Buku berjudul Yang Miskin Dilarang Maling…! ini menghadirkan kisah seorang laki-laki tengah baya dari Desa Kalibaru (Sukasman) yang hidupnya selalu terjerat kemiskinan dan berbagai cobaan bertubi-tubi yang sampai mengakibatkannya nekat mencuri.
Pekerjaan yang digelutinya menjadi kuli, buruh tani, dan pemulung ternyata tidak dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya dengan layak. Dengan terpaksa, Sukasman harus rela meminjam hutangan kepada tetangga-tetangganya, tak terkecuali kepada rentenir.
Keadaan miskin ternyata tidak menyurutkan semangat Sukasman dalam mengarungi kehidupan. Dengan hati pasrah dan menerima kenyataan, Sukasman tetap berusaha menjadi seorang kepala rumah tangga yang bertanggungjawab dan menyayangi keluarganya. Walaupun beberapa warga kampung mengucilkan keberadaan keluarga Sukasman karena kehidupannya yang miskin.
Bahkan karena kemiskinan yang dideritanya, Sukasman harus menjadi sasaran amukan massa warga kampung dan mendekam di balik jeruji besi, lantaran “dituduh” mencuri barang salah seorang guru agama warga Desa Kalibaru (H. Ma’mun). Berbagai elakan dan upaya telah dilakukan agar Sukasman terbebas dari jeratan yang sebenarnya tidak dilakukannya.
Peristiwa tersebut membuat sebagian warga kampung semakin membenci dan mengucilkannya, serta menjadi buah bibir karena telah berani melanggar aturan yang telah ditetapkan di kampungnya. Hanya Pak Lurahlah yang membela dan mengusahakan pembebasan Sukasman.
Berkat pembelaan dan negosiasi yang dilakukan Pak Lurah kepada pihak kepolisian, akhirnya Sukasman divonis bebas dari jeratannya. Berita pembebasan Sukasman ternyata tidak bisa diterima oleh sebagian warga kampung dan H. Ma’mun sendiri. Mereka mempunyai anggapan bahwa aturan kampung telah dilanggar dan hukum negara tidak ditetapkan (Yang Miskin Dilarang Maling…!, hlm. 115).
Pasca pembebasannya, Sukasman lebih suka menyendiri dan lebih tertutup pada tetangga-tetangganya. Dia takut kalau dihina atas tuduhan-tuduhan yang sebenarnya tidak dilakukannya. Meskipun demikian, beberapa tetangganya yang menaruh rasa kasihan masih antusias menjenguk Sukasman. Salah satunya Pak Zuhdi. Selain melihat keadaan Sukasman, Pak Zuhdi juga menawarkan hak-hak yang patut diperoleh setelah kejadian salah tangkap yang menimpa Sukasman, dengan menuntut balik orang yang telah menuduhnya.
Pak Zuhdi adalah seorang mantan pengacara yang beralih profesi menjadi pengusaha. Disela-sela usahanya Pak Zuhdi diam-diam masih memanfaatkan keahliannya sebagai pengacara.
Sukasman sempat tergiur atas tawaran Pak Zuhdi. Namun, Pak Lurah melarang rencana penuntutan tersebut. Sebab, akan membuat keberadaan Sukasman di kampung semakin terasing. Akhirnya Sukasman membatalkan niat penuntutan tersebut meskipun membuat kecewa Pak Zuhdi (Yang Miskin Dilarang Maling…!, hlm. 125).
Tak selang beberapa hari, nasib naas menimpa keluarga Sukasman lagi. Istrinya (Suniyati) positif mengidap penyakit kanker otak. Sukasman mengotak-atik otaknya untuk memperoleh uang biaya rumah sakit. Sukasman hendak meminjam pada Pak Lurah, tapi dia merasa malu. Toh, Pak Lurah satu-satunya orang yang selalu membantunya jika sedang kesulitan. Sukasman bertambah bingung, harapan untuk menuntut H. Ma’mun telah sirna. Sekarang sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Untuk mencairkan kebingungan, Sukasman pergi keluar rumah.
Suatu ketika, dia melihat seekor ayam. Ternyata ayam tersebut milik Pak Lurah, dan karena kebutuhannya yang sangat mendesak untuk pengobatan istrinya, Sukasman nekat mencuri ayam tersebut.
Pagi-pagi, Desa Kalibaru dihebohkan oleh hilangnya ayam Pak Lurah. Beberapa warga, tak terkecuali H. Ma’mun, langsung menaruh curiga pada Sukasman. Lantaran Sukasman pernah diduga mencuri di Desa Kalibaru. Dengan mengumpulkan berbagai bukti, akhirnya Sukasman menjadi terdakwa kasus pencurian. Meskipun Pak Lurah telah mengikhlaskan perbuatan Sukasman, namun hukuman tidak bisa berubah. Lagi-lagi, Sukasman harus mendekam di penjara.
Kali ini, dia merasa dirinya tidak akan bisa keluar lagi. Lantaran ia benar-benar melakukan pencurian, bukanlah korban salah tangkap. Pak Lurah-pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga Sukasman harus rela meneriman hukuman selama 15 tahun kurungan penjara. Sungguh malang nasib keluarga Sukasman, dan sewaktu dia di penjara, istrinya menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit kanker otak yang dideritanya.