Tragedi Tiga Babak merupakan novel terjemahan dari Three Act Tragedy karya Agatha Christie. Buku setebal 288 halaman ini dialihbahasakan oleh Mareta dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Berikut ini akan disajikan ulasan singkat buku Tragedi Tiga Babak, yang sangat menarik untuk dibaca.
Novel berkisah mengenai M. Poirot yang memutuskan untuk pensiun dari kariernya sebagai detektif yang paling hebat dan terkenal. Tidak akan ada lagi yang dapat menariknya kembali ke arena kejahatan. Akan tetapi, dalam salah satu acara makan malam yang dihadirinya, seorang hamba Tuhan yang lembut menjadi korban pembunuhan kejam, disusul seorang dokter ahli saraf yang brilian dibunuh dan dihabisi.
Si pembunuh yang licik mengotori panggung dengan petunjuk-petunjuk menyesatkan. Tentu saja hal ini mampu menahan M. Poirot dari pensiunnya. Mayat-mayat bergelimpangan. Hanya M. Poirot yang mampu menyelesaikan kasus dan menurunkan tirai penutup pertunjukan mengerikan ini.
Sir Charles Cartwright, seorang aktor berpengalaman, mengadakan pesta di rumahnya di Crow’s Nest. Ia mengundang beberapa tamu untuk makan malam di rumahnya, di antaranya Mr. Satterhwaite yang merupakan teman baiknya; Sir Batrholomew seorang dokter; Mr. dan Mrs. Babbington yaitu seorang pendeta beserta istrinya, dan beberapa tamu lainnya. Termasuk M. Hercule Poirot.
Pesta itu diisi dengan makan malam bersama, dan diakhiri dengan sebuah tragedi. Tragedi babak pertama, kematian pendeta, Mr. Babbington, beberapa menit setelah ia menenggak segelas koktail. Cerita pun berlanjut mengenai usaha Sir Charles Cartwright beserta tokoh lain untuk mengungkap siapa sebenarnya pembunuh seorang pendeta yang diketahui tidak memiliki musuh atau masalah di masa lalu.
Karya Agatha Christie tidak pernah membiarkan pembaca dengan mudah berhasil menebak siapa pelaku sebenarnya. Di awal memang sempat terlihat beberapa pelaku yang mencurigakan, membuat penbaca dapat menebak pelaku utama, tapi motif yang ditujukan untuk tokoh-tokoh lain selalu siap membuat pembaca ragu dan akhirnya memilih untuk menikmati saja pertunjukkan yang sedang berlangsung.
Tragedi kedua dan ketiga segera menyusul, dua kematian lainnya yang semakin memperkeruh suasana. Peran M. Poirot pada awal cerita tidak terlalu kentara, namun ia sukses menutup persoalan dengan penjelasan yang sangat baik, serta dijamin berhasil akan membuat pembaca ternganga. “Dengan berpikir, semua persoalan bisa diselesaikan,” seperti perkataannya, yang perlu M. Poirot lakukan hanya berpikir, menyusun ulang semua fakta hingga menjadi sebuah konstruksi kebenaran.
Apakah orang yang membunuh Mr. Babbington sama dengan pembunuh 2 orang lainnya? Apa sebenarnya motif utama seorang pendeta yang ‘bersih’ bisa dibunuh? Temukan jawabannya dalam karya luar biasa dari Agatha Christie, novel Tragedi Tiga Babak atau Three Act Tragedy.