Mengulik Sejarah Serangan Umum 1 Maret, Pertempuran Mendadak di Yogyakarta

Hayuning Ratri Hapsari | Calvin Vadero
Mengulik Sejarah Serangan Umum 1 Maret, Pertempuran Mendadak di Yogyakarta
Monumen Serangan Umum 1 Maret (kemdikbud.go.id)

Pada tanggal 1 Maret 1949, pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak ke Kota Yogyakarta, yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan menandai titik balik dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Serangan yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret ini merupakan salah satu peristiwa terakhir dalam konflik panjang dan sering diwarnai kekerasan antara pemerintah kolonial Belanda dan gerakan nasionalis Indonesia.

Indonesia telah berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda selama lebih dari 100 tahun, setelah Perang Dunia II, sebuah gerakan nasionalis yang kuat muncul, menuntut kemerdekaan dari Belanda.

Pada tahun 1945, kaum nasionalis Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan dan membentuk pemerintahan baru, tetapi Belanda menolak untuk mengakui kedaulatan mereka dan berusaha untuk menegaskan kembali kendali atas kepulauan tersebut.

BACA JUGA: Memandang Serangan Umum 1 Maret dari Perspektif Taktis Kedua Belah Pihak

Hal ini menyebabkan konflik empat tahun yang dikenal sebagai Revolusi Nasional Indonesia, di mana kaum nasionalis Indonesia berjuang untuk kemerdekaan mereka dari penjajahan Belanda.

Belanda menggunakan taktik brutal, termasuk serangan udara dan penggunaan senjata kimia, dan pertempuran tersebut mengakibatkan banyak korban jiwa di kedua sisi.

Disadur dari historia.id, pada tahun 1949, Belanda mendapat tekanan dari masyarakat internasional untuk mengakhiri konflik dan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Negosiasi telah berlangsung antara kedua belah pihak, tetapi menemui jalan buntu, dan Belanda semakin frustrasi dengan kurangnya kemajuan. 

Pada dini hari tanggal 1 Maret 1949, pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak ke Kota Yogyakarta, Indonesia, yang pada saat itu merupakan pusat gerakan nasionalis Indonesia dan lokasi ibu kota baru negara.

Belanda menggunakan tank, artileri, dan pesawat tempur untuk menyerang kota, yang lengah dan tidak siap menghadapi serangan itu.

Penyerangan itu bertujuan untuk menangkap tokoh-tokoh nasionalis Indonesia, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, yang saat itu sama-sama berada di Yogyakarta.

Belanda berharap dengan menangkap para pemimpin ini, mereka dapat memperoleh keuntungan dalam negosiasi dan memaksa Indonesia untuk menerima persyaratan Belanda untuk merdeka.

Serangan itu berlangsung selama beberapa jam dan mengakibatkan banyak korban jiwa, dengan perkiraan jumlah korban tewas berkisar antara beberapa ratus hingga beberapa ribu.

Belanda akhirnya tidak berhasil menangkap Soekarno dan Hatta, yang telah dievakuasi dari kota tersebut sebelum penyerangan dimulai.

Serangan Umum 1 Maret dikutuk secara luas oleh masyarakat internasional, dengan banyak negara mengkritik Belanda karena penggunaan kekuatan mereka dan korban sipil akibat serangan itu.

Peristiwa itu juga menggembleng dukungan terhadap gerakan nasionalis Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri, dan menekan Belanda untuk akhirnya memberikan kemerdekaan kepada negara tersebut.

Pada Agustus 1949, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia, dan kedua belah pihak menandatangani Perjanjian Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, yang menetapkan syarat-syarat kemerdekaan Indonesia.

Namun, warisan Serangan Umum 1 Maret dan konflik yang lebih luas antara Indonesia dan Belanda terus membentuk hubungan kedua negara hingga saat ini.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak