Idealnya, semakin bertambah usia, seseorang akan semakin bertambah bijaksana dalam memandang kehidupan. Banyaknya peristiwa yang dialami membuat ia lebih arif menyikapi situasi dan kondisi. Ia juga tak gampang menggurui orang lain. Meski secara keilmuan mungkin lebih tinggi, tetapi ia selalu berusaha menghormati setiap orang dan enggan menyombongkan keilmuannya tersebut. Biasanya, orang bijaksana sikapnya santai dan tak gampang terpancing emosi.
Menurut Wiemar Witoelar, orang yang terlalu serius sering stres. Menyaksikan debat politik, orang stres. Berdebat dengan orang, sering ada yang stres, terutama orang yang belum mengerti bahwa demokrasi sudah menjadi alam masyarakat kita. Kita boleh berbeda pendapat, tapi menghargai orang lain. Bahkan, kalau perlu kita membela hak orang untuk berbeda pendapat di forum umum.
Lain dengan di rumah orang, di sana kita harus hormati aturan dan rumah tangga tuan rumah kita. Masuk akun Facebook orang lain, kita anggap sebagai kebaikan pemilik akun. Janggal kalau kita datang dan mencela-cela. Kalau tidak suka, tinggalkan saja akun itu dan bicara di wall sendiri sebebas-bebasnya. Pelajari hubungan antara kebebasan dan kesantunan.
Dibutuhkan sikap tenang saat kita sedang berhadapan dengan suatu persoalan. Tenang artinya tidak panik. Menurut Wiemar, banyak tips untuk menjaga ketenangan, tapi kalau malas menghafal puluhan tips, cukup kita pegang satu patokan saja, yaitu bahwa sebetulnya kendali hidup kita ya ada pada diri kita sendiri. Dengan menyadari ini, kita bisa lebih fokus, lebih jernih, merasa seimbang, dan tenang.
Paling beruntung adalah orang yang pada dasarnya tenang apapun yang terjadi. Tidak lompat walaupun ada kejadian apa, karena iramanya sudah disetel lamban. Ada staf rumah tangga Wiemar bernama Parman yang sikapnya sangat cool. Orang lain langsung nyolot kalau dilempari kata-kata makian, tapi Parman tak pernah kehilangan sikap cool-nya.
Pernah suatu hari Wiemar melihat Parman ‘diteriakin’ tamu tetangga di pintu gerbang rumah, entah urusan apa. Parman kelihatan tenang-tenang saja. Waktu dia kembali ke rumah, Wiemar pun bertanya, “Bilang apa, sih, dia sampai teriak-teriak gitu?” Dengan muka lempeng, Parman menjawab, “Dia bilang saya babi...,” dan melanjutkan pekerjaannya.
Dalam buku ‘Still More About Nothing’ yang ditulis oleh Wiemar Witoelar (Bentang Pustaka, 2011) ini, kita akan disuguhi pemikiran-pemikiran bijaknya dalam memandang hidup. Di buku ini Wiemar banyak berbagi perspektif. Ia belajar dari hal-hal yang biasa terjadi sehari-hari. Mulai soal kakinya yang istimewa, soal temannya yang sekolah di luar negeri, soal buang gas, dan sebagainya. Cerita-cerita yang dipaparkan Wiemar dalam buku ini kaya akan makna, menggelitik, seru, dan bisa membuat pembaca berpikir sekaligus tersenyum.