Menetralisir Citra Buruk Ibu Tiri: Ulasan Novel Aku Sayang Bunda

Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Menetralisir Citra Buruk Ibu Tiri: Ulasan Novel Aku Sayang Bunda
Aku Sayang Bunda (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Aku Sayang Bunda adalah novel anak perdana Nurhayati Pujiastuti yang ditebitkan Indiva media Kreasi. Tak tanggung-tanggung novel ini langsung diganjar Islamic Book Award dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai Buku Fiksi Anak Terbaik Tingkat Nasional.

Novel setebal 96 halaman ini juga telah dicetak ulang berkali-kali, menunjukkan betapa isinya mempunyai tempat tersendiri di hati pembaca.

Lalu, apa kelebihan novel yang ilustrasinya digarap Dody YW ini?

Pertama dari segi cerita, Nurhayati Pujiastuti menganggit kisah yang dekat dengan realitas kehidupan kita sehari-hari, yakni tentang anak perempuan sulung yang tinggal bersama dengan keluarga kecilnya.

Namun kemudian Nurhayati mengajukan satu permasalahan yang menimbulkan tanda tanya besar: anak perempuan itu ternyata dibesarkan bukan oleh ibu kandungnya.

Di mana ibu yang melahirkannya? Mengapa ibu tiri yang mengasuh dan membesarkannya justru memperlakukannya dengan amat baik? Bukankah ibu tiri itu ... jahat? Setidaknya itulah stigma buruk yang dicorengmorengkan masyarakat.

Inilah kelebihan kedua novel suntingan Saptorini, yakni muatan kesadaran juga penyadaran betapa ibu tiri sama halnya ayah tiri, ialah hanya status. Soal kasih sayang juga perlakuan terhadap anak sambung tidak ditentukan status itu, melainkan tergantung kepribadian masing-masing.

Nyatanya, ibu tiri Nayla yang dipanggil Bunda, sangat baik, perhatian, dan mengayomi. 

Ketiga, unsur rasa ingin tahu yang menggeret penasaran pembaca yang disebarkan Nurhayati di tubuh cerita sedari mula. Ya. Dari halaman awal, pembaca sudah disodori masalah dan dibetot rasa ingin tahunya: Wati, sepupu Nayla, datang untuk menginap.

Tapi mulut ember-nya menciptakan malapetaka dengan cara bocor ke mana-mana, mengatakan kalau Bunda Nayla adalah bukan bunda betulan alias ibu tiri ... dan seterusnya.

Kelebihan keempat, isu kesehatan mental yang disoroti penulis. Isu satu ini, belakangan hari tengah sangat hangat dibicarakan khalayak, dan sebagai buku yang menyasar pembaca anak-anak, Aku Sayang Bunda juga ambil bagian untuk mengajak peduli serta tanggap perihal penting tersebut.

Kelima, pilihan kata yang digunakan Nurhayati Pujiastuti, pendek-pendek, gampang dimengerti, namun tidak datar saja. Sebaliknya, mengandung muatan makna dan estetika tertentu yang tidak dimiliki penulis cerita anak lainnya.

Video yang mungkin Anda suka:

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak