Menjadi orang tua itu butuh banyak persiapan. Tidak hanyak fisik, tapi juga mental. Namun hari ini, betapa banyak orang yang lalai dalam mempersiapkan diri untuk menjalani peran tersebut.
Akibatnya, terkadang seseorang akan membawa beban psikis dari dalam diri yang kemudian diwariskan pada anaknya. Hal inilah yang menjadi keresahan dari Adi Susanto dan Yanah Sucintani yang kemudian menulis buku berjudul 'Duel Orang Tua dan Anak.'
Di dalam buku ini, penulis memaparkan perjalanan ke dalam diri seseorang sebelum menjadi orang tua serta dampak-dampak psikologis yang terjadi dalam perjalanan tersebut, dimulai dari fase kelahiran hingga dewasa.
Di fase tersebut, besar kemungkinan seseorang akan menerima transfer kondisi mental yang ia peroleh dari orang tuanya.
Misalnya kita sering menemukan bahwa seorang anak yang memiliki sikap yang emosional biasanya berakar dari orang tua yang juga punya temperamen yang sama.
Atau seseorang yang berasal dari keluarga broken home, besar kemungkinan di usia dewasa ia akan menjadi rentan untuk mengalami hal serupa yang dialami dalam rumah tangga orang tuanya.
Inilah pentingnya kita agar segera mengatasi kecenderungan tersebut lewat menyelidiki model pola asuh orang tua, menyembuhkan luka batin, mengidentifikasi, hingga melihat pola yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang kita miliki bersama orang tua.
Sebab, menaruh perhatian yang besar dalam relasi orang tua dan anak adalah sesuatu yang sangat krusial.
Inilah relasi yang pertama kali dijalin oleh seorang manusia, yang kemudian akan menjadi landasan dalam menjalin relasi lainnya. Baik itu relasi pertemanan, relasi dengan kolega atau partner kerja, hingga relasi bersama pasangan kelak.
Nah, yang menarik perhatian saya adalah pembahasan mengenai bagaimana menyembuhkan si kecil dalam diri orang tua (inner child). Bahwa setiap diri kita barangkali memiliki inner child yang belum sembuh akibat pola pengasuhan yang salah.
Sebelum kita menjadi orang tua, amat penting untuk menyembuhkan inner child ini agar ia tidak menjadi sesuatu yang kita wariskan kepada anak.
Ada beberapa langkah yang dijelaskan oleh penulis untuk menyembuhkan inner child. Secara garis besar, kita dianjurkan untuk kembali menyelami dan menemui si kecil yang ada pada diri kita dan mengajaknya berdialog agar bisa menyelesaikan konflik yang belum usai.
Penulis menjelaskan hal ini lewat beberapa poin. Namun saya rasa, untuk benar-benar mengaplikasikannya, penjelasan yang ada di buku ini perlu didukung dengan referensi yang lain.
Bagi kamu yang tertarik dengan inner child dan isu kesehatan mental terkait pola pengasuhan, buku ini bisa menjadi referensi yang cukup ringan untuk dibaca.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS