Nagorno-Karabakh merupakan salah satu kawasan otonomi yang berada di bawah Negara Azerbaijan. Kawasan ini juga dapat dikatakan sebagai wilayah perbatasan antara Negara Azerbaijan dengan Armenia. Namun, di dalam kawasan ini terdapat sebagian besar pemukiman yang ditempati oleh etnis Armenia. Terdapat sekitar 94% masyarakat Armenia yang mendiami di Kawasan Nagorno-Karabakh tersebut. Selama beberapa dekade kerap terjadi konflik atau perselisihan antara Armenia dengan Azerbaijan hanya disebabkan dari perebutan wilayah yang telah dinyatakan sengketa hingga saat ini.
Perlu diketahui juga, ada salah satu faktor identik dari konflik kedua negara tersebut yang berkepanjangan. Faktor identik tersebut yaitu adanya upaya gerakan separatisme dari Masyarakat Armenia untuk memisahkan diri dari Azerbaijan dengan membawa Kawasan Nagorno-Karabakh menjadi negara yang berdiri sendiri atau memilih untuk bergabung dengan Armenia. Faktor ini yang kemudian membuat masyarakat publik menilai bahwa Konflik antar kedua negara ini lebih mengarah pada sengketa perebutan wilayah.
Sejarah Konflik Nagorno-Karabakh dan Runtuhnya Uni Soviet
Negara Azerbaijan dan Armenia sebelumnya merupakan satu kesatuan dari gabungan pada Negara Uni Soviet sejak tahun 1921. Sebuah fakta yang membuat konflik kedua negara tersebut semakin menguat ketika Pemerintah Uni Soviet pada saat itu di tahun 1923 mulai mengeluarkan kebijakan untuk menggabungkan antara Armenia dengan Azerbaijan sebagai wilayah otonomi (oblast otonom) di bawah Pemerintahan Uni Soviet. Selama 60 tahun lebih, Pemerintah Uni Soviet mulai mengalami pergejolakan pada sektor politik hingga ekonomi.
Hal tersebut yang membuat Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet kemudian menjadi Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev untuk mengeluarkan senjata ampuh mereka dengan kebijakan yang dikenal dengan Revolusi era Mikhail Gorbachev dengan empat kebijakan. Namun, pada konflik tersebut dapat diambil dari salah satu kebijakan revolusinya yang dikenal dengan perestroika yang artinya dikenal dengan "restrukturisasi." Tujuannya, agar Uni Soviet dapat melaksanakan praktik desentralisasi kepada beberapa wilayahnya untuk mengatur kebijakan politik dan ekonomi mereka.
Akan tetapi, di balik dari hal tersebut, pada tahun 1991, krisis ekonomi dan politik yang semakin merajalela membuat Pemerintahan Uni Soviet di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev merasa gagal dalam mengimplementasikan kebijakannya tersebut. Hingga pada akhirnya, di tahun yang sama Uni Soviet dinyatakan runtuh. Runtuhnya negara ini membuat kesempatan besar bagi beberapa kawasan di bawahnya untuk menyatakan kemerdekaannya dari Uni Soviet. Kesempatan tersebut yang membuat beberapa kawasan dengan mengajukan gugatan kepada Uni Soviet dengan desakan agar segera dimerdekakan.
Kalau dikaitkan dengan konflik yang terjadi antar kedua negara tersebut bahwa Kawasan Nagorno-Karabakh saat itu melalui parlemen regionalnya menyatakan bersedia secara resmi untuk bergabung ke Armenia. Akan tetapi, Uni Soviet saat itu memberikan pengendalian wilayah sengketa tersebut kepada otoritas Azerbaijan, tanpa memperhatikan dukungan dari masyarakat setempat untuk memilih bergabung ke otoritas Armenia. Akibat perselisihan dari kedua otoritas tersebut kemudian menimbulkan berbagai gerakan separatisme yang dikenal dengan Federasi Revolusioner Armenia oleh masyarakat mayoritas etnis Armenia untuk melancarkan dari cita-cita mereka berdasarkan pada keputusan parlemen regional dari Oblast Otonom Nagorno-Karabakh. Gerakan separatisme ini pun tidak diterima oleh Azerbaijan, namun didukung oleh Pemerintahan Armenia itu sendiri. Pada akhirnya di tanggal 20 Februari 1988 mulai meletus Perang Nagorno-Karabakh.
