Buku Keajaiban Sains merangkum kisah kesaksian para ilmuwan dunia akan kebenaran Al Qur'an. Menariknya, kesaksian itu diperoleh saat mereka sedang melakukan penelitian ilmiah pada disiplin ilmu yang mereka geluti. Bahwa kesimpulan ilmiah yang akhirnya mereka hasilkan ternyata selaras dengan apa yang termaktub dalam Al-Qur'an.
Ada 12 kisah ilmuwan yang diangkat dalam buku. Di antaranya adalah Robert Guilhem. Pakar genetika ini memeluk Islam karena terkagum-kagum pada ayat tentang perintah iddah (masa tunggu), yakni 3 bulan. Sebagai ilmuwan, ia mendedikasikan hidupnya untuk meneliti sidik pria pada pasangannya, dan memperoleh kesimpulan bahwa jejak rekam laki-laki baru hilang setelah tiga bulan. Fakta ini selaras dengan masa iddah yang tercantum dalam Al Qur'an. Ketika istri dicerai suaminya, maka ia wajib menjalani iddah selama 3 bulan. Keselarasan antara ayat dengan hasil penelitiannya inilah yang membuat Guilhem dengan suka rela masuk Islam. (hal. 89).
Selanjutnya Leopold Werner Von Ehrenfels. Ia menemukan fakta bahwa wudhu adalah pusat syaraf manusia. Psikiater sekaligus neurologi berkebangsaan Austria ini meneliti rahasia tentang kewajiban wudhu dan mandi seusai bersenggama. Ia menemukan hal yang rasional pada dua perintah tersebut.
Bahkan khusus wudhu, ia menemukan fakta bahwa anggota wudhu merupakan pusat-pusat saraf yang paling peka dari tubuh manusia, yaitu di sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat saraf tersebut sangat peka terhadap air segar. Dengan sering membasuhnya seseorang telah memelihara dan menjaga keseimbangan pusat sarafnya. Karenanya, setelah menemukan fakta ini, Leopold memeluk Islam. Bahkan menganjurkan agar aktivitas wudhu juga dilakukan oleh semua manusia tanpa memandang agama (hal. 123-124).
Masih banyak ilmuwan lainnya, seperti Alferd Kronel yang menyatakan bahwa Jazirah Arab akan kembali menjadi padang rumput subur dan dipenuhi sungai-sungai; Demitri Bolykov, yang sukses menguak kebenaran matahari akan terbit dari barat; William Brown, yang berhasil membuktikan bahwa tumbuhan bertasbih; atau Keith More, yang mampu menyibak kebenaran embriologi dalam Al-Qur'an.
Kisah-kisah kesaksian para ilmuwan ini kian menegaskan satu hal: meskipun semua tahu bahwa Al-Qur'an bukan kitab sains, tetapi tidak bertentangan dengan sains modern, sangat ilmiah, serta mengandung limpahan ilmu pengetahuan, yang bisa jadi belum atau bahkan tidak seluruhnya bisa tergali oleh para ilmuwan. Akhirnya, semoga kisah mereka kian mempertebal keimanan kita kesucian dan keagungan Al-Qur'an.