Novel yang diterbitkan oleh Republika Penerbit, cetakan pertama Oktober 2016 silam. Enam tahun yang lalu, karya dari salah satu penulis ternama Indonesia, Tere Liye. Meskipun novel lama, namun jika dibaca ulang, kesan menyentuh hati selalu akan kita rasakan setiap membaca lembar demi lembar setiap babnya.
Cerita diawali dari seorang pemuda berusia tiga puluh tahun, yang bekerja sebagai associate firma, mendapatkan tugas untuk menyelesaikan harta warisan wanita bernama Sri Ningsih.
Petualangan panjang dilalui Zaman Zulkarnaen, demi mendapatkan bukti akurat siapa ahli waris sah dan surat wasiat Sri Ningsih, yang hanya menitipkan surat keterangan bahwa wanita tua tersebut adalah pemilik sah 1% surat saham di perusahaan besar pada firma hukum tempatnya bekerja.
Thompson & Co. Firma hukum yang berdiri di atas prinsip-prinsip bukan heir hunters serakah. Maka ketika salah satu client mereka telah tiada tanpa meninggalkan surat wasiat, menjadi PR besar bagi mereka untuk memenangkan kasus dan membagi rata harta peninggalan Sri Ningsih dengan seadil-adilnya. Akan tetapi untuk mencapai hal tersebut, mereka belum memiliki cukup bukti. Sehingga Zaman lah yang ditunjuk untuk menelusuri jejak Sri Ningsih.
Zaman Zulkarnaen memulai perjalanannya menuju Paris, La Cerisaie Maison de Retraite, panti jompo. Berbekal buku diary Sri Ningsih yang diberikan oleh Aimee, pengurus panti tempat Sri Ningsih menetap, Zaman Zulkarnaen melangkahkan kaki menemukan tujuannya, melewati banyak peristiwa melelahkan sekaligus menakjubkan tentang kehidupan sang wanita tua.
Latar belakang cerita mengambil beberapa tempat. Seperti belgrave square, london. Paris, Pulau Bungin, Jakarta, Tanah Jawa. Novel yang berjumlah 524 halaman dengan 33 bab ini, menyimpan banyak pelajaran hidup yang berharga dari kisah seorang Sri Ningsih.
Mulai dari kehidupan masa kecil hingga dewasa si gadis yang dikutuk dikemas dengan sangat baik. Tak jarang pada beberapa bagian yang menceritakan kesedihan tokoh tersebut membuat kita larut. Seperti ketika Sri Ningsih mendapatkan perlakuan buruk dari sang ibu sambung setelah kepergian ayah tercintanya. Terpaksa merelakan bisnis yang ia bangun dari masa berjualan menggunakan gerobak dorong hingga mempunyai rental mobil hancur.
Saat usianya tak lagi muda, cinta datang menyapa menawarkan warna pelangi dalam hidupnya. Dari pernikahan tersebut, Sri Ningsih dan Hakan Karim yang penyayang dan romantis dikaruniai dua anak. Dua bayi mungil yang hanya beberapa jam menghirup udara dunia, berakhir di pusara. Namun, kegigihan, keikhlasan, ketabahan dan kesabaran tokoh Sri Ningsih digambarkan sang penulis sangat menarik dan sukses menguras emosi.
Penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Alurnya maju mundur. Tokoh-tokoh pendukung dalam cerita juga terasa hidup dan nyata. Bukan hanya kisah Sri Ningsih, kehidupan Zaman Zulkarnaen yang merupakan anak dari seorang istri kedua juga sukses mengaduk-aduk perasaan. Ada kehangatan keluarga Rajendra Khan dari India Utara, sekaligus pemilik kios makanan langganan Zaman, yang ternyata begitu dekat dengan Sri Ningsih. Kisah persahabatan juga mewarnai cerita dalam Novel ini. Bagaimana rasa iri dan benci mampu membuat seseorang yang semula sangat baik menjadi begitu jahat dan kejam.
Hal paling menyenangkan dari novel ini adalah seperti buku-buku yang ketika kita membacanya menimbulkan rasa penasaran akan ending kisah dari si tokoh utama, namun kita tidak ingin loncat langsung pada bab terakhir. Mengikuti sampai tuntas bab per bab episode kehidupan si tokoh hingga habis. Novel yang meskipun enam tahun lalu diterbitkan ini recommended banget untuk kalian koleksi.