Jalan Panjang dari Perang Perebutan Wilayah Nagorno-Karabakh
Selama terjadi peperangan ini, banyak sekali hal-hal yang terjadi selama perang tersebut berlangsung selama enam tahun (1988 - 1994). Pemerintah Armenia mulai melakukan penyerangan secara bersenjata terhadap Azerbaijan demi merebutkan kawasan tersebut untuk lepas di bawah Kekuasaan Azerbaijan. Dalam perisitiwa perang tersebut, di tahun 1992, Armenia mulai didukung melalui pengiriman persenjataan oleh dua negara seperti Rusia (setelah Uni Soviet runtuh) dan Yunani yang memiliki hubungan kedekatan dengan Armenia. Namun, tidak ketinggalan juga Azerbaijan mulai mendapatkan dukungan dari Turki dalam membantu melawan pasukan militer dari Armenia, meskipun Azerbaijan mendapatkan persenjataan perang dari Israel, Ukraina, dan Rusia juga.
Sejak pada tahun tersebut, konflik antar negara tersebut kian memanas dan mengakibatkan gejolak politik antar negara ini terus terjadi. Lalu, berjalannya perang ini menimbulkan lebih dari ratusan ribu masyarakat sipil antar negara tersebut tewas dan munculnya juga korban luka-luka. Sekitar 1,264 masyarakat etnis Armenia yang menjadi korban di Kawasan Nagorno-Karabakh. Bahkan, pengungsi yang tewas akibat peperangan tersebut jauh lebih banyak, di mana sekitar 724,000 penduduk Azerbaijan menjadi korban, sedangkan sekitar 300,000 hingga 500,000 penduduk Armenia juga mengalami hal yang sama. Jumlah tersebut dapat dikatakan sangat banyak sekali dan sifatnya membahayakan bagi seluruh elemen masyarakat, baik yang berada di bawah
Berbagai upaya yang dilakukan oleh organisasi internasional dalam menghambat dan menyelesaikan peperangan ini pun tetap mengalami kegagalan. Salah satunya yaitu Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) yang memilih untuk menawarkan pelaksanakan upaya perdamaian dengan melakukan mediasi terhadap Negara Armenia dan Azerbaijan. Upaya ini pun tetap gagal sebab konsisten dari Armenia untuk merebut kembali pada Kawasan Nagorno-Karabakh tersebut. Hingga pada tahun 1993, Pasukan Militer Armenia berhasil mengambil wilayah di sekitar batas Kawasan Nagorno-Karabakh tersebut. Hingga pada akhirnya, etnis Armenia mengklaim kemerdekaan atas wilayah Nagorno-Karabakh yang dikenal dengan Republik Artsakh pada tahun 1991. Meskipun demikian, kemerdekaan ini masih memiliki pengakuan secara terbatas.
Konflik Kedua Negara yang masih terus berkepanjangan
Berakhirnya peperangan antar kedua negara ini secara sah ketika pada tahun 1994 dengan dikeluarkannya kesepakatan berupa gencatan senjata antara Armenia dengan Azerbaijan. Akan tetapi, upaya gencatan senjata ini bukanlah akhir dari konflik kedua negara tersebut. Armenia terus berupaya mencari cara untuk tetap mengambil wilayah Nagorno-Karabakh yang sudah secara de-jure merupakan milik dari Negara Azerbaijan. Jika dipandang pada konflik kedua negara ini tentu terus-menerus akan mengancam pada keamanan dalam bentuk dua kategori ancaman yaitu interstate dan intrastate conflict. Hal ini dibuktikan dengan keamanan yang mengancam pada hubungan antar kedua negara hingga antar etnis yang berbeda dalam satu negara.
Kemudian, penyelesaian pada konflik seperti ini tentu membutuhkan waktu yang sangat panjang. Hal ini disebabkan dari salah satu pihak yang tetap bersikukuh untuk mempertahankan wilayahnya, sedangkan pihak lawan juga yang tetap menginginkan wilayah tersebut menjadi milik dari negara tersebut. Rasa ambisius pada kedua negara ini membuat berakhirnya konflik terus terjadi sampai saat ini.