Kebayang nggak, sih, jika kata-kata yang kamu tulis untuk novelmu, rupanya kenyataan yang menakutkan dialami oleh seseorang, dan terjadi di waktu yang sama saat kamu lagi menulis plot novelmu? Begitulah, itu merupakan premis yang memikat dari Series Nightmares and Daydreams Episode 3: Poems and Pains karya Joko Anwar.
Dalam episode ini, penonton diajak untuk memasuki dunia seorang penulis, yang hidupnya mulai membaur dengan kisah ciptaannya. Jadi kesannya itu mengaburkan batas antara imajinasi dan realitas.
Lebih detail terkait episode 3: “Poems and Pains”, fokusnya ada pada Rania, diperankan oleh Marissa Anita. Dia penulis berbakat yang sedang berjuang mengatasi kebuntuan kreatif dan idealismenya dalam bikin novel. Terjebak di tengah proses penulisan novel terbarunya yang aneh, bahkan sampai membuat dirinya luka-luka dan bikin frustrasi juga tertekan, Rania akhirnya menyadari bahwa peristiwa dalam novelnya terjadi dalam kehidupan nyata.
Terjadi pada siapakah? Tontonlah karena series ini sudah tayang di Netflix dan kamu wajib banget nonton ini.
Ulasan:
Episode ini nggak hanya sekadar cerita horor atau misteri, tapi juga eksplorasi intim tentang hubungan antara seni dan kehidupan. “Poems and Pains” agaknya mengeksplorasi bagaimana kreativitas dapat menjadi cermin jiwa kita, menggali konflik internal, dan membawa kita dalam perjalanan introspektif yang penuh tantangan.
Jujur ya, Marissa Anita memberikan penampilan yang kuat, tampak membawa penonton melalui setiap emosi dan perjuangan yang dialami karakternya.
Keanehan yang dialami Rania, menjadi elemen yang sangat menarik dan memicu rasa ingin tahu yang besar. Hubungan spiritual dan emosional antara Rania dan saudara kembarnya menjadi fokus utama yang bikin kepo di akhir episode ini.
Semakin menarik ketika dalam episode ini fokusnya nggak cuma tentang penulis, tapi juga terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang ditampilkan dengan sangat keras dan meyakinkan. Adegan-adegan penyiksaan itu, sebenarnya berhasil bikin aku emosi, saking brutal dan traumatis yang dialami oleh salah satu karakter pentingnya.
Namun, episode ini nggak lepas dari perbincangan negatif. Penyisipan unsur LGBT dalam ceritanya menimbulkan berbagai reaksi. Bagi yang sudah familier dengan karya-karya Joko Anwar, hal ini mungkin nggak mengejutkan, mengingat dia pernah menyelipkan sisi LGBT dalam film terdahulunya. Cuman bagiku, kehadiran unsur LGBT dalam episode ini bisa dianggap nggak perlu banget, atau kalaupun ada, nggak harus terang-terangan juga nggak sih? Representasi LGBT memang masih menjadi topik yang sensitif.
Aku cukup suka dengan akhir cerita dalam episode ini karena memberikan kejutan yang menyenangkan. Konklusinya cukup tegang. Dalam episode ini, sedikit penampakan Kota Agartha (sebuah kota dalam rongga bumi) dan siapa musuh sebenarnya mulai terungkap.
Episode ketiga berhasil mengembangkan narasi dengan baik, memadukan unsur supernatural dengan realitas sehari-hari.
Meskipun ada penyisipan unsur LGBT yang mungkin nggak semua penonton setuju, episode ini tetap seru. Yang jelas, “Poems and Pains” berhasil menarik perhatianku dan bikin aku ingin terus menyaksikan episode berikutnya.
Kamu sudah nonton sampai episode berapa? Buruan nonton gih, biar nggak terlalu banyak kena spoiler. Ups.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.