Review Film 'Miller's Girl', Klise dan Kehilangan Daya Pikat

Sekar Anindyah Lamase | Athar Farha
Review Film 'Miller's Girl', Klise dan Kehilangan Daya Pikat
Poster Film Miller's Girl (Lembaga Sensor Film Republik Indonesia)

"Miller's Girl" adalah film drama dari Studio Lionsgate, yang mendapatkan klasifikasi 27+ dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, maka bijaklah menontonnya. Film Miller's Girl diproduseri oleh Josh Fagen, James Weaver, Evan Goldberg, Mary-Margaret Kunze, dan Seth Rogen.

Sementara itu, Jade Bartlett menulis skrip sekaligus menyutradarainya. Film ini banyak mendapat sorotan karena kisahnya, dan juga oleh daya pikat para bintangnya: Martin Freeman, Jenna Ortega, Bashir Salahuddin, Gideon Adlon, Dagmara Dominczyk, Christine Adams, Andre Wilkerson, Ray Fawley, dan Trace Haynes.

"Miller's Girl" mengikuti kisah Cairo Sweet (Jenna Ortega), seorang gadis muda yang tinggal sendirian di sebuah rumah besar di Tennessee. Dikelilingi oleh kekayaan dan kesendirian, Cairo menemukan penghiburan dalam literatur dan kebosanan dalam kehidupannya yang terasing.

Ketika dia memulai persahabatan yang nggak biasa dengan guru menulis kreatifnya, Jonathan Miller (Martin Freeman), hubungan mereka membawa mereka pada perjalanan yang rumit dan membingungkan.

Jonathan, merupakan seorang penulis yang gagal dalam pencarian kesuksesannya, menemukan dirinya terjebak dalam tarikan Cairo yang muda dan penuh gairah.

Namun, keintiman mereka membawa konsekuensi yang nggak terduga, sampai mempertanyakan batas-batas profesionalitas dan moralitas. Sementara Cairo mencari arti dalam koneksi mereka, Jonathan berjuang dengan ketidakpastian dan penyesalan atas pilihan yang dibuatnya.

Ketika hubungan mereka semakin dalam, Cairo dan Jonathan harus menghadapi sisi gelap dalam diri mereka sendiri, sambil berusaha memahami dan mempertahankan tujuan mereka masing-masing.

Ulasan

"Miller's Girl" merupakan sebuah film yang memperkenalkan penonton pada sebuah dunia yang dipenuhi oleh percakapan intelektual.

Namun, sayangnya film ini tersesat dalam labirin klise. Meskipun gaya Southern Gothic-nya memikat dan penampilan Jenna Ortega cukup keren sebagai Cairo Sweet, tapi naratifnya gagal melampaui trope-trope yang mudah ditebak.

Southern Gothic yang dimaksud dalam konteks film "Miller's Girl" adalah merujuk pada estetika visual dan nuansa yang menciptakan atmosfer khasnya.

Dalam film ini, penggunaan elemen-elemen seperti lanskap rumah besar yang kuno, dan karakter-karakter eksentrik, agaknya menghadirkan nuansa Southern Gothic.

Lebih-lebih dengan konflik batin dua karakter utama, baik itu ketidakstabilan psikologis dalam perkara asmara yang terlarang, telah dieksplorasi dalam naratif film ini.

Namun, film berdurasi 93 menit ini gagal dalam mengembangkan tema dan karakter-karakternya secara mendalam. Hubungan pusat antara Cairo dan Jonathan Miller awalnya berkilauan dengan kesalahan yang menggoda, diperkuat oleh keinginan demi keinginan.

Namun, seiring berjalannya durasi, interaksi mereka berubah menjadi pengulangan dialog yang berujung dangkal. Martin Freeman memberikan penampilan yang kokoh sebagai guru, tetapi kurangnya kompleksitas karakternya membuatnya nggak lebih dari karakter yang numpang tampil di layar bioskop. 

Meskipun memiliki kekurangan, "Miller's Girl" sesekali ada momen keindahan visual dari sinematografi yang atmosferis. Namun, momen-momen keindahan yang singkat ini gagal mengimbangi kekurangan naratif dan koherensi keseluruhan film.

Sayang sekali "Miller's Girl" membuang potensinya untuk merangsang intelektualitas. Meskipun penampilan magnetis Jenna Ortega menawarkan momen-momen terbaik, tapi pada akhirnya gagal bikin filmnya bersinar. Skor dariku; 5/10, untuk akting, visual, dan pendekatan gaya Southern Gothic-nya. Selamat menonton, ya. 

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak