Putus asa termasuk perbuatan yang sudah semestinya selalu kita hindari. Sebab, sikap yang tak disukai oleh Allah Swt. ini akan mendatangkan dampak yang buruk bagi kehidupan umat manusia. Bukankah telah banyak contoh kejadian mengerikan yang semuanya bermula dari sikap putus asa? Semoga kita dijauhkan dari sikap tak terpuji ini.
Putus asa, sebagaimana diuraikan oleh M. Yusuf Abdurrahman dalam buku Tamparan-Tamparan Keras bagi Pelaku Dosa-Dosa Besar (Safirah, 2012), merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah Swt. seolah-olah, orang yang putus asa mengetahui segala-galanya dan menyimpulkan sendiri atas segala sesuatu. Orang yang berputus asa senantiasa menganggap sempit dunia, terlebih tentang kuasa dan rahmat-Nya. Ia akan berputus asa terhadap rahmat-Nya jika sudah berbuat dosa besar. Ia juga menganggap tidak ada lagi ampunan baginya. Sehingga, hidupnya merasa penuh kesia-siaan.
Begitu juga apabila suatu masalah menimpanya, maka orang yang berputus asa akan selalu berpikir mentok. Ia berpikir bahwa sudah tidak ada jalan lain, semuanya telah berakhir. Akhirnya, ia pasrah tanpa usaha. Padahal, Allah Swt. memberikan kesulitan sekaligus kemudahannya. Artinya, di dalam setiap kesulitan, pasti ada kemudahan atau jalan keluarnya (Tamparan-Tamparan Keras bagi Pelaku Dosa-Dosa Besar, halaman 143).
Fitnah juga termasuk perbuatan yang seharusnya kita hindari. M. Yusuf Abdurrahman menguraikan, fitnah merupakan penyakit lisan yang berbahaya dan harus diwaspadai. Dalam terminologi syar’i, fitnah disebut dengan an-namimah. Namimah atau adu domba, dalam bahasa Arab, berasal dari kata an-namimah, yang berarti penyebar fitnah. Sedangkan secara etimologi, namimah adalah memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak yang menyebabkan terputusnya suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan antarsesama manusia.
Orang yang hobi menyebar fitnah, biasanya mempunyai dua motif. Pertama, ia menginginkan keburukan dari objek yang diberitakan infonya tersebut. Kedua, ia menginginkan kepuasan dan kelegaan atas tersebarnya isu karena ini memang sudah menjadi hobinya. Sebagai umat Islam, tentu kita dilarang melakukan hal yang demikian; menjadi manusia yang hobi menyebar fitnah (Tamparan-Tamparan Keras bagi Pelaku Dosa-Dosa Besar, halaman 182).
Terbitnya buku berjudul Tamparan-Tamparan Keras bagi Pelaku Dosa-Dosa Besar yang disusun oleh M. Yusuf Abdurrahman ini semoga bisa menjadi bahan renungan bersama, agar kita berusaha sekuat tenaga menghindari beragam dosa-dosa besar yang merugikan kita.