Film "Hati Suhita," yang diadaptasi dari novel Khilma Anis, mengisahkan perjalanan Alina Suhita (Nadya Arina) yang berasal dari pesantren. Alina terlibat perjodohan dengan Gus Biru, hingga akhirnya menikah.
Namun, impian bahagia merajut kasih dan membangun rumah tangga dengan Gus Biru (Omar Daniel) hancur saat mengetahui bahwa Gus Biru tak mencintainya.
Suhita haus berjuang sebagai istri untuk meraih cinta Gus Biru, walaupun Gus Biru masih terbelenggu oleh mantan kekasihnya, Ratna Rengganis (Anggika Bolsterli). Kisah cinta segitiga itu, menjadikan perjalanan cinta Suhita penuh derita batin.
Film romansa Indonesia ini diproduksi oleh Starvision dan disutradarai oleh Archie Hekagery, yang sebelumnya telah sukses menggarap "Wedding Agreement".
Proses syuting melibatkan sembilan kota: Bogor, Kediri, Jakarta, Trenggalek, Ponorogo, Salatiga, Klaten, Jogja, dan Kudus, dalam kurun waktu 50 hari.
Film ini, meskipun awalnya terkesan memiliki premis klise: berkaitan dengan drama religi, yang mana berkisah tentang pernikahan dan kisah istri tersakiti oleh cinta bertepuk sebelah tangan, ternyata di luar dugaan, filmnya berhasil memberikan pengalaman tontonan yang solid dan seimbang, terutama bagi penonton yang mungkin memiliki pandangan yang lebih konservatif.
Film ini berhasil menggambarkan kehidupan di pesantren dengan kelembutan dan kesetiaan pada penggambaran novelnya. Para pemeran tampil dengan baik, dan aksen dialog Jawa Timur mereka cukup lancar, meskipun ada beberapa dialog dengan campuran bahasa Indonesia.
Uniknya, film ini tidak terjebak dalam klise karakter perempuan berhijab yang sering terlihat dalam film religi. Penggunaan pakaian muslim atau muslimah disesuaikan dengan konteksnya, dan bahkan momen ketika Suhita nggak pakai kerudung, diperlihatkan dengan natural.
Salah satu karakter yang benar-benar mencuri perhatian penonton tentu saja, Suhita.
Karakter ini menonjol karena prinsipnya yang kuat, terutama terkait dengan cinta yang tidak naif atau keinginannya untuk mempertahankan rumah tangga tanpa harus mengorbankan hatinya, sehingga di satu momen terakhir, Suhita berani ambil sikap tegas.
Film ini juga berhasil menyampaikan pesan moral tanpa terkesan menggurui penonton.
Namun, perlu diingat bahwa film ini memiliki durasi yang cukup panjang, yaitu 2 jam 17 menit.
Meskipun banyak aspek yang dibahas, seperti cinta segitiga, kesetaraan gender, dan kesetiaan dalam cinta, beberapa penonton mungkin merasa bahwa durasi ini sedikit terlalu lama.
Selain itu, filmnya kurang memberikan ruang bagi penonton untuk bisa peduli pada karakter Ratna Rengganis dan Gus Biru.
Dengan gambaran indah kehidupan di pesantren, penampilan para pemain yang luar biasa, dan pesan moral yang kuat, film ini berhasil menghadirkan cerita yang mendalam.
Dengan beberapa kekurangan, film ini mendapat skor 7/10 untuk keberhasilannya menggugah emosi penonton hingga merasakan pedihnya hati Suhita, juga untuk pandangan yang lebih dalam tentang cinta, kesetiaan, dan prinsip hidup yang terkandung dalam filmnya.