Buku 'Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya', Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme

Candra Kartiko | Sam Edy
Buku 'Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya', Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme
Cover Buku "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya". (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Buku berjudul ‘Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya’ ini berisi bunga rampai artikel-artikel pilihan karya Daoed Joesoef di harian Kompas, sejak 1978 hingga 2017, yang dihimpun dengan panduan tematis Pembangunan Nasional. Tema dan topik pembangunan memang luas, mencakup semua bidang kehidupan.

Ditilik dari bobot hasil petualangan intelektual Daoed, refleksinya terhadap realitas yang dihadapi sungguh mendalam. Meski demikian, penyajian dengan sistematika yang clair et distinct ala Cartesian memudahkan pembaca untuk mencernanya.

Salah satu tema penting yang menarik disimak dalam buku terbitan Kompas (2018) ini adalah tentang nasionalisme. Menurut Daoed, belakangan ini merebak keluhan tentang lunturnya nasionalisme di kalangan generasi muda.

BACA JUGA: Review Drama Korea Move to Heaven, Ajarkan tentang Arti Kehidupan

Berhubung nasionalisme umumnya ditanggapi sebagai kesediaan mengabdi sepenuhnya kepada Tanah Air, sentimen patriotik, usaha, dan prinsip kebangsaan, generasi tua mengkhawatirkan masa depan Negara-Bangsa. Siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan pemuda?

Ide nasionalisme yang terkait langsung dengan ide kemerdekaan nasional menyentuh pemuda kita sebagai suatu panggilan romantika perjuangan dan sebuah sense of mission. Hidup adalah sebuah misi. Memang belum menyentuh semua pemuda yang ada, baru segelintir kecil di antara yang terpelajar. Dengan jumlah relatif sedikit mereka berani memenuhi misi sucinya. Mereka menyebut dirinya “Jawa Muda”. “Sumatera Muda”, “Minahasa Muda”, “Ambon Muda”, “Muslimin Muda”, dan lain-lain, untuk membedakan diri dari golongan tua sesuku atau seiman (hlm. 11).

Rasa nasionalisme memang harus ditumbuhkan sejak usia muda. Menurut Daoed, di samping “penumbuh”, ada “pemupuk” nasionalisme kita, misalnya “pembangunan”. Ia adalah sebutan lain dari perdamaian, yang merupakan lanjutan dari perang (revolusi) dengan cara lain.

Yang kita perangi bukan lagi penjajah, melainkan semua keburukan yang ditinggalkannya: keterasingan antarsuku, kesalahpahaman antarbudaya lokal, kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan rakyat di aneka bidang kehidupan (hlm. 14).

Tema-tema seputar ekonomi juga menjadi pembahasan Daoed Joesoef dalam buku ini. Salah satunya perihal pembangunan nasional. Menurut Daoed, pembangunan nasional adalah pembangunan  di Indonesia dan untuk Indonesia, bukan di negeri antah-berantah. 

BACA JUGA: Review Lagu Red Velvet 'Chill Kill', Kembalinya Konsep Magis yang Ikonik

Setelah kita reduksi pembangunan nasional menjadi pembangunan ekonomi, dianggap logis apabila pemandu konsep yang dianggap relevan adalah ekonomika dengan ukuran keberhasilannya yang khas, yaitu (kenaikan) Produk Nasional Bruto (PNB). Hasilnya? Berbarengan dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6-7 persen per tahun, terdapat tidak kurang dari 11,25% warga negara mengeluh karena masih hidup di bawah garis kemiskinan (hlm. 137).

Secara keseluruhan, ada 6 tema utama yang dibahas dalam buku kumpulan artikel ini. Yakni tentang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan keamanan. 

Harapannya, terbitnya buku karya Daoed Joesoef ini dapat dapat menginspirasi generasi muda dalam upaya memahami dan mengisi pembangunan di zaman ini. Semoga ulasan singkat ini bermanfaat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak