Menyimak kisah hidup para ulama memang selalu menarik dan berkesan di hati. Kegigihan mereka dalam mencari ilmu dan menegakkan ajaran Islam dapat mengobarkan semangat umat Islam, agar jangan pernah lelah melakukan amar ma’ruf nahi munkar atau mengajak orang-orang melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Persis, seperti apa yang ingin disampaikan dalam buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia.’
Dalam buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia’ karya Thoriq Aziz Jayana ini, kita disuguhi kisah tiga tokoh ulama yang patut dijadikan keteladanan bersama. Salah satunya ialah Syekh Junaid al-Batawi. Ia termasuk tokoh ulama (awal abad 19) yang berperan besar dalam kancah keilmuan Islam di Nusantara.
Menurut Amirul Ulum, Syekh Junaid al-Batawi pertama kali belajar agama kepada kedua orangtuanya. Kemudian ia belajar kepada ulama-ulama di sekitar Betawi. Pada waktu itu Betawi dipenuhi banyak ulama, baik yang bergelar guru, mu’allim, maupun kiai haji, yang ahli dalam kajian keislaman.
Kehausan Syekh Junaid al-Batawi terhadap ilmu pengetahuan begitu tinggi. Hal ini dibuktikan ketika ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di sana, ia tak hanya berhaji saja, tetapi juga menuntut ilmu kepada para ulama. Ia bahkan orang pertama yang diangkat menjadi imam sekaligus pengajar di Masjidil Haram dari kalangan komunitas Jawi (Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia, halaman 44).
Tokoh ulama berikutnya yang diulas dalam buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia,’ adalah Syekh Nawawi al-Bantani. Ia lahir di Kampung Tanara, Desa Serang, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Banten, pada tahun 1230 H (1814 H). Karena lahir di Banten, disematkanlah julukan al-Bantani di belakang namanya. Di kemudian hari ia lebih masyhur dengan nama Nawawi al-Bantani.
Sejak kecil Syekh Nawawi sudah menunjukkan kealimannya. Ia begitu mencintai ilmu. Semangat belajarnya sangat tinggi. Di usia 4 tahun, ia dan saudara-saudaranya sudah dibimbing langsung oleh sang ayah. Ilmu yang diajarkan sebatas dasar-dasar agama Islam dan bahasa Arab untuk pemula (Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia, halaman 81).
Dalam buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia’ dikisahkan bahwa Syekh Nawawi dikenal sebagai pengembara ilmu sejati. Usai melakukan pengembaraan yang cukup lama, akhirnya ia diminta oleh oleh para ulama Jawi dan ulama Haramain untuk mengajar di Masjidil Haram. Tentu tak mudah menjadi pengajar (syekh) di sana, karena harus melewati seleksi yang ketat.
Ulama terakhir yang dibahas penulis di buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia,’ adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Ia juga termasuk sosok ulama yang haus ilmu dan terus memperdalam keilmuannya. Ia juga seorang penulis kitab yang cukup produktif pada zamannya. Kitab yang ditulis genre-nya beragam; fikih, tauhid, tarekat, kebahasaan, sosial-politik, ilmu falak dan eksakta.
Terbitnya buku ‘Ulama-Ulama Nusantara yang Mempengaruhi Dunia’ ini semoga dapat menjadi penyemangat bagi para pencari ilmu, khususnya kaum muda di negeri ini.