Ulasan Novel 'Pulang' Karya Leila S Chudori, Kisah Kehidupan Para Buronan Politik

Hayuning Ratri Hapsari | Adela Puspita
Ulasan Novel 'Pulang' Karya Leila S Chudori, Kisah Kehidupan Para Buronan Politik
Sampul buku 'Pulang' karya Leila S. Chudori (Gramedia.com)

Buku Pulang mengajak pembacanya untuk merenung pada kejadian masa lalu. Pertama, pada bulan September 1965 di Indonesia, di mana negara tersebut mengalami situasi penculikan terhadap para jenderal.

Kedua, pada bulan Mei tahun 1968 dengan peristiwa yang terjadi di Prancis. Lalu, ketiga pada bulan Mei tahun 1998, Indonesia mengalami kerusuhan akibat penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti.

Buku ini akan menggunakan sudut pandang orang pertama dengan banyak wawasan dan memanfaatkan sudut pandang dari berbagai tokoh, termasuk Dimas, Bimo, Alam, Lintang, dan Vivienne.

Oleh karena itu, pada beberapa bagian cerita yang mungkin sulit untuk dipahami karena melibatkan sudut pandang yang bervariasi dari beberapa tokoh.

Perubahan sudut pandang orang pertama dalam buku ini disajikan dengan baik oleh penulis Leila S. Chudori, sehingga pembaca tidak akan merasa bingung.

Sebaliknya, buku ini membangkitkan rasa penasaran dengan serangkaian konflik yang terjadi di dalamnya. Meskipun tebal, buku ini tidak membuat pembaca malas untuk melanjutkan membacanya.

Penulis menciptakan tokoh dalam buku ini dengan daya tarik yang luar biasa, khususnya melalui karakter Dimas yang begitu mencintai Surti dengan sangat dalam. Cara penulis menggambarkan hubungan mereka sungguh memukau dan membuat pembaca merasa terpikat.

Di samping itu, buku "Pulang" karya Leila S. Chudori menitikberatkan pada kisah kehidupan para buronan politik yang menjalani petualangan dari satu negara ke negara lainnya, termasuk Prancis.

Diketahui bahwa Indonesia mengalami keadaan yang tidak menentu pada tahun 1965 setelah pemberontakan PKI. Pada waktu itu, tokoh Dimas seorang wartawan dari perusahaan "Berita Nusantara" terdampar di Paris.

Pada saat itu, Indonesia tengah menghadapi situasi demokrasi di antara kelompok pendukung PKI dan anti-PKI, yang di mana sangat berdampak pada lingkungan tempat Dimas bekerja.

Dalam konteks tersebut, tokoh Dimas mendapati dirinya terperangkap dalam kondisi politik yang menuntut penduduk untuk memilih berada di pihak yang mendukung atau menentang.

Tokoh Dimas pada dasarnya memilih untuk tetap netral karena ia tidak ingin terlalu terpaku pada satu ideologi tertentu.

Meskipun begitu, sebagian besar hidupnya dihabiskan bersama rekan kerjanya di kantor, termasuk Nugroho, Hananto Prawiro, dan Risjad yang juga merupakan teman masa kuliahnya di Universitas Indonesia.

Meski sudah memiliki hubungan yang akrab, salah satu teman Dimas yaitu Hananto selalu menekankan agar Dimas membuat pilihan politik yang jelas.

Alur cerita dalam novel "Pulang" sangat menarik karena penulis menggunakan teknik alur maju mundur yang memungkinkan pembaca untuk memahami masa lalu beberapa tokoh.

Dengan pendekatan ini, karakter-karakter dalam novel yang berlatar belakang sejarah ini menjadi lebih terperinci dan terbentuk dengan baik.

Selain memiliki alur yang menarik, novel "Pulang" juga menawarkan keunggulan dengan memberikan gambaran tentang sejarah kelam Indonesia. Pembaca dapat merasakan kekelaman yang melanda Indonesia pada masa-masa tersebut.

Oleh karena itu, ketika membaca novel ini tidak hanya terhanyut oleh alur cerita yang kuat, tetapi juga membuka wawasan pembaca terhadap sejarah yang terkandung di dalamnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak