Review Novel 'Lukisan Doriyan Gray' : Tak Ada yang Abadi

Candra Kartiko | Sam Edy Yuswanto
Review Novel 'Lukisan Doriyan Gray' : Tak Ada yang Abadi
sumber gambar (DocPribadi/samedy)

Setiap sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara. Kelak bila masanya telah tiba, semua akan binasa. Ini artinya, tak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Termasuk kecantikan dan ketampanan yang dimiliki oleh seseorang, suatu saat akan memudar seiring berputarnya sang waktu.

Bila ada orang yang terlihat awet muda, padahal usianya sudah menua, itu hanya soal bagaimana dia merawat diri dan jiwanya, agar terlihat lebih muda dan bahagia. Namun tetap saja, waktu tak akan pernah berbohong, saat usianya semakin bertambah, ia tak akan mungkin mampu menyembunyikan kerut-kerut di wajahnya. Fisiknya pun kian melemah karena energi dalam tubuh semakin menyusut. 

Kisah pemuda bernama Dorian Gray dalam novel ‘Lukisan Dorian Gray’ karya Oscar Wilde ini patut dijadikan renungan bersama. Bahkan bisa jadi, sosok Dorian ini merupakan perwakilan sifat sebagian dari kita yang selalu merasa ingin terlihat muda dan merasa tak pernah siap berhadapan dengan usia tua. 

Dikisahkan, Dorian adalah sosok anak muda yang begitu rupawan dan berasal dari kalangan berada. Maka tak heran bila segala keinginannya selalu ingin terkabulkan. Termasuk ketampanan yang dimilikinya, ia berharap akan kekal selamanya. Ia tak merasa siap bila wajahnya kelak berubah menjadi tua dan buruk rupa.

Dorian memiliki dua sahabat yang cukup mempengaruhi kehidupannya. Sahabat pertama bernama Basil Hallward, seorang pelukis profesional dan ternama yang berhasil melukis Dorian dengan begitu sempurna. Sahabat Dorian yang kedua bernama Lord Hendry. Lelaki bernama Lord ini awalnya adalah teman Basil. Ketika Basil menceritakan keistimewaan Dorian, Lord merasa tertarik untuk mengenalnya lebih dekat.

Suatu ketika, Dorian menyaksikan sebuah pertunjukan opera dan ia merasa jatuh hati pada salah satu pemainnya, Sibyl Vane, seorang gadis berbakat dan memiliki paras cantik. Tak menunggu lama bagi Sibyl untuk menerima cinta pemuda tampan kaya-raya tersebut. Bahkan, mereka berdua pun segera merencanakan pertunangan.

Kabar pertunangan mereka membuat kedua sahabat Dorian terkejut. Secepat itukah Dorian jatuh cinta, bertunangan, lantas menikahi gadis yang baru dikenal? Apalagi Dorian masih sangat muda dan selama ini dia masih labil dan mudah dipengaruhi orang lain. Namun, sebagai sahabat mereka tak mampu mencegah keinginan Dorian. 

Hingga suatu ketika terjadi hal yang mengejutkan semua orang. Tepatnya ketika Dorian mengajak kedua sahabatnya menonton pertunjukan opera yang diperankan oleh Sibyl, kekasihnya. Kepada kedua sahabatnya, Dorian ingin memamerkan bakat luar biasa kekasihnya. Tapi di luar dugaan, Sibyl justru tampil mengecewakan. Ia tampil tidak maksimal saat berada di atas panggung.

Usut punya usut, ternyata akar permasalahannya justru bersumber dari Dorian. Sejak Sibyl jatuh cinta pada Dorian, ia merasa susah fokus dan selalu terbayang-bayang wajah kekasihnya. Begitu Dorian mendengar penjelasn Sibyl, ia marah besar, sangat kecewa, dan memutuskan hubungan percintaanya dengan gadis itu. 

Sebuah keanehan terjadi. Saat Dorian kembali ke kediamannya, ia melihat ada yang berubah dalam lukisan dirinya. Lukisan sosok dirinya yang semula terlihat begitu rupawan tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi begitu mengerikan (hlm. 114). 

Kisah Dorian yang selalu ingin terlihat tampan dan awet muda sepanjang usia dalam buku ini menarik disimak dan direnungi bersama. Satu pesan penting yang bisa saya petik dalam novel ini, bahwa tak ada yang kekal di dunia ini. Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan binasa bila ajal telah tiba. Hanya amal kebajikan dan rahmat-Nyalah yang akan dapat menolong kita kelak setelah tiada. 

Sam Edy

Penulis lepas mukim di Kebumen.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak