamannyalah ia mengalami pelecehan seksual oleh pamannya sendiri. Setelah itu, ia dinikahkan dengan seorang laki-laki yang beperangai kasar. Kekerasan verbal dan fisik menjadi makanan sehari-hari bagi Firdaus. Hal ini disebabkan karena dia adalah seorang perempuan dan seorang istri yang harus patuh sepenuhnya pada suaminya.

Perlakuan suami pada dirinya menambah kebencian Firdaus pada laki-laki dan menimbulkan hasar untuk melawan. Hingga ia memilih kabur dan hidup sendiri. Setelah kabur dari suaminya, Firdaus tidak begitu saja terbebas dari laki-laki. Ia masih saja mendapat perlakuan buruk dari banyak laki-laki. Hingga suatu saat ia mendapat sejumlah uang dari laki-laki yang menyetubuhinya. Inilah yang membuat ia tertarik menjadi pelacur. Mulai dari pelacur biasa hingga menjadi pelacur sukses yang bisa memilih laki-laki yang mau ia layani.

Perjalanan hidupnya membawa ia menjadi perempuan yang tangguh dan tidak bergantung pada laki-laki. Meskipun berakhir di penjara, ia merasa senang karena mendapat kemenangan atas laki-laki.

2. "Cantik itu Luka" karya Eka Kurniawan 

Novel "Cantik itu Luka" karya Eka Kurniawan bercerita tentang seorang perempuan paling cantik di Halimunda, latar cerita tersebut. Perempuan tersebut bernama Dewi Ayu, ia merupakan keturunan Belanda-Pribumi. Ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Nusantara, para orang Belanda dan keturunannya mengungsi ke tempat lain, termasuk keluarga Dewi Ayu yang pergi mencari tempat aman menggunakan kapal. Namun tidak dengan Dewi Ayu sendiri, ia memilih tetap tinggal hingga akhirnya ditangkap dan ditahan oleh pasukan Jepang. Nasib buruk ini tidak membuat Dewi Ayu bersedih, justru membuatnya tumbuh menjadi perempuan yang kuat. Bahkan, dalam tahanan ia rela memberikan tubuhnya untuk memuaskan nafsu seorang lomandan pasukan agar seorang tahanan yang sakit mendapat dokter.

Penahanan menyebabkan Dewi Ayu harus menjadi pelacur di usianya yang masih cenderung muda. Tidak seperti tahanan perempuan lainnya yang bersedih saat dipaksa menjadi pelacur untuk melayani pasukan Jepang, Dewi Ayu menerima dengan tegar dan tidak membuatnya jadi masalah. Justru ia senang karena mendapat tempat yang nyaman dan makanan yang lebih enak dibanding saat berada di kamp tahanan.

Dewi Ayu menjalani masa-masa berat sebagai seorang perempuan yang tegar dan kuat. Hingga ia melahirkan tiga anak perempuan yang mewarisi kecantikannya. Ketiga anak perempuannya tidak memiliki ayah yang jelas, maka ia mengurus tiga anaknya sendiri.

Dewi Ayu menganggap kecantikan yang dimiliki oleh ketiga anaknya akan membawa masalah pada mereka. Oleh karena itu, ia berharap jika memiliki anak lagi, ia ingin anak tersebut buruk rupa. Ketika mengandung anak keempat, ia selalu membayangkan kulit hitam legam, hidung seperti colokan listrik, dan telinga seperti panci.

Membaca buku ini akan memberi pandangan pada kita bahwa perempuan juga dapat menjalani hidup dwngan mandiri dan tetap tegar meskipun menghadapi berbagai masalah yang belum tentu dapat dihadapi oleh semua orang.

3. "Entrok" karya Okky Madasari

"Entrok" karya Okky Madasari bercerita tentang seorang perempuan yang lahir dari keluarga miskin. Akibat kemiskinannya, orang tuanya tidak mampu membelikannya entrok atau bra, barang yang pada saat itu hanya dimiliki oleh orang-orang kaya. 

Kemiskinan tidak membuatnya putus asa, justru membuat ia menjadi semakin bersemangat dalam bekerja agar mampu memperbaiki hidupnya. Dengan strategi dan usaha keras yang ia jalankan, ia berhasil menjadi orang yang cukup kaya pada saat itu. Hingga akhirnya ia menikah dan memiliki seorang anak perempuan yang kelak juga akan tumbuh menjadi perempuan yang sama tangguh dengannya. 

Pernikahan tidak membuatnya dapat bersantai karena laki-laki yang dinikahinya tidak bisa memberi nafkah dengan baik. Suaminya itu justru menjadi beban baginya. Awalnya mau membantu bekerja, namun pada akhirnya hanya mau menikmati hasil kerja istrinya untuk berselingkuh, hal yang wajar bagi laki-laki kaya pada saat itu.

Buku ini menggambarkan bagaimana sosok perempuan tangguh yang dapat bekerja keras dari tidak memiliki apa-apa hingga menjadi sukses. Selain itu, buku ini juga menggambarkan ketimpangan sosial yang terjadi antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Laki-laki digambarkan lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan, sekalipun perempuanlah yang bekerja lebih keras.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak