Jika Anda pernah membaca novel Dunia Kecil yang Riuh (2021), novel Gadis yang Menulis Surat Setiap Malam (2021), buku kumcer Serdadu dari Neraka (2021), novel Kawi Matin di Negeri Anjing (2020), novel Lolong Anjing di Bulan (2020), novel Tanah Surga Merah (2017), novel Bulan Kertas (2017), novel Bayang Suram Pelangi (2016), novel Tempat Paling Sunyi (2014), novel Lampuki (2011), novel Ciuman di Suatu Senja (2008), atau novel Percikan Darah di Bunga (2005), berarti Anda sudah mengenal profil dari pengarang buku kumcer Gerimis Senja di Sebuah Desa (2007) ini.
Ia bernama Arafat Nur. Lahir di Lubuk Pakam, Sumatera Utara, pada 22 Desember 1974. Karyanya bertebaran di media massa nasional, baik berupa puisi maupun cerita pendek. Buku-buku novelnya juga laris manis di pasaran dan mendapat banyak penghargaan. Sejak tahun 2019 hingga sekarang, ia menetap di Ponorogo, Jawa Timur, sebagai penulis dan dosen di STKIP PGRI Ponorogo.
Buku kumpulan cerpen Gerimis Senja di Sebuah Desa ini, memuat tiga belas cerita. Sebagian besar mengusung tema percintaan dan peperangan. Tema percintaan dalam buku bercover panorama senja ini bisa dilihat pada cerita bertajuk Lelaki Mabuk Cinta dan Dari Sebuah Perkampungan.
Pada cerpen bertajuk Lelaki Mabuk Cinta ini, seorang pemuda tampan bernama Zulfadli mengalami perubahan sikap dan psikis sejak jatuh cinta kepada seorang gadis yang sedang mengaji di sebuah pesantren. Annisa, nama gadis itu, kepalanya selalu tertutup kerudung putih. Zulfadli dibuat gila karenanya.
Kepada setiap orang yang ia temui di sepanjang jalan, Zulfadli berteriak seperti orang kesetanan.
"Aku jatuh cinta! Aku jatuh cinta!" teriaknya.
Orang yang ditemui meliriknya dengan heran. Mereka berdecak dan geleng-geleng, namun Zulfadli sama sekali tidak mempedulikannya.
Sedangkan pada cerpen berjudul Dari Sebuah Perkampungan, mengisahkan seorang perempuan yang tiba-tiba menjerit histeris dari sebuah gubuk yang tak jauh dari masjid. Orang-orang yang mendengarnya mendadak meninggalkan kegiatan mereka dan menghambur ke asal suara. Di sana mereka dapati Kak Minah istri Bang Lan yang sedang menangis meronta-ronta sambil menjambak rambutnya sendiri.
Kak Minah menangis bukan sebab dipukul suaminya, atau suaminya ditangkap polisi, namun karena suaminya hilang dibawa kabur seorang lonte. Dalam jeritannya, Kak Minah ingin membunuh lonte tersebut dan mencincang dagingnya, sebab sangat jengkel.
Sementara tema peperangan bisa dibaca pada cerita berjudul Gerimis Senja di Sebuah Desa. Nyaris setiap hari saat menjelang malam, lelaki yang dipanggil Abang itu selalu merasa trauma. Ia selalu melihat bayang-bayang hitam menyelinap, menyergap, dan mengintai rumahnya. Beberapa sosok lelaki bertubuh tegap menyelinap di balik semak-semak pekarangan rumahnya, menyeret dua sosok manusia tidak berdaya. Dalam gerimis itu, tiba-tiba terdengar suara tembakan. "Dooor!"
Dan masih banyak cerita-cerita menarik lainnya yang terhimpun dalam buku ini. Kisah-kisahnya dikemas dengan penuturan sederhana sehingga tidak perlu mengernyitkan dahi untuk memahaminya. Selamat membaca